Hujan tiba-tiba turun dengan deras. Untungnya, aku dan Dokter Arga sudah tiba di restoran tempat kami makan malam. Karena dia mengikutiku, maka menunya pun ikut aku. Meski tadi sudah makan mie, malam ini aku masih ingin makan mie lagi. Sudah pasti Dokter Arga protes. Namun, aku tak menghiraukannya. Jika dia tidak suka, dia bisa pulang. Dan ternyata, dia memilih untuk tetap ikut denganku meski harus makan mie untuk yang kedua kali. “Sebenarnya di sini bukan mie, kok, Dok. Tapi kwetiau,” ujarku di tengah-tengah kami menunggu pesanan datang. Pesanan kami lagi-lagi sama karena seperti biasa—soal makanan, Dokter Arga tahunya terima jadi. “Apa bedanya? Sama-sama mie. Hanya beda di bentuk dan tekstur saja.” “Kalau dokter masih enggak minat, sebelum terlambat, boleh banget keluar.” “Lalu yang

