Beberapa hari kemudian … “Apa lihat-lihat?” Aku menatap Mas Juna galak, semetara yang ditatap hanya pasang wajah datar. Dia masih sibuk menggigiti apel merah yang dibeli Mama beberapa hari yang lalu. “Denial-nya jangan lama-lama, Dek!” “Denial apanya, sih?” “Jelas-jelas kamu pilih si Arga-Arga itu dan berani ngancem kakakmu sendiri. Pakai gigit segala. Gitu juga masih pede bilang kalau kamu enggak suka dia. Aneh!” “Enggak aneh, ya! Aku emang enggak suka dia!” aku tetap kekeuh. “Tolong bedain, dong, Mas. Aku itu kesel karena Mas Juna sensi sama dia, padahal kenal aja enggak. Mas baru tahu dari ceritaku—” “Dan ceritamu tentang dia itu lebih banyak enggak baiknya. Wajar, dong, kalau aku sensi?” “Kan itu dulu. Ini udah aku klarifikasi. Dia ngeselin di awal aja. Akhir-akhir ini enggak.

