FS • 06

1094 Kata
LAV menyiapkan piring di meja pantri sembari menunggu Lion membawa masuk semua bahan makanan yang baru mereka beli. Mereka memang keluar, tapi tidak jauh. Cukup membeli makanan cepat saji di sekitar area apartemen, lalu kembali lagi. Namun, sebelum benar-benar kembali, Lav mengusulkan untuk membeli beberapa bahan makanan yang dijual di pusat perbelanjaan di lantai satu, daripada mereka harus keluar terus-menerus untuk mencari makan, lebih baik ia memasak untuk mereka di sana. "Banyak banget belanjaan lo." Lion menggerutu sembari membawa dua kantung plastik berisi mie ayam dan bakso. Belanjaan mereka sudah ia letakkan di lantai tak jauh dari meja pantri. "Harus gitu, belanja sebanyak itu?" "Harus." Love mengambil alih dua kantung plastik di tangan Lion dan mulai menyiapkan bakso dan mie ayam yang tadi mereka beli. "Buat apa? Kita kan bisa beli di luar." Lav mendengkus. "Emang iya, tapi kalau setiap hari harus cari makan di luar, gimana kalau nggak sengaja ada yang lihat kita jalan bareng, Li? Lo nggak takut?" Lion menghela napas kasar. "Oke, tapi gue nggak bisa masak semua bahan itu. Gue cuma bisa bikin telor ceplok, mie instan, dan masak air." "Gue tahu." Lav tersenyum tipis sembari menyerahkan dua piring berisi bakso dan mie ayam ke hadapan Lion dan satu piring berisi mie ayam untuk dirinya sendiri. "Gue yang bakal masak buat lo." "Emang lo bisa masak?" Lion mengernyitkan dahi. "Kok tadi pagi nggak bangun buat masak?" Lav mendelik. "Siapa yang bikin gue susah bangun tadi pagi?" Lion tersenyum miring. "Gue lupa." Lav menghela napas kasar. "Dimakan, udah beli banyak-banyak, masa nggak lo makan?" Lion menatap dua piring di hadapannya dengan minat. Selama hidup di apartemen, dia selalu beli bakso atau mie ayam, bahkan dia sudah menjadi langganan penjual bakso dan mie ayam tersebut. Jadi, mereka tidak akan kaget melihat Lion memesan dua porsi untuk dirinya sendiri. Namun, Lav ... perempuan itu tidak terlihat kaget sama sekali. "Lo nggak kaget?" "Kaget kenapa?" Lav mendongak, menatap Lion yang belum juga menyentuh makanannya. "Makan gue banyak." "Enggak." Love kembali melanjutkan makannya. "Kan tadi pagi elo udah kelihatan kalau tukang makan." Karena aktivitas mereka semalam yang melelahkan, Lav tidak bisa bangun pagi, sekalipun alarm berbunyi berulang kali. Ia baru bangun saat Lion selesai membuat telur mata sapi dan membangunkan Lav agar mereka bisa sarapan bersama. Kala itu, Lav melihat Lion membuat telur mata sapi yang terlalu banyak. Ada sekitar dua puluh biji dan Lav hanya mengambil dua untuk sarapan ia sendiri, sedang sisanya dihabiskan oleh Lion tanpa sisa sama sekali. Pipi laki-laki itu memerah, ia memalingkan muka, karena ia baru sadar jika sifatnya yang 'doyan makan' sudah diketahui Lav saat ia tak sadar tadi pagi. "Tadi, ada tugas?" tanya Lav seraya memandangi Lion yang kini sedang melahap mie ayam. "Ada." "Banyak?" tanyanya sekali lagi yang membuat Lion berhenti makan untuk sejenak. "Lumayan, makan aja dulu, baru bikin tugas." Lav tersenyum tipis. Jujur saja, ia agak merinding jika Lion meminta jatahnya setelah makan. Namun, setelah mendengar kalimat itu, hati perempuan itu menjadi agak sedikit tenang. Lav memang setuju menjadi teman tidur Lion, tapi bukan berarti ia siap setiap waktu untuk ditiduri. Dia tidak punya mental seberani itu, sifat pemalu yang ada dalam dirinya membuat Lav merasa takut untuk mengulangi dosa di antara mereka. "Jangan mikir yang aneh-aneh, makan aja dulu, bikin tugas, setelah itu lo boleh mikirin apa aja tentang gue." Lav langsung melotot mendengar kalimat dari bibir Lion. Dia kira, Lav sedang berpikiran jorok? Memang tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar. Lav hanya takut kalau .... Tidak. Lav tidak boleh terus membayangkannya. Ia harus menerimanya, menikmati semuanya, selagi ia masih bisa menikmatinya. Karena sadar atau tidak, kontrak itu mengikatnya untuk terus bersama Lion sampai dua tahun ke depan. Namun, Lion bisa saja membatalkan semuanya ketika laki-laki itu lelah ataupun merasa bosan. Kontrak itu tidak ada kepastian, karena semuanya tergantung pada laki-laki yang sedang menikmati makanannya dalam diam. Terutama, Lav ingat, kenapa Lion menerima tawarannya hari itu. Lion butuh teman tidur, tetapi kekasihnya tidak bisa memberikannya karena datang bulan. Saat itulah, Lion memutuskan untuk mengakhiri hubungan, tapi entah mengapa ... tawaran dari kekasih Lion membuka jalan untuk Lav agar dia bisa masuk ke dalamnya. Namun, bagaimana jika Lav kedatangan tamu bulanan? Apakah Lion lantas meninggalkannya begitu saja? *** Drake menghubunginya. Tengah malam, setelah Lion meminta hak darinya dan jatuh terlelap, Drake tiba-tiba saja menghubunginya. Lav bisa saja mengabaikan panggilan itu. Membiarkan Drake mengetahui, jika tengah malam bukan waktu yang tepat untuk bicara, tetapi panggilan berulang darinya membuat Lav khawatir pada keadaan Drake sekarang. Lav menyingkir, menjauh dari Lion dan mengenakan kembali semua pakaiannya sebelum menjawab panggilan dari mantan kekasihnya. "Halo!" "Lav?" "Iya, kenapa?" Lav melirik Lion yang menggeliat dalam tidurnya. "Lo masih marah sama gue?" Lav diam, dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia tidak bisa marah, tentu saja, bagaimana ia bisa marah saat semua yang terjadi adalah karena kesalahannya? Salahnya, karena menerima cinta Drake saat hatinya ada pada orang lain. "Gue minta maaf, buat semuanya. Gue harusnya nggak gitu. Gue harusnya setia sama lo dan bantu lo buat——" "Kenapa lo harus minta maaf?" Lav memejamkan mata, suaranya terasa berat untuk keluar. "Lo nggak salah, Drake. Lo nggak pernah salah, karena yang salah sejak awal adalah gue. Nggak seharusnya kita pacaran dan jadiin lo sebagai mainan." "Lo nggak mainin gue." "Itu menurut lo." Lav menatap Lion yang kini membuka mata dan langsung menatapnya tajam. "Menurut gue, gue udah mainin perasaan lo." "Lo mau ngulang semuanya dari awal lagi, nggak? Gue janji, gue bakal bikin lo move-on dari dia." Lav tersenyum miring. Dia tidak yakin. Apalagi Lion kini selalu berada di dekatnya, mereka terlalu dekat, bahkan mencium dosa bersama setiap harinya. Bagaimana bisa Lav akan move-on darinya, jika hubungannya dengan Lion semakin intim setiap harinya? "Nggak untuk sekarang. Maaf, gue nggak siap." Lav langsung mematikan sambungan telepon dan menghampiri Lion yang kini duduk seraya menatapnya tajam. "Tengah malam gini, siapa yang nelepon? Kurang kerjaan banget dia sampai gangguin jam tidur orang." Lav tersenyum tipis. "Apa gue harus ngasih tahu lo masalah ini?" Lion hanya diam. Lav tidak ada keharusan memberitahunya, tapi ... Lion ingin tahu, siapa yang berani mengganggu tidur perempuan itu di tengah malam begini? Diamnya Lion membuat Lav kembali bergabung ke atas ranjang. Tangannya memeluk perut Lion dan memaksa laki-laki itu untuk kembali tidur. "Lo nggak mau tidur lagi?" Lion menghela napas kasar dan ikut berbaring di sebelah Lav. Matanya mulai memejam saat Lav kembali bicara, "Maaf, udah gangguin tidur berharga lo. Gue bakal matiin ponsel lain kali." Lav memejamkan mata, tapi gurat rasa bersalahnya tak bisa ditepis dengan mudah. Lion akhirnya sadar satu hal. Orang yang menghubungi Lav malam-malam pastilah Drake. Hanya laki-laki tidak tahu aturan itu yang berkemungkinan besar menghubungi Lav tadi. 'Apa yang mereka bicarakan? Mereka udah balikan?' batinnya. Lion kembali merasakan sesak itu mendatangi dadanya kala matanya terpejam. Sedangkan Lav mulai menitikkan air mata dalam diam. Terjebak pada cinta buta dan seorang yang memberinya cinta dengan segenap ketulusan yang ia miliki. Lav hanya berdoa, semoga karma tidak pernah mendatanginya di kemudian hari. ____
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN