Daniel menatap bangunan di depannya. Pria yang baru saja turun dari mobilnya tersebut berdiam diri dihadapan gerbang rumah Anisa. Sampai di Jakarta, laki-laki itu langsung meminta supir keluarganya untuk mengantarkan dirinya menyambangi kediaman wanita yang masih melekat di dalam hatinya. Ditangannya ada sebuah kotak hadiah— hasil dari pilihan asisten pribadinya di Semarang. “Selamat malam Pak. Kalau boleh saya tahu, ada keperluan apa Bapak berdiri di depan rumah majikan saya?” Daniel menyambut introgasi umum keamanan Anisa dengan senyuman, sebelum memberitahukan jika dirinya merupakan sahabat dari putri pemilik rumah. Ia berkata datang dari Semarang, hingga sosok yang dirinya kenal mendekat menghampiri keduanya. “Mas Daniel kan?” Kembali Daniel mengulas senyum ramah. Ia menganggukka