“Sayang.. Kamu nggak berangkat kuliah?” Anisa menarik-narik selimut yang Andrean gunakan. Suaminya masih setia bergelung padahal jam di dinding telah menunjukan pukul tujuh pagi. “Telat nanti, Yang.” Semalam mereka pulang cukup larut. Setelah mengantarkan Daniel ke airport, mereka dan Zidan menyempatkan diri mampir pada sebuah warung tenda yang menjual aneka ikan segar. Ia ngidam ingin memakan terong goreng pinggir jalan. “Masih ngantuk, Nis. Papa bilang nggak usah. Dia udah kirim orang buat pengunduran diri aku.” Andrean tak berbohong. Matanya sangat sulit untuk terbuka sekarang. Seharian ia menyetir tanpa ada orang yang mau menggantikannya. Tulang-tulangnya terasa akan rontok jika ia bergerak sedikit saja. Salahkan saja Daniel. Sahabatnya itu tiba-tiba memajukan hari kepulangan ke Se