“Ngelayapnya udah puas, Ris?” tanya Mama begitu melihatku masuk rumah lewat pintu samping. Aku sendiri langsung meringis. “Iya, nih, Ma. Udah puas. Untung besok masih ada satu hari buat full istirahat di rumah. Nanti di stase berikutnya enggak kalah padat kaya stase kamarin soalnya.” “Ya udah, sana naik kamar. Istirahat yang banyak.” “Oke, Ma—” “Eh … tunggu, tunggu!” Aku berhenti. “Iya, Ma? Gimana?” “Kamu kaya senyum-senyum terus, kenapa?” “Hah? Emang iya?” “Kamu habis ketemu siapa di luar? Bukannya kamu sendirian?” “Aku emang sendirian dan aku ketemu banyak orang. Wajar, dong, Ma, kalau seneng. Orang habis healing.” Mama masih menatapku tak percaya. Namun, beliau malah menunjuk lantai dua dengan dagu. Tanda kalau beliau menyuruhku untuk segera naik. Mungkin sebelum beliau bertan

