Seperti dikejar waktu, Tarisa tak bisa berhenti berlari. Tujuannya hanya satu, ke warung mang ujang secepatnya. Istirahat sudah lebih dari lima belas menit lalu. Sama seperti keterlambatannya menghampiri El. Memang tidak ada pelajaran di kelas Taris. Namun semua murid tidak boleh keluar kelas selain jam istirahat.
Warung sederhana mang ujang terlihat, memang sekarang yang mengurus warung itu bukan lagi mang ujang melainkan mang ucup, anak mang ujang, karena mang ujang sendiri sudah tua untuk mengatur warung sederhana yang menjadi tempat nongkrong anak SMA Tadara Jaya.
Elmarc, duduk dengan menyesap rokoknya. Ia juga mengotak atik handphonenya dengan wajah serius. Taris bisa melihatnya dari jauh. Wajah El sudah tidak bersahabat lagi. Gadis itu secara reflek berhenti. Berfikir keras, apa yang harus ia lakukan? Menghampiri El meski terlambat, atau tidak menemuinya dan mengatakan bahwa ia ada tugas mendadak, hingga kakinya sendiri yang melanjutkan langkahnya untuk berlari mengahampiri pria pemarah itu.
Sesampainya di meja kayu tempat El duduk, Taris langsung mengoceh dengan nafas yang tidak teratur.
"Kak El maaf Taris telat, Taris beneran lupa kak El, maafin Taris ya kak, kak El pasti lama nungguin Taris. Hosh, hosh," ucapnya sambil mengatur nafas.
"Lo tahu? Gue udah nelfonin lo tiga puluh empat kali, chat lo panjang lebar kaya orang bego, paling enggak lo angkat atau bales chat gue!" Bentak El menggebrak meja bersama dengan ia berdiri dari duduknya. Entah hilang kemana rokok yang ia jepit di sela sela jarinya. Sebenarnya Taris ingin mengoceh melihat El merokok, tapi saat ini bukan saatnya ia melakukan hal itu.
Taris menunduk, tingginya sudah jauh dari tinggi El. Yang bisa ia lakukan adalah menunduk memainkan jari jarinya.
"HP Taris ada di tas kak El, maaf,"
"Maaf aja cukup? Gue nungguin kaya orang gila!"
"Iya Taris minta maaf juga bikin kak El gila," ucap Taris lagi dengan polosnya.
"Lo ngatain gue gila?!"
Taris menggeleng, gadis itu memundurkan satu langkahnya saat El mendekat. Matanya melirik kesana kemari untuk menghindari tatapan menusuk El.
"Kenapa lo ngejauh gitu?!"
"Gak papa,"
"Selalu aja bilang gak papa kalo ditanyain!"
"Kak El bau rokok sih, Taris gasuka rokok," cicit Taris memberanikan diri menatap bola mata coklat El.
"Salah lo juga gue ngerokok! Lo kelamaan! Gue laper! Sekarang ngejauh gara-gara bau rokok? Alasan lo itu basi bocah!" Amuk El.
Untung saja warung mang ujang kala itu sepi. Mang ucup juga sedang membeli air galon, sehingga hanya ada mereka berdua. Mang Ucup menitipkan warung kepada El.
Mendengar El bertambah marah seperti itu membuat Taris bertambah bingung dan serba salah. Taris mendekati El, mengambil satu tangan El. Menggenggamnya erat erat.
"Kak El jangan marahin Taris, Taris minta maaf. Taris cium tangan kak El ya, salim biar kak El gak marah," ucap Taris. El bungkam, ia menatap mata bening gadis kecilnya, masih sama, ketulusan itu masih melekat dimata itu. "Maafin Taris kak El," Tambah Taris mencium punggung tangan El.
"Kalo lo ngulangi kesalahan yang sama, hukumannya apa?" Tanya El sedikit merendahkan ucapannya setelah berteriak cukup lama.
"Taris mau deh nemenin kak El ngerjain PR, buatin roti bolu kak El, bantuin bunda Thalia bikin piscok, sama nemenin kak El main PS."
"Oke dimaafin,"
Senyum di wajah Taris mengembang, gadis itu memeluk El sebentar sambil mengucapkan terimakasih.
"Yaudah mang ucup mana? Taris mau pesen nasi pecel sama es teh,"
"Lagi beli air, tadi bawa galon,"
"Yaudah deh Taris tungguin. Taris duduk disebelah kak El ya,"
"Hmm."
El kembali mengotak atik handphonenya. Taris duduk dengan mengelus dadanya berkali kali. Untung saja El tidak marah lagi. Taris melirik El, gadis itu bersandar di lengan kekar El.
"Kak El, nanti kak El sibuk?" Tanya Taris.
"Enggak sih, gak terlalu, kenapa?"
"Taris mau beli buku, mau nemenin?"
"Yaudah pulang sekolah nanti gue anter,"
Taris tersenyum, kadang kala ia merasa nyaman berada di dekat El. Karena El selalu ada saat ia butuh. Namun kadang El bersikap kasar dengan mulut pedasnya, belum lagi kalau Taris tidak menurutinya dan membuat kesalahan. El selalu mengaturnya, itu yang membuat Taris kadang merasa risih berada di dekat El.
"Pulang dari beli buku mau makan es krim?" Tawar El. Taris duduk tegak, kepalanya tidak lagi bersandar di pundak pria itu. Mata Taris berbinar.
"Mau banget kak El, kak El mau beliin Taris es krim?" Tanya Taris antusias.
"Iya mau, tapi lo nginep rumah gue. Temenin gue, soalnya bunda sama ayah lagi kebandung. Kerumah nenek bunda, eyang gue,"
"Ih kak El nraktirnya gak ikhlas, nanti Taris tidur dimana?"
"Biasanya kan tidur sama gue? Kok bingung sih? Gak bakal gue suruh tidur di sofa juga,"
"Kan udah gede, malu kak El," rengek Taris.
"Lo masih bocah, sampai kapanpun masih bocah di mata gue, gak bakal gue apa-apain juga,"
"Yaudah, tapi kak El bilang ke mama ya,"
"Iya bawel,"
Taris tersenyum lagi, setidaknya El tidak marah marah seperti biasanya. gumamnya dalam hati.
Tak lama mang ucup datang dengan membawa satu galon air yang ia papah dipundaknya.
"Mang ucup!!" Seru Taris memanggil pria berumur sekitar 30an itu.
"Eh non Taris, kapan datengnya atuh non?" Tanya mang ucup.
"Barusan mang, Taris beli nasi pecel sama es teh ya mang." Ucap Taris, kemudian menatap El "Kak El pesen apa?" Tanya gadis itu setelahnya.
"Sama," Balas El tanpa mengalihkan pandangannya dari handphone.
"Dua mang,"
"Oke neng, tunggu ya, mang ucup taroh galon dulu,"
"Oke mang ati-ati,"
"Iya neng,"
Mereka menghabiskan makan siang bersama hanya berdua di warung mang ucup. Tarisa bahkan tidak perduli lagi gerbang sekolahnya akan ditutup. Lagi pula, Taris lebih takut El marah.
Usai mereka makan, El berdiri dari duduknya,
"Mau kemana kak?" Tanya Taris.
"Ambil mobil, lo tunggu sini,"
"Kan belum pulang kak?"
"Serah gue dong,"
"Kalo kakak dihukum gimana?"
"Gaada yang berani ngehukum gue, bu wiwin guru tua yang berani ngehukum gue lagi gak masuk, lo tunggu sini ya,"
"Tapi kan kak, Taris belum pulang,"
"Sekolah lo free class juga, nanti bilang Tasya tas lo suruh bawain. Gue yang ambil kerumah dia nanti, ngerti?"
"Iya kak,"
"Tunggu sini,"
"Iya kak El,"
"Pinter." Puji El, El melihat dalam warung. Ia melihat mang ucup yang sedang menggoreng sesuatu yang El tidak tahu. Mungkin saja lauk. "Mang Ucup, El nitip Taris ya mang, mau ambil mobil sebentar," seru El.
"Iya El,"
"Oke mang makasih," El melirik Taris lagi. "Gue ambil mobil dulu," hanya anggukan yang di berikan Taris sebagai jawaban.
_____
Tak lama setelah El mengambil mobil, ia menuju ke warung mang ujang lagi. Sempat ia cek cok dengan Odi dan Ido karena alasan ia tidak boleh membolos lagi dan lain sebagainya. Namun El tetaplah El, ia tidak bisa di atur begitu saja.
Seperti yang El suruh, Taris menunggu El di tempat yang tadi mereka singgahi. El menuruni mobil, mengarah pada mang ujang untuk membayar semua yang ia beli. Kemudian mengajak Taris untuk memasuki mobilnya. Mereka benar benar pergi dari sana.
Di dalam mobil tak ada percakapan seperti biasanya jika saja Taris tak memulai.
"Kak El, HP Taris ada di tas,"
"Ya terus?"
"Kak El udah bilang Tasya?" Tanya Taris.
"Belum, nih lo yang bilang," balas El menyerahkan handphonenya pada pangkuan Taris.
Tarisa meraih handphone El, gadis itu menghidupkan handphone El dan terkunci. El memberikan sandi pada handphonenya. Tidak seperti biasanya, gumam Taris.
"Kekunci kak,"
"Masa lo gatahu sandinya?" Tanya El,
"Engga tahu, kan biasanya handphone kak El gadikasi sandi,"
"Yaudah siniin,"
Baru saja Taris hendak memberikan Handphone El, namun sebuah panggilan membuat Taris mewurungkan niatnya. Gadis itu membaca nama yang tertera disana beserta foto yang terpajang.
"Elena? Siapa Elena kak?" Tanya Taris,
Ckitttt!!! El mengerem mendadak mobilnya. Dengan sekali tarikan, El merampas handphonenya dari tangan Taris.
"Lo lancang banget liat liat handphone gue?!!!" Bentak El membuat Taris terkejut setengah mati.
Bingung dan terkejut, Taris tidak mengerti dengan apa yang dilakukan El.
- To be continue -