Hari ini hari pertama Taris menjadi kekasih Elmarc. Ia menjadi gugup menunggu pria itu menjemputnya, entah kemana rasa kesal itu. Namun yang Taris tahu, jantungnya tak berhenti berdetak, apalagi jika ia mengingat ciumannya kemarin bersama El. Rasanya Taris mau mati saja menahan malu.
Ada yang aneh, ia ingin tampil cantik di depan El, gadis itu menatap pantulan dirinya di depan cermin, ia tidak tahu sudah berapa kali menyisir rambutnya, sudah berapa kali menata seragamnya. Bahkan ia merasa aneh karena mengenakan lip tint seperti yang teman-temannya gunakan saat di sekolah. Pasalnya bibir Taris memang merah, sehingga ia tak perlu menggunakan lip tint. Namun karena ia ingin tampil cantik, ia mengenakan lip tint warna orange yang semalam ia beli lewat online. Tak lupa ia memakai mascara untuk membuat lentik bulu matanya yang memang sudah panjang tersebut.
Elmarc sedang ditahan Angel untuk menyicipi kue buatannya. Tentu saja El bilang enak meski masakan Angel jauh berbeda dengan masakan bundanya Thalia.
"Iya El, ini tante niru resep bunda kamu. Enak kan El?"
El tersenyum seraya mengunyah, "enak kok tante."
"Tante heran sama bunda kamu, pinter segalanya dia, pantes aja nurun ke kamu ya. Beda sama Taris, mungkin dia kaya tante kali ya, jadi tante gabisa marahin dia kalo nilai dia anjlok." Oceh Angel.
El hanya tersenyum geli, "tapi Taris cantik tante," puji El.
"Ih kamu suka sama Taris?"
"Suka tante, kan cantik.".
"Aduh bukan itu maksud tante El,"
Sebenarnya El tahu maksud Angel, namun ia tidak ingin membeberkannya sekarang, waktunya belum tepat karena Taris masih terhitung bocah. Ia tidak ingin punya masalah dengan Leo yang overprotective kepada puterinya Tarisa. Tunggu waktunya tepat, El akan merebut Taris dari tangan siapapun sehingga nanti akan menjadi miliknya seutuhnya.
"Maaa, kak El udah datang belum?" Teriak Tarisa yang menuruni tangga.
"Udah sayang, ini makan kue mama." Balas Angel.
Tarisa berlari menghampiri keduanya. Wajahnya berseri, ia menghampiri El, duduk disamping pria itu. El masih seperti biasa, cuek dan dingin.
"Mama kok nyuruh kak El makan kue mama sih? Kan gaenak?"
"Siapa bilang? Orang El suka kok."
"Ayo kak El berangkat, nanti kak El sakit perut makan kue mama."
"Aduh Taris kamu durhaka banget nyinggung perasaan mama. Enak kok ini kuenya."
"Iyadeh enak, Tarisa berangkat dulu ya Ma." Gadis itu menyalimi tangan Angel dan mencium kedua pipi wanita itu. El melakukan hal sama, ia menyalimi tangan Angel kemudian keluar dari rumah Taris untuk berangkat ke sekolah.
Di dalam mobil tangan Taris tak bisa diam, saling memaut karena gugup. Sedangkan El dingin seperti biasa, tak ada niatan untuk memulai pembicaraan.
Lampu merah membuat El berhenti fokus, pria itu menatap Taris yang masih sama, diam gugup.
"Lo pake make up?" Tanya El.
"Cuma pake lip tint doang kak."
"Hapus."
"Kok di hapus?"
"Lo sekolah, niatnya belajar, bukan pake make up gini. Gasuka gue. Cepet hapus. Itu ada tissue di jok belakang."
"Ih kak El, kenapa sih Taris gaboleh pake lip tint? Hampir semua temen Taris pake make up. Taris cuma pake liptint aja, kok sama kak El gaboleh sih?"
"Gue bilang gaboleh ya gak boleh! Masa gue kudu bentak lo dulu baru lo ngerti sih Taris?!"
Taris terdiam cukup lama, El membentaknya sangat keras membuatnya tak bisa berkutik.
Taris mengambil tissue yang ada di belakang jok, kemudian menghapus lip tintnya. Membuang tissue itu pada tempat sampah kecil yang tersedia di mobil El.
El masih fokus menyetir saat lampu merah kembali hijau. Taris marah tentu saja, ia kesal, ia benci saat El membentaknya, apalagi saat mereka hari pertama jadian. Apa El menjadikannya kekasih hanya untuk dimarahi? Diatur ini dan itu? Taris sendiri bodoh kenapa ia harus tampil cantik di depan El. El tetap sama meski sekarang mereka berdua adalah sepasang kekasih.
"Taris berangkat dulu." Ucap Taris turun dari mobil, tanpa menoleh sedikitpun pada El.
El sendiri tak menahan Taris untuk turun dari mobil setelah pertengkaran mereka. Ia sibuk merutuki kebodohannya. Taris cantik tanpa make up, dan ia semakin cantik hanya menggunakan lip tint? Apa kabar teman sekolahnya nanti? El tidak bisa memantau langsung gadis SMP itu. Lantas ia marah, ia benci Taris memakai make up saat tak ada dirinya. Meski El tahu Taris berusaha menarik perhatiannya.
"Dasar gadis bodoh, lo gausah narik perhatian gue. Gue udah tertarik sama lo tanpa lo harus dandan sekalipun."
_____
"El! Tugas yang kemarin di bahas mana? Cuma kamu aja yang belum ngumpulin." Ucap Bu Erin menagih.
"Ketinggalan bu."
"Alasannya itu itu aja, kamu niat enggak sih El?"
"Namanya lupa bu."
"Cepet putari lapangan sepuluh kali sebagai hukuman!"
"Berani kasih saya hukuman bu? Mau saya laporin ke Ayah saya?"
"Ibu gapeduli ya El! Ayah kamu juga sudah berpesan ke kita kalau gaboleh kasih kamu kelonggaran. Cepet sebelum ibu laporkan ke kepala sekolah!"
"Ck!"
El menendang bangkunya sebelum kemudian keluar dan menerima hukuman yang diberi bu Erin padanya. Guru muda itu memang membencinya, apalagi kalau bukan karena El selalu membantah dan berani melawan. Dan karena ayahnya Kris menitipkan pesan itu kepada sekolah, bahwa El harus di perlakukan seperti siswa biasa, alhasil semua guru berani padanya. Sial memang. Ayahnya dan dirinya tak jauh beda, namun Kris malah membuatnya menderita seperti saat ini.
"Ayah pasti balas dendam karena minggu lalu kalah main PS." Gerutu El.
El benar-benar melaksanakan hukumannya, pria itu memutari lapangan hingga seragamnya basah. Bersamaan dengan jam pelajaran selesai, banyak siswi yang duduk di kursi tepi lapangan hanya untuk memperhatikan pria itu. Tak absen juga gadis populer Tadara Jaya, Arsy.
"Kak El, ini aku bawain air sama handuk." Ucap Arsy mendekati El. Membuat para gadis lain merasa terkalahkan karena Arsy bergerak cepat. El melirik sekilas, mengambil handuk untuk mengelap dahinya. Air dari Arsy juga tak lupa ia minum karena ia memang butuh keduanya.
Arsy kegirangan, untuk pertama kalinya setelah penolakan-penolakan yang El lakukan padanya, kali ini El menerima apa yang ia berikan.
"Thanks ya." Ucap El.
"Iya kak sama-sama. Kakak dihukum lagi? Kenapa?"
"Biasa." Balas El cuek.
"Kakak mau jus enggak? Aku beliin, kalau enggak ke kantin bareng yuk kak, siapa tahu kakak laper?"
"Gak usah, gue mau me warung mang ujang. Gue duluan ya. Makasih handuk sama airnya."
"Iya kak El sama-sama." Balas Arsy masih tersenyum lebar. Gadis itu memeluk erat botol dan handuk bekas El pakai. Gadis itu bahkan bersumpah, ia tak akan mencuci handuknya. Segitu sukanya ia pada El. Menurutnya El adalah pria yang sempurna untuknya. Dia pria tampan, pintar, dan kaya. Sehingga Arsy selalu menolak siapa saja yang mendekatinya. Menolak mentah-mentah orang yang menembaknya langsung. Dan yang lebih parah, gadis itu membanding-bandingkan pria yang menyukainya dengan seorang Elmarc. Arsy adalah gadis yang penuh ambisi.
_____
To : Tarisa
Lo dimana?
From : Taris
Di kelas.
To : Tarisa
Ke warung mang ujang, cepet.
From : Tarisa
Engga, cape.
To : Tarisa
Sekarang!
Tak ada balasan dari Taris. El menunggu hingga lima menit berlalu, kesal, El kembali mengirimi Taris pesan.
To : Taris
Jangan buat gue nunggu dan bikin gue ke kelas lo.
From : Taris
Kak El maksa, Taris gamau.
Elmarc menelfon gadis itu, awalnya tidak diangkat, namun saat ia menelfon untuk kedua kalinya, Taris mengangkat telfon darinya.
"Lo mulai berani sama gue?"
"Taris capek kak."
"Gue gamau tahu, kesini cepet."
"Ada perlu apa Taris kesana? Palingan juga nemenin kakak ngerokok."
"Makan, gue pesen makan. Ada dua, satunya gatahu buat siapa. Kesini cepet."
"Kan ada kak Odi sama kak Ido."
"Gue maunya Lo. Lo jadi pacar gaada perhatiannya. Gue mau makan bareng lo. Ini kan hari pertama kita jadian."
Taris tak menjawab. El sempat berpikir gadis itu menutup telfonnya. Namun saat El melihat layar, masih tersambung. Taris tak memutuskan telfon darinya.
"Lo kenapa diem? Kesini cepet."
"Iya ini Taris lagi jalan kak."
"Gue tunggu."
Tak lama kemudian El melihat Taris berjalan ke arahnya. El memperhatikannya dari atas hingga bawah, hingga Taris duduk dihadapannya.
"Makan."
"Kak El juga."
Mereka sama-sama makan dalam diam. Makanan El habis terlebih dahulu. Sedangkan Taris yang fokus makan tak sadar bahwa El memperhatikannya. Bahkan saat makan Taris belepotan, El yang membersihkannya, layaknya romansa klasik, begitulah kisah mereka.
"Gimana belajarnya?"
"Ya kaya biasanya kak. Kalo kakak?"
"Gue dihukum sama bu Erin, suruh lari keliling lapangan."
"Pasti ga ngerjain PR lagi."
"Iya."
"Ini Taris bawa air. Minum gih. Jangan minum es teh."
"Kenapa?"
"Es tehnya buat Taris aja. Kak El minum air putih Taris."
"Nyebelin banget lo?"
"Bercanda kak El."
"Gak lucu."
"Yaudah gausah marah."
El mengelus puncak kepala gadis itu. "Lo gapapa kencan pertama di warung mang ujang?"
"Sekarang gapapa. Tapi nanti malem ke restoran steak dong kak. Taris lama gamakan steak."
"Matre banget."
"Ih bukan! Biar romantis."
"Bocah emang tahu romantis kaya gimana?"
"Kak El sendiri kok suka bocah? Macarin bocah?"
"Lama gue nunggu lo SMA. Ya terpaksa macarin bocah. Biar lo gak diambil orang."
Taris memanyunkan bibirnya, kesal karena dipanggil bocah.
Hingga suara seseorang membuat El dan Taris menoleh.
"Kak El kok diem disini? Sama anak SMP? Adik kak El ya?"
- To be continue -