“Jujur, Mas enggak bisa menjanjikan pernikahan yang selalu penuh dengan keromantisan, tapi Mas bisa menjanjikan pernikahan yang tetap memberimu ruang untuk tumbuh dan berkembang. Gimana? Dengan gambaran seperti itu, apa kamu benar-benar bersedia?” Kalau Mas Arga baru saja menautkan jemari kiri kami, aku memilih untuk menautkan jemari kanan kami. Kini, kedua tangan kami saling bertaut erat. Berikutnya … aku mendongak, lalu tersenyum. “Keromantisan memang perlu dalam menjalin sebuah hubungan, tapi kayaknya bosen juga kalau romantis-romantisan terus. Apalagi dengan orang yang sama, setiap hari. Dari bangun tidur, sampai tidur lagi. Iya, kan?” Mas Arga tersenyum, kemudian mengangguk. Akan tetapi, dia tetap diam. Sepertinya, dia sengaja memberiku waktu lebih untuk melanjutkan bicara. “Bany

