Mas Arga tampaknya marah betulan. Dia hanya bersikap biasa saja karena ada Mas Gala. Bisa dibilang, Mas Gala justru jadi penyelamatku malam ini. Karena tidak mungkin juga Mas Arga akan menunjukkan kekesalannya padaku di depan orang lain. “Kok aku ngerasa hawa malam ini dingin banget, ya?” ujar Mas Gala sembari mengigit cemilan yang dia beli dari luar. Aku pun menggigit cemilan yang sama karena Mas Gala membeli banyak. “Enggak, ah, Mas. Sama aja, perasaan. Penghangat ruangannya juga aman. Enggak rusak.” Mas Gala malah tersenyum. “Kamu yakin, Kakak Ipar? Aku ngerasa kaya lagi di puncak Everest. Berasa dingin dan bikin ciut.” Apa Mas Gala bisa membaca situasi? Kenapa aku merasa dia seolah tahu apa yang sebenarnya terjadi? “Enggak, tuh! Aku ngerasa biasa aja.” “Oh, ya bagus kalau ngerasa

