"Elena? Siapa Elena kak?" Tanya Taris,
Ckitttt!!! El menginjak rem mendadak. Dengan sekali tarikan, El merampas handphonenya dari tangan Taris.
"Lo lancang banget liat-liat handphone gue?!!!" Bentak El membuat Taris terkejut setengah mati.
Bingung dan terkejut, Taris tidak mengerti dengan apa yang dilakukan El. Kenapa ia marah? Bukankah pria itu sendiri yang menyerahkan handphonenya?
"Kan Taris tadi pinjem buat telfon Tasya kak, terus kontak yang namanya Elena nelfon kakak, ya kan ada di layar. Taris gak sengaja liat kak." Oceh Taris menjelaskan kronologinya secara rinci.
"Elena bukan siapa-siapa." Ucap El datar. Ia berusaha menjelaskan situasinya juga, namun meski Elena kekasih El pun, Taris tidak akan berkomentar. Karena semua itu hak El. Taris akan senang jika El memiliki kekasih, karena jika hal itu terjadi, hidup Taris mungkin bisa sedikit longgar.
"Ya mau Elena pacar kak El juga gak papa, yang penting kak El kenalin ke Taris. Biar jadi kakak Taris sama kaya kak El." Balas Taris.
Ekor mata El melirik Taris yang duduk tepat di samping kursi kemudinya. Ada sorotan tak suka bahkan benci mendengar gadis itu mengucapkan hal itu.
"Bisa diem nggak?!" Bentak El.
Dibuat jantungan, Taris sendiri diam tak berkutik. Ia masih mengatur jantungnya karena El. Masih bertanya-tanya kenapa El semarah itu.
"Kak El kenapa marah sama Taris sih? Taris gak ngelakuin kesalahan apapun. Gausah bentak kak," ucap Taris mengusap telinganya.
"Gue gasuka lo bilang gitu!"
"Taris minta maaf, tapi kakak jangan marah-marah gitu kak."
"Lo sama otak lemot lo itu bikin gue kesel Taris. Kenapa? Lo seneng kalo gue punya cewek? Terus lo pikir lo bisa bebas? Gabisa Taris. Gue punya cewekpun, lo itu tetep harus nurut sama gue." Tekan El, sudah lebih dari seribu kali El mengatakan hal itu. Taris harus menurutinya, ucapan El sama seperti titah raja, El rajanya, dan taris budaknya. Lucu sekali. Namun Taris tak pernah bisa menyangkalnya.
"Handphonenya kak El mana, Taris kan mau nelfon Tasya."
El tidak langsung memberikan handphonenya. Ia mengotak atiknya terlebih dahulu. Menggerakkan dua jempolnya dengan lihai diatas layar. Dapat ditebak bahwa El tengah mengirimkan pesan untuk seseorang.
Namun selang beberapa detik lagi-lagi kontak bernama Elena menelponnya. Decakan kesal dari bibir El menunjukkan bahwa ia kesal.
"Apaan sih?!" Tanya El kesal.
"Lo kemana sih El? Dari tadi kita nungguin lo, lo lupa kalo ada kerja kelompok?"
"Lo jangan nelfon gue ya! Gue lagi males buat mikir. Lo boleh hapus nama gue dari kelompok. Gue lagi sama Taris. Itu artinya lo gabisa ganggu gue."
"El tapi lo gabisa seenaknya buat..."
Tut
El langsung memutuskan telfon secara sepihak. Elena, dia adalah ketua kelas di kelas El, teman akrab Odi dan Ido karena sifatnya yang tidak feminim. Elena adalah sosok gadis tomboy yang tidak ada cocok cocoknya menjadi perempuan. d**a rata berminiset, dan potongan rambut ala dora.
Elena memang tak pernah bertemu langsung dengan Tarisa, gadis yang hidup di bawah perintah El. Namun, Elena tahu, Tarisa adalah satu-satunya gadis yang bisa menghancurkan seorang Elmarc dengan sekali tebas. Mungkin suatu saat mereka akan bertemu.
"Ini," El menyodorkan handphonenya.
"Kak El ada kerja kelompok?" Tanya Taris hati-hati.
"Iya."
"Kenapa gak kerja kelompok aja kak? Kalo nilai kak El jelek gimana?"
"Gausah cerewet Taris."
Taris menunduk. Jika El sudah berkata ketus seperti itu, tandanya Taris tidak boleh mengoceh lagi. Ia membuka handphone El, kemudian menekan ikon bergambar buku. Menscroll kebawah untuk mencari nama Tasya.
Setelah menemukan nama temannya itu, Taris langsung menelfonnya. Beberapa menit kemudian Tasya menerima panggilan Taris.
"Halo kak El?"
"Tasya ini Taris minjem handphonenya kak El,"
"Apaan Tar?"
"Minta tolong tas sekolah Taris bawain ya, soalnya Taris lagi sama kak El ini. Mungkin Taris gak balik lagi ke sekolah."
"Gue bawa kemana tasnya?"
"Kerumah Tasya aja, nanti Taris kesana sama kak El,"
"Oke."
"Makasih ya Tasya."
"Iya Taris, udah gue tutup ya, lagi makan cilok ini."
"Oke oke,"
Tut
Taris memberikan handphone El, El menerimanya dan langsung memasukkan kedalam saku. Dan saat itu juga mobil melaju.
Tujuan mereka toko buku karena El sudah berjanji mengantarkan Taris ke toko buku. El melemparkan jaketnya kepangkuan Taris, ia tidak suka Taris memakai seragam SMPnya.
"Pake jaket gue, di belakang ada celana lo, pake sekalian. Ganti seragam bocah lo."
"Kenapa harus ganti kak? Jaket kak El juga gede gini,"
"Mulai ngebantah?"
"Bukan gitu, jaket kakak gede."
"Ya Biar aja kali, jaket gue juga jaket jeans. Oversize lagi zamannya Taris. Gue tunggu luar. Cepet ganti, seragam SMP lo ganggu gue banget."
Taris diam, ia memakai jaket kebesaran El. Dan alhasil tangannya tenggelam. Sebenarnya kesal dan ingin menolak, namun Taris tak ada nyali melakukan hal tersebut.
El keluar dari mobil, kemudian sebelum menutup pintunya, ia menunduk menatap Taris.
"Dua menit cukup buat ganti celana. Paham?"
"Iya."
Tentu saja dua menit tidak cukup jika Taris tak segera mengganti celananya. Apalagi ia menggantinya di dalam mobil.
Dengan kecepatan super, Taris mengambil paperbag di kursi belakang dan memakai celananya cepat-cepat. Elmarc memang pesuruh handal. Jagonya menyiksa anak orang.
Saat El membuka pintu, Taris tengah memasang resleting celananya. "Keluar."
"Bentar Taris benerin rambut,"
"Centil banget, udah buruan keluar."
"Sabar kak El,"
"Gabisa, cepet keluar. Atau gue seret nih?"
"Tck! Kak El maksa banget."
"1.."
"Iya iya!"
Dengan kesal Taris keluar dari mobil. Menghampiri El yang sedang berdiri disamping mobilnya. Rambut Taris masih berantakan. Wajahnya menahan kesal. Entah sudah berapa kali kaki Taris tersentak berjalan tidak ikhlas kearah El.
Namun tanpa disangka sangka El mengambil tangan Taris. Melipat jaketnya hingga tangan mungil gadis itu terlihat. Seketika kekesalan Taris mereda karena perlakuan kecil El. El memang kasar, ucapannya pedas, jarang senyum, mungkin karena hidupnya sudah mewah sejak lahir sehingga ia bersikap arogan seperti itu. Lebih tepat mungkin sifatnya nurun dari kris bapaknya. Tapi, jika El bersikap manis sedikit saja membuat orang mimisan.
"Makasih kak." Ucap Taris tersenyum senang. El melirik kemudian ikut tersenyum meski sebentar.
Tak selesai sampai disana. El juga membenarkan rambut Taris. "Udah ayo masuk" ucap El saat dirasa penampilan Taris sudah selesai.
"Iya,"
_____
Didalam toko buku mereka berdua menjadi pusat perhatian. Para gadis yang berbisik kepada temannya karena kagum dengan ketampanan El, kemudian pria berkaca mata yang terpesona dengan kecantikan Taris. Mereka berdua, Taris dan El bukanlah sepasang kekasih di mata semua orang yang ada disana. Melainkan dua orang kakak adik yang akur.
"Kak lihat deh, buku ini sama ini bagus mana?"
"Yang itu,"
"Beliin ya."
"Beli sendiri."
Taris memanyunkan bibirnya. El tentu saja tersenyum melihat kelakuan gadis kecilnya. "Kak El kan banyak duitnya di kasih om Kris. Taris mah uang jajannya sedikit. Tahu sendiri mama pelit kak." Keluh Taris.
"Kata siapa? Uang jajan gue mau gue beliin motor baru. Jadi gue ngehemat. Masa lo jajan minta gue terus?"
"Minta ke siapa lagi kalo bukan kak El? Kan kak El banyak duit. Terus ngapain juga beli motor? Kak El kan udah ada mobil. Mahal lagi mobilnya."
"Ya biar punya motor aja, gue kan pengen bonceng lo."
"Minta aja ke om kris kak, uang jajan kak El bagi bagi ke Taris aja. Beliin Taris buku. Katanya biar Taris pinter?"
"Kalo bukunya novel gak bakal bikin lo pinter. Apalagi novel yang lo beli novel remaja cinta cintaan. Yang ada bikin baper. Buku pelajaran tuh baru bikin lo pinter."
Taris memanyunkan bibirnya. Ia menghembuskan nafas lelah. Kemudian menaruh lagi buku novel yang ia pegang. "Ayo deh pulang kak, Taris gak jadi beli."
"Ngambek? Gitu aja udah ngambek?"
"Enggak kak, orang Taris kesini minta beliin buku. Taris gak bawa dompet. Besok aja kesini lagi." Balas Taris dengan nada kecewa.
"Udah ambil aja, beli yang mana aja. Gue bayarin."
"Enggak deh, katanya kak El mau beli motor."
"Elah lo dibercandain gabisa apa? Udah cepet milih."
Taris menatap mata El berbinar. Satu hal yang baru Taris ketahui. Elmarc tidak bisa bercanda. Yang pria itu bisa adalah membuat orang kesal. Karena bercanda versi Elmarc tidak ada lucu-lucunya. Yang ada hanya keseriusan.
"Beli ini sama ini ya kak."
"Iya ambil aja."
"Sama yang ini."
"Iya,"
"Yang ini juga bagus."
"Ambil."
"Yang itu.."
"Mulai ngelunjak kan?"
"Bercanda kok kak. Segini aja. Ayo bayar kak."
Taris mendahului langkah El. Kemudian menuju kasir untuk menyerahkan beberapa buku yang ia pilih. El menyerahkan kartunya kepada kasir tanpa basa basi.
"Pulang sekolah ya mas?" Tanya mbak mbak kasir yang sedang menscan satu persatu buku Taris.
"Iya mbak," Balas Taris karena El tak kunjung menjawab.
"Sama adeknya?"
"Iya mbak, sama adeknya." Balas Taris lagi.
"Bukan adek mbak, tapi pacar." Koreksi El membuat mbak-mbak kasir terkejut. Tarispun tak kalah terkejutnya. Apa El sedang bercanda lagi?
"Enggak mbak, kak El bercanda," Balas Taris mengayunkan tangannya kekanan dan kekiri.
"Gausah serius gitu kali mbak mukanya. Gue bercanda kali."
Lagi.
Bercandaan El tidak lucu.
_____
Di dalam mobil terasa sunyi. El sibuk menyetir dan Taris sibuk dengan novel barunya. Kejadian tadi benar-benar mengganggu pikiran Taris. Pertama kalinya Elmarc mengatakan bahwa dirinya adalah kekasih pria itu. Meski bercanda, namun tetap saja jantung Taris tak bisa berhenti berdetak keras.
Elmarc juga merutuki kebodohannya. Kenapa juga ia kesal disangka adik kakak dengan bocah yang duduk disampingnya saat ini?
Alasan El menyuruh Taris ganti adalah untuk menghindari pikiran orang yang menganggap mereka adik kakak. El lebih suka jika orang menganggap Taris adalah kekasihnya. Namun bagaimana mereka bisa mengira hal itu jika Taris saja masih duduk di bangku SMP? Wajahnyapun masih terlihat manis. Dan untuk pertama kalinya El tidak sabar menunggu Taris dewasa.
"Kak kenapa kakak tadi bilang kalo Taris pacar kakak? Meski itu hanya candaan. Tapi gak lucu kak,"
"Terserah gue. Mulut gue juga."
"Ya tapi Taris jadi kepikiran. Jantung Taris kaya jantungan."
"Apaan jantung kaya jantungan. Bahasa lo berantakan banget. Yang penting lo gak mati kan? Udahlah lupain aja. Gue bercanda doang itu."
"Ya masalahnya gacuman jantung Taris kak. Perut Taris juga geli."
"Lo baru rasain itu sekarang?" Tanya El.
"Iya, Taris baru rasain tadi."
"Lo tahu gue ngerasain itu dari dulu. Dari pertama tante angel bawa lo kerumah gue Tarisa. Dan sampe sekarang. Hal itu masih gue rasain."
Ucap El serius. Taris terdiam memperhatikan wajah El dari samping karena pria itu masih sibuk menyetir.
Satu-satunya alasan Taris terdiam tanpa kata. Ia tidak mengerti dengan hal yang ia rasakan.
"Kak El tahu kenapa Taris gini?"
"Tahu."
"Kenapa?"
"Lo mau jadi milik gue."
- To be continue -