Bathroom

883 Kata
“Om…nanti ada yang datang…” bisikku mencoba melepaskan pelukan erat om Delon. ”Tidak, Sayang. Om sedang izin untuk mandi. Kamu tenang saja, om sudah atur semuanya…” ucapnya dengan tenang. “Bagaimana kalau tante Helga nyari om tiba-tiba?” Tanyaku yang tak ingin tante Helga memergoki kebersamaan kami. Walau bagaimanapun, aku tak ingin tante Helga semakin menyakitiku. ”Bisa tidak, kalau kita lagi bersama, tidak usah membahas siapapun, Sayang?” Bisik om Delon perlahan.”Om tahu, kamu juga tahu banyak rahasia tentang Helga, dan kamu tahu persis bagaimana posisi om, bukan?” Tanyanya padaku dengan tatapan penuh selidik, aku hanya bisa menunduk diam. ”Sudah, gak usah takut. Om tidak menyalahkan kamu, Sayang…” Om Delon menatapku lekat dia jelas melihat perubahan wajahku yang terkejut. “Sudah. Jangan bahas orang lain dalam kebersamaan kita yang berharga ini, oke?” ucap om Delon langsung mengunci pintu. ”Yaudah. Om sana keluar dulu. Wawa mau siap-siap, Om. Gak enak kalau ada yang lihat om kesini…” ucapku berusaha untuk membuat om Delon keluar dari kamarku. Meski hubungan pernikahan mereka tidak baik-baik saja. Tetap saja, aku tidak mau tertangkap basah begini. ”Om juga mau siap-siap, dan mau mandi…” om Delon mengedipkan sebelah matanya dengan tersenyum nakal ke arahku. Wajahku menegang seketika. ”Kalau om mau mandi, ya sana…kok malah ke kamar Wawa?” Tanyaku sambil mendorong tubvhnya, aku pura-pura polos, dan malas menanggapi tingkah om Delon. Bukan tempatnya, dan bukan waktunya. Cukup tadi malam aku salah jalan. Dan aku kehilangan diriku. Kali ini, tidak boleh lagi. Meski aku sangat menyukai om Delon. Dia itu bagiku sosok yang sangat membuat hatiku nyaman. “Hmm…om itu sengaja kesini, karena pengen mandi bareng kamu, Sayang. Boleh, ya?” Tatap mesra om Delon membuatku menelan ludah. ‘Boleh, ya, Hmm…” dia meraih daguku dan mengecupnya hangat. “Ja-“ baru saja aku mau menjawab. Aku tiba-tiba dikejutkan oleh om Delon yang langsung menggendongku, ala-ala bridal style menuju bathroom mewah villa yang hanya berdinding kaca. ”Om…” bisikku tak mampu berkata-kata, terlebih setelah om Delon membuka satu persatu pakaian yang aku kenakan. ”Kenapa, Sayang?” Bisiknya dengan suara serak, dan sorot mata memohon. ”Om, kalau tiba-tiba ada yang datang gimana?” Tanyaku kawatir. Bagaimana tidak? Setelah mendengar obrolan dengan tuan Liam tadi saja, aku merasa jika aku harus segera pergi dari keluarga ini jika hidupku ingin baik-baik saja. Karena mereka sepertinya menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tapi, Om Delon sepertinya benar-benar dimabuk asmara. ”Biarkan saja, kalau emang mereka mau kesini, dan melihat kita. Bukankah itu mempermudah kita untuk melanjutkan hubungan, bukan?” Tanya om Delon yang meraih tanganku dan mengajakku masuk ke dalam bath up. Astagaa…jawaban macam apa ini? Aku hanya bisa menahan nafas, karena om Delon menggenggam erat tanganku. “Om…ayo buruan mandi, jangan lama. Bukankah om tadi mau bahas masalah bisnis sama orang tadi?” Tanyaku lagi mencoba mengalihkan om Delon. ”Tuan Raksa? Dia hanya formalitas saja kesini, Sayang. Karena sebenarnya, tanpa dia kesini juga, kamu sudah sepakat satu sama lain untuk saling membantu. Aku dan dia lumayan memiliki hubungan yang baik. Dia berhutang padaku…” sahut om Delon dan menuang wine yang ada di rak sisi bath up. Dia meneguknya dan menuangkannya, lalu menyodorkan padaku. “Minumlah, biar badanmu terasa hangat…” balasnya lagi. “Om, Wawa gak minum alkohol…” tolakku karena aku memang tidak pernah menikmati alkohol. ”Tidak masalah, cobalah sedikit, itu akan menghangatkan tvbuhmu…” bisik om Delon lagi dan terpaksa aku meneguknya. ”Gadis pinter. Om makin sulit untuk melepaskanmu…” ucapnya dan tangannya mulai meraba ke bagian inti tubvhku dengan halus. “Oughh…om…”desisku dengan mata terpejam. ”Tadi malem sakit banget, ya?” Bisiknya sambil meraih daguku dan membuatku menatap ke arahnya. Aku mengangguk perlahan. ”Iya, Om…” ”Kamu beneran masih menjaga milik kamu, kamu hebat, Wa. Kamu adalah wanita impian, Om…” tatapnya lembut. ”Sekarang masih sakit?” Tanyanya dengan suara tersekat dan matanya terpejam, manakala satu tangannya mendarat pada bagian yang dia bahas. “Masih sakit ini, Sayang?” Sorot mata sayu membuat dadaku bergemuruh. ”Sedikit, Om…” bisikku. ”Iya, dong. Karena kan masih perdana. Dan tadi malam benernya om gak tega lihat kamu kesakitan gitu, makanya om sudahin segera. Padahal om masih pengen mengulangnya, Sayang…” imbuh om Delon lagi, dan mengusap lembut bagian inti tvbuhku dengan gerakan halus. ”Ough…om…jangaannn…” desisku lagi. Aku merasakan getaran tvbuhku yang dahsyat, terlebih ketika jemari tangan om Delon masuk ke dalamnya. “Ahhh…shhh…om…” aku menggeliat nikmat. Melupakan tujuanku tadi, bahwa aku tidak akan lagi berubungan dengan om Delon, demi keselamatannya dan kariernya. ”Iya, Sayang…nikmat, bukan? Kita coba lagi, ya, Sayang…” om Delon semakin mempercepat gerakan tangannya. Membuatku belingsatan tak karuan. Aku mencengkeram bahunya, hingga air bath up ber ombak karena tingkah kami yang sangat atraktif di dalamnya. ”Oghh…ommm…cukup, Om. Sudah…jangan diterusin, Om…” aku mencoba menepis tangannya. Tapi, om Delon sepertinya benar-benar terbawa gair4h. Dia kini menciumiku dengan nafas memburu. “Sayang…om pengen ngulang lagi…” bisiknya dengan menggigit daun telingaku, membuatku melenguh. ”Oughh…Om….” “Ayo, Sayang…sekali lagi, ya? Hmm…”bisiknya dan terus menciumi leherku. Sampai sebuah ketukan pintu mengejutkanku dan membuat wajah om Delon merah padam menahan kemarahan. TOK! TOK! TOK!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN