Wajah itu....

1027 Kata
Leo terkejut saat sampai di rumah. Ruangan tidak ada bedanya dengan kapal pecah. Barang-barang tidak terletak sesuai pada tempatnya. Leo yang lelah seusai bekerja jadi semakin lelah saat melihat rumahnya berantakan. Perbuatan siapa lagi ini kalau bukan perbuatan Angela. Leo langsung mencari keberadaan wanita itu. Sampai di ruang TV, Leo semakin naik pitam karena TV menyala dengan suara yang sangat keras, ditambah makanan berantakan di lantai, rumah yang biasanya sangat rapi menjadi berantakan bagai kapal pecah. Angela benar-benar membuat Leo emosi. Leo pun mencari remote untuk mematikan TV yang sangat berisik ini, sayangnya ia tak juga menemukannya. Di mana sebenarnya Angela menyimpan remote itu? Beberapa saat kemudian, Leo menemukan remote berada di bawah jendela dengan tergeletak di lantai. Leo berpikir, bagaimana cara remote berada di situ? Sebenarnya bagaimana cara Angela menonton TV sehingga bisa seperti ini. Makanan-makanan juga berantakan di lantai, itu benar-benar membuat Leo pusing. Mungkin sebentar lagi sekelompok semut akan berkumpul di ruangan ini. Leo benci keadaan seperti itu. Setelah mematikan TV, Leo harus segera mencari Angela untuk memberinya pelajaran. Saat membuka pintu kamar, dengan setengah berteriak Leo menutup pintu itu kembali dengan cara membantingnya. Leo sempat melihat Angela yang sedang memakai pakaian. Hampir saja. Sungguh, Leo tak mau hal gila itu terjadi, wanita seperti Angela pasti tidak sehat untuknya. Leo harus kuat menahan gairahnya. Tak lama kemudian Angela membuka pintu. "Kamu ketakutan sekali, ya?" tanya Angela. Leo bukan ketakutan, sebenarnya Leo terkejut. Sialnya dengan tanpa dosa Angela malah terlihat santai saja. Leo berpikir, apa Angela tidak takut diperkosa? "Hei, jawablah. Kenapa kamu ketakutan dan gugup seperti itu?" ulang Angela karena Leo tak menjawab pertanyaannya. "Tidak. Hanya saja, lain kali jika sedang berganti pakaian harap kunci pintunya. Jangan sampai hal seperti barusan terjadi lagi." "Lain kali kalau mau masuk, ketuk pintu dulu. Masa direktur tidak tahu etika," jawab Angela yang berhasil menciptakan tanduk di kepala Leo. Bisa-bisanya Angela berkata seperti itu. Bukankah Angela yang gila dan tidak tahu malu? "Ini rumahku. Dan itu kamarku." Leo berkata seraya menunjuk kamarnya. "Aku adalah tamu. Aku ratu di sini. Apa kamu lupa? Bahkan aku sudah menjadi kekasihmu." Mendengar jawaban Angela, Leo ingin sekali membanting seluruh barang yang ada di sini. Wanita seperti Angela bisa membuat Leo gila dalam hitungan hari. Hampir saja Leo kembali emosi jika tidak menahannya. "Lupakan masalah pintu tadi. Aku hanya ingin peringatkan kamu agar tidak membuat rumah ini berantakan seperti kapal pecah." "Itu saja?" Angela selalu tidak merasa berdosa. Alih-alih meminta maaf dan bertanggung jawab dengan merapikan ruangan ini, ia malah bertanya seperti itu. "Rapikan ini. Setelah aku mandi, ini sudah beres kembali. Oke?" "Hello? Kamu kira aku ini pembantu?" Angela jelas tidak setuju. "Tapi kamu yang membuat ini berantakan. Seharusnya kamu bertanggung jawab." Angela tersenyum. "Untuk apa aku bertanggung jawab? Aku tak pernah menghamilimu, Leo. Hmm, apa kamu yang mau menghamiliku?" tanya Angela dengan tatapan nakalnya. “Baiklah, kapan kau akan menghamiliku? Aku jadi tidak sabar mengandung anakmu.” Leo menghela napas frustrasi. "Ah, pokoknya setelah aku mandi ini harus sudah rapi. Aku tidak mau mendengar kamu berbicara lagi. Selamat merapikan ini semua," pungkasnya kemudian bergegas ke kamar mandi. Betapa sempurna kepenatan hari ini. Menghabiskan jutaan untuk membeli pakaian Angela, sampai kantor mendengar kabar sekretarisnya resign dan kembali ke rumah melihat ruangan-ruangan yang selama ini indah menjadi kapal pecah. Ya, rumah ini memang biasanya selalu rapi. Bagaimana tidak, Leo tinggal sendiri sehingga rumah ini tidak banyak orang yang berlalu-lalang. Asisten rumah tangganya hanya datang seminggu tiga kali, kadang dua kali. Terlebih sekarang sedang pulang kampung yang entah kapan akan ke rumah Leo lagi. Dengan hadirnya Angela, tamatlah riwayat rapi rumah ini. *** Leo baru selesai mandi, masih memakai handuk pendek yang membalut di sekeliling pinggangnya. Saat ini ia menatap dirinya melalui pantulan di cermin. Benar-benar sosok tubuh yang sempurna. Hal itu juga didukung oleh paras Leo yang sangat tampan. Di usianya yang tahun ini menginjak 31 tahun, Leo punya bakat jadi model yang seksi. Pantas saja banyak wanita yang mengejarnya dan itu sungguh membuatnya merasa risi jika para wanita itu menggunakan cara yang berlebihan. Kadang Leo berpikir, masih adakah wanita berhati tulus yang bisa mencintainya bukan karena fisik atau harta. Mungkin saja jika ada wanita yang bisa mendampinginya akan membuat para wanita genit berhenti mengejarnya. Namun Leo sadar, saat ini menemukan wanita yang benar-benar tulus dan berhati lembut itu amat sulit. Tentang Angela, itu sama sekali jauh dari kriteria wanita idamannya. Angela tidak lain hanyalah wanita gila bagi Leo. Meski wajahnya nyaris sama dengan dia yang telah tiada. Memikirkan Angela membuat Leo mengingat satu hal, yaitu rumahnya yang disulap menjadi kapal seperti habis tabrakan. Melihat kondisi kamar, ternyata belum ada perubahan. Mungkin saja Angela masih sibuk membereskan ruang TV mengingat betapa berantakannya rumah ini sampai-sampai Leo merasa asing, ini seperti bukan rumahnya. Semua gara-gara Angela. Setelah berpakaian lebih santai, Leo bergegas ke luar untuk melihat kondisi ruang TV. Rasa kesal Leo kembali muncul saat melihat Angela malah tertidur. Wanita itu terlihat sangat nyenyak di sofa ruang TV yang masih acak-acakan. Tak bisa dimungkiri, wajahnya lebih manis dan damai jika sedang tidur. Tak lama kemudian, Leo menduga Angela hanya pura-pura tertidur demi terbebas dari terbebas dari tugasnya. Semakin dekat, lebih dekat. Akhirnya Leo mengurungkan niatnya untuk membangunkan wanita gila itu. Rasanya damai sekali melihat Angela yang tertidur. Berbeda saat terbangun yang selalu mengatakan segala hal yang membuat Leo kesal. Leo menatap wajah Angela lekat. Pikirannya jadi melayang mengingat wajah itu. Leo bisa melihat diri Angela seperti seseorang di masa lalunya. Leo merutuki mengapa mereka begitu mirip. Nyaris sama, hanya sikap yang membedakan mereka. Andai saja Angela bersikap anggun, pasti akan semakin menyempurnakan kemiripan mereka. Tatapan matanya, senyumnya, cara Angela berkedip. Dan semua itu mengingatkan Leo pada seseorang. Nadien. "Dia sudah lama tiada, Leo. Jangan pernah menyamakan Angela dengan Nadien. Andai Nadien tahu pasti akan kecewa. Bukankah Nadien paling tidak suka jika disamakan? Lagi pula, sikap mereka sangat jauh berbeda. Betapa teganya menyamakan Nadien dengan Angela," batin Leo. Angela tampak bergerak mengubah posisi tidurnya, sontak Leo mundur, khawatir mengganggu tidur Angela. Oh Tuhan, Leo tak bisa bohong pada pesona kecantikan Angela yang sedang tidur. Entahlah, Leo merasa seorang wanita akan terlihat cantik lebih alami saat tertidur. Leo yang rencana awalnya akan membangunkan Angela, kini malah membopong Angela ke kamar. Setelah menyelimuti tubuh Angela, Leo tak bisa mengalihkan pandangan dari wajah wanita itu. Betapa semakin menatap Angela, Leo malah merasa Nadien sedang ada di dekatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN