Tentang Janji Nanti Malam

1004 Kata
Angela mengerjap-ngerjapkan mata hingga kedua matanya mulai terbuka sempurna. Selama beberapa saat, wanita itu mulai mengingat-ingat apa yang terjadi sebenarnya. Akhirnya ingatannya kembali saat melihat ruangan kamar ini tampak rapi. Angela merasa dirinya sedang membereskan semua ruangan, hanya saja dirinya sendiri tak mengerti bisa berakhir di kamar ini. Angela langsung terperanjat dan bangun. Matanya terfokus pada Leo yang sedang tertidur pulas di sofa. "Halooo!" jerit Angela yang berhasil membuat Leo terbangun. Kemudian Leo duduk, ada rasa sakit yang menyerang tubuhnya. Mungkin efek tertidur di sofa seperti ini. "Kenapa kamu tidur di sini?" "Karena kamu tidur di kamarku," jawab Leo, suaranya masih parau khas orang baru bangun tidur. "Apa rumah ini hanya ada satu kamar?" "Dua, sih. Tapi itu semua gara-gara kamu." "Kenapa jadi gara-gara aku?! Aku tidak meminta tidur di kamarmu. Lagi pula … kamu bisa tidur di kamar satunya jika aku telanjur tidur di kamarmu." "Kamu mengobrak-abrik rumahku. Sekarang aku tanya, kamu ke manakan kunci kamar satunya?" Angela tampak bingung mendengar pertanyaan Leo. Bagaimana bisa Leo bertanya tentang kunci kamar padanya. Bahkan, bentuknya saja Angela tak pernah melihatnya. Lagi pula untuk apa Angela menyembunyikan itu. "Aku tidak tahu, sungguh," jawab Angela. "Lagi pula itu pelajaran yang setimpal untukmu," tambahnya. "Maksudmu?" Leo tampak tak mengerti dengan arah pembicaraan Angela. "Kamu mandi lama sekali tadi malam sehingga aku merapikan rumah ini seorang diri. Saking lelahnya, aku sampai ketiduran. Bahkan aku lupa apa yang terjadi setelah itu, yang pasti seluruh ruangan rapi olehku," jelas Angela. Tidak salah lagi, kegilaan Angela sudah stadium akhir, bukan? Sekarang merambah pula pada pikun. Bukankah tadi malam Leo yang merapikan? Leo masih ingat betul, usai dirinya mandi … wanita itu sudah tertidur pulas. Namun, rasanya malas sekali debat dengan Angela. Terlebih Leo harus berangkat ke kantor. "Baiklah, aku harus mandi dan berangkat kerja," ucap Leo sambil masuk ke kamar untuk mencari handuk. Angela yang rupanya mengikuti Leo pun bertanya, "Lalu kapan ajak aku jalan-jalan?" "Kalau aku libur." "Kapan? Aku ingin jalan-jalan, Leo. Ayolah." "Sabtu dan Minggu," jawab Leo sambil masuk ke kamar mandi. Sialnya, Angela masih saja mengikuti. Tentu saja Leo jadi salah tingkah. Mana mungkin ia mandi ditonton oleh Angela? "Ah, itu lama sekali. Aku maunya sekarang," rengek Angela. "Tidak bisa karena aku sibuk. Sekarang tolong keluar, aku mau mandi." "Tidak mau. Pokoknya jangan kerja. Sekarang kita jalan-jalan. Titik!" Ya ampun, menghadapi wanita seperti Angela memang butuh kesabaran yang ekstra dan maksimal. Untung saja Leo memiliki banyak stok kesabaran. "Kamu ini seperti anak kecil yang merengek minta es krim saja." "Ah Leo, aku sedang malas berhitung. Kenapa kamu memaksa aku menghitung lagi?" Pertanyaan Angela membuat Leo mengernyit karena tak mengerti. "Maksudmu?" "Maksudku … aku sedang malas mengingat dan menghitung kamu orang keberapa yang berkata aku seperti anak kecil. Jumlahnya mungkin nyaris sama dengan jumlah orang yang menyebutku gila," jelas Angela yang sontak membuat Leo ingin tepuk jidat. Sungguh, Angela itu entah tergolong wanita macam yang mana. Tidak hanya gila, tapi membuat orang naik darah juga. Jika saja Leo tak bersabar, pasti perabotan di rumah ini sudah dibuat melayang saking kesalnya. "Angela maaf, aku harus bekerja." "Tidak boleh!" Angela bersikeras, tak sedikit pun mau mendengar bujukan Leo. "Baiklah, kita akan jalan-jalan tapi malam, ya? Akan lebih indah dan manis suasana di malam hari." Leo berusaha membujuk Angela, membuat Angela terdiam sejenak berusaha mempertimbangkan apa yang Leo katakan. Angela pikir ada benarnya juga, lebih baik jalan-jalan di malam hari. Bukankah lebih romantis? "Okay, tapi kamu harus tepati janjimu. Nanti malam kita jalan, kan?" tanya Angela memastikan. "Ya, tapi ada syaratnya." Angela terkejut mendengar Leo mengucapkan syarat. Berani sekali memberinya persyaratan untuk jalan-jalan nanti malam. "Apa?!" balas Angela dengan nada menantang. Dengan sedikit ragu Leo menjawab, "Asalkan kamu mau membuatkan sarapan untukku." "Tentu saja. Sekarang silakan mandi dulu. Setelah mandi … langsung ke meja makan, ya." Angela lalu bergegas meninggalkan Leo. Leo tak menyangka Angela setuju dengan mudahnya. Tadinya ia pikir wanita itu akan menolak dan marah-marah. Namun, nyatanya Angela malah langsung ke dapur. Sikap Angela memang tidak mudah untuk ditebak. Bahkan sangat sulit. *** Saat sudah selesai mandi dan rapi, Leo langsung ke ruang makan. Rupanya Angela sudah terlebih dahulu duduk di sana. Leo kemudian duduk berhadapan dengan Angela. Pria itu menatap apa yang dihidangkan di meja. "Tidak salah?" tanya Leo. "Apa yang salah?" Angela malah balik bertanya. "Kamu membuat mi instan untuk sarapanku? Tak adakah makanan yang lebih sehat? Roti atau yang lain?" "Harusnya itu yang aku tanyakan. Apa kamu tidak menyediakan makanan lain? Hanya ada mi instan dan telur. Tak ada roti, tak ada selai." Leo jadi berpikir terakhir kali dirinya belanja, dan itu sudah lama sekali. "Baiklah, nanti malam sekalian kita belanja," ucap Leo kemudian mulai bersiap menyantap mi instan buatan Angela. "Oke, silakan dimakan," kata Angela penuh semangat. "Oh ya, kenapa kamu hanya membuat satu porsi? Mana sarapanmu?" Leo baru menyadari hanya ada satu mangkuk saja. "Bukankah semangkuk berdua itu lebih romantis?" "Jangan main-main dengan masalah sarapan. Ini bukan waktunya memikirkan hal konyol semacam itu. Aku bisa kelaparan di kantor jika semangkuk ini berdua denganmu." "Tentu saja aku hanya bercanda. Aku akan memintamu membeli makanan delivery order. Aku bisa sakit perut jika pagi-pagi makan mi." "Lalu kamu pikir aku tidak bisa? Jangan bilang mi ini akan membuatku sakit perut juga. Asal kamu tahu, hari ini ada rapat penting. Jadi tolong katakan apa yang kamu tambahkan pada mi ini?" "Kecap," jawab Angela. "Tenang, mana mungkin seorang kekasih meracuni kekasihnya? Lagi pula itu hanya sekadar bumbu yang ada pada mi instan. Jadi, jangan khawatir apalagi menuduh yang aneh-aneh." Entah mengapa firasat Leo juga mengatakan kalau kali ini Angela berkata jujur, bahwa wanita itu tidak menambah racun untuk makanannya. Akhirnya Leo melanjutkan makan. Namun, entah kenapa semakin lama Leo merasa rasa mi yang dimakannya semakin aneh. Padahal rasa mi seharusnya begitu-begitu saja, bukan? Terlebih sudah ada bumbu di dalamnya. Sungguh, Leo tidak berbohong kalau ini adalah mi teraneh yang pernah ia makan. Leo heran, memasak mi yang bumbunya disediakan saja masih aneh … apalagi kalau memasak yang lain? Angela memang benar-benar aneh. Mungkin mi ini terpengaruh oleh keanehan pembuatnya. Hanya saja, Leo tak berminat mengatakan tentang keanehan itu pada Angela karena bisa memicu perdebatan. Lebih baik Leo tak peduli, yang terpenting sekarang adalah makan dan habiskan, kemudian berangkat ke kantor. Sejak Angela tinggal di rumahnya, kantor adalah tempat yang membuatnya jauh lebih tenang karena terhindar dari kegilaan-kegilaan Angela.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN