Malam itu, rumah keluarga Radit terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya suara jam dinding yang berdetak pelan, menyusup ke setiap sudut ruangan. Radit duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop yang masih menampilkan rekaman Karina dengan pria misterius. Berkali-kali ia memutar ulang, memastikan dirinya tidak salah dengar. Setiap kalimat, setiap nada suara Karina, menghantam kesadarannya seperti pisau yang menusuk perlahan. Aruna duduk di seberang meja, wajahnya pucat namun tegar. “Mas, kita nggak bisa gegabah. Kalau bukti ini sampai ketahuan Karina, dia pasti akan hancurkan semuanya. Kita harus simpan baik-baik, sambil cari cara yang tepat untuk menggunakannya.” Radit mengusap wajahnya kasar. “Aku masih nggak percaya. Dia adikku, Na. Adik yang aku besarkan, aku lindungi sejak kecil.

