“Maafin Mas, sayang. Kamu harus ikut terlibat. Karena kalau enggak kamu, Mas enggak akan bisa bikin dia ngaku.” Mas Arga masih saja mengulang-ulang kalimat yang sama. Dia juga terus menatapku dengan tatapan khawatir. Padahal, aku sudah bolak-balik bilang kalau aku baik-baik saja. Aku benar-benar paham, strategi yang dia dan Mas Juna cetuskan memang wajib aku yang turun tangan langsung. Bahkan strategi kedua— atau plan B— pun tetap membutuhkanku. Namun, aku harap plan A saja cukup. Memang, tanpa aku, akan sulit sekali membuktikan kalau Brian adalah pelakunya. Pasalnya, kami betul-betul tidak ada bukti apa pun. Satu-satunya cara memang hanya membuatnya mengaku dengan sukarela. “Santai aja, Mas. Kita toh udah bahas ini berkali-kali.” “Rasanya Mas enggak rela—” “Ssst! Mas jangan merasa b

