Chap 6

2286 Kata
"Tapi saya bisa membantu Anda." Ucapan itu mengejutkan Gisna. Dia membeku. Kepalanya mendongak dan memandang langsung atasannya. Mata coklat keemasan yang dibingkai bulu mata panjang dan lentik beserta alis hitam dan lebat memandangnya lekat. Gisna tahu atasannya berbicara serius padanya saat ini, namun entah kenapa Gisna merasa takut dengan apa yang akan ia dengar kemudian. Jelas pasti akan ada syarat yang diajukan pria itu kepadanya. "Tapi ada syaratnya." Tepat seperti dugaan Gisna sebelumnya. "Sya-syarat apa, Sir?" tanyanya takut. Beranikah ia mendengar  syarat yang akan diajukan pria itu padanya? Tapi untuk saat ini ia harus menghilangkan segala ketakutannya. Demi keberhasilan operasi ibunya. "Apakah Anda sekarang sedang berhubungan dengan seseorang?" pria itu balik bertanya. Gisna menggeleng. Ia tidak mungkin mengakui kalau ia sedang mencoba mendekati Haris  sementara pria itu sendiri bersikap seolah mereka adalah orang asing. "Apa Anda berencana menikah dalam waktu dekat?" Gisna kembali menggeleng. "Apa Anda punya penyakit bawaan?" lagi-lagi jawaban Gisna adalah gelengan kepala. "Apa Anda tidak keberatan menikah dan memiliki anak dari saya." Gisna kembali menggeleng sebelum akhirnya sadar dengan pertanyaan Lucas. Mata dan mulutnya membulat. "Hah? A-apa?" ucapnya terbata. Ia tidak salah dengar, bukan? Menikah dan memiliki anak? Dia tidak terkena sindrom Cinderella bukan? “S-Sir?” Bukannya menjawab, pria itu malah menepuk kedua pahanya dan bangkit berdiri. "Anda sudah memberikan jawaban pada saya, nona Agisna Permata. Dan saya tidak akan mengulang pertanyaan saya.” Jawabnya dengan nada data. Pria itu meraih sesuatu dalam jasnya dan Gisna melihat pria itu memegang benda pipih berbentuk persegi. “Saya akan mengirimkan nominal yang Anda butuhkan. Dan sebagai gantinya Anda akan melakukan apa yang sudah menjadi jawaban Anda. Bahwa Anda akan menikah dengan saya dan melahirkan anak saya.” Lanjutnya. Gisna mencoba mencerna kata demi kata. “Bukan pernikahan yang seperti Anda pikirkan, sebenarnya.” Lanjutnya. “Lebih jelasnya adalah, saya membantu Anda dengan menyelamatkan nyawa ibu Anda dan sebagai gantinya Anda memberikan saya nyawa lain, yaitu anak untuk saya. Atau istilah yang digunakan oleh orang saat ini adalah, Ibu Pengganti." "Ta-tapi, Sir?" Gisna ikut berdiri dan memandang atasannya itu dengan panik. Apa ini? Menikah? Melahirkan? Ibu Pengganti? Gisna sama sekali tidak paham dengan satu pun kata yang dibahas Lucas. "Ya, atau tidak sama sekali?" Lucas melambaikan ponselnya di hadapan Gisna. "Ta-tapi, Sir?" Lucas hanya menjawab keraguannya dengan mengangkat sebelah alis. Ia hendak memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jasnya, namun tangan Gisna terulur dan meraih lengan pria itu dengan gerakan cepat yang tidak pernah ia duga sebelumnya, mencoba menghentikan Lucas. Gisna terkejut dengan tindakan agresifnya dan dengan cepat melepas pegangan tangannya. Ujung jarinya terasa seperti tersetrum oleh aliran listrik kecil. Ia kembali menggenggam kedua tangannya dengan gugup. "Sa-saya bersedia, Sir." Ucapnya dengan gugup. Tidak ada pilihan lain saat ini. Ini semua demi ibunya. "Bersedia untuk...?" pria itu menggantung kalimatnya. Terdengar nada menggoda dalam suaranya, dan Gisna yakin pria itu tengah menahan senyum. "Bersedia untuk menikah dan melahirkan putra Anda, Sir." Ucapnya dengan suara yang lebih mantap. Lucas tampak menganggukkan kepalanya. "Baiklah, sebutkan nomor rekeningmu." Ucapnya kemudian. Gisna meraih ponsel dari dalam saku blazernya dan menyebut nomor rekeningnya. Dua menit kemudian ia mendapatkan SMS yang berisi bahwa ia telah mendapatkan transferan dari sebuah rekening dan nominalnya sangat mengejutkan. Mengedipkan mata untuk menjernihkan penglihatannya. Ia melihat ponsel dan Lucas bergantian. Jumlah yang dikirimkan pria itu dua kali lipat dari nominal yang dibutuhkan Gisna. "S-Sir.." ucapnya masih memegang ponselnya dengan gemetar. "I-ini terlalu..." "Anggap saja sebagai uang muka." Ucap Lucas datar. "Dan mulai saat ini, Anda resmi menjadi tunangan saya, Nona Agisna Permata." Ucap pria itu mengusap puncak kepala Gisna. Gisna yang memiliki tinggi hanya setengah d**a pria itu mau tak mau mendongak. Mata coklat keemasan itu juga sedang menunduk ke arahnya. Sudut matanya tampak mengerut, pria itu tersenyum ramah kepadanya. "Pergilah, aku memberikanmu cuti sampai ibumu benar-benar dinyatakan sembuh." Ucap pria itu lagi dengan nada lembut yang terasa merdu di telinganya. Tangan kirinya masih berada di puncak kepala Gisna. Usapannya membuat Gisna mengingat mendiang ayahnya, dan entah bagaimana airmata kembali merebak di kedua matanya dan mengalir begitu saja. Ingin rasanya Gisna menghamburkan dirinya ke d**a bidang pria itu. Menangis dan meluapkan semua rasa yang dibendungnya saat ini. Meluapkan rasa syukur karena ia bisa mendapatkan apa yang saat ini teramat sangat dibutuhkannya. Uang. Yang ia perlukan untuk kelanjutan hidup ibunya. "Te-terima kasih, Sir." Ucapnya dengan pelan. Pria itu hanya menganggukkan kepala dan kemudian mundur. Tindakan yang tepat, setidaknya Gisna tidak perlu merealisasikan apa yang ada di pikirannya. "Pergilah, semoga operasi calon ibu mertuaku berjalan lancar." Ucapnya dengan punggung mengarah pada Gisna. Gisna hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan kembali mengusap airmatanya yang entah sudah keberapa kalinya menetes hari ini. "Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, Sir. Saya bersumpah saya tidak akan melanggar janji saya." Ucapnya lalu kemudian pergi meninggalkan ruangan Lucas. Sekretaris yang tadi membuka pintu untuk Lucas sudah tidak ada di tempatnya. Gisna berlari menuju lift. Hatinya membuncah, ia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya meskipun airmata masih saja jatuh dari matanya. Di dalam lift ia terus berdoa untuk keberhasilan operasi ibunya. Euforianya membuatnya lupa sejenak akan janji yang telah ia berikan sesaat lalu. Masalah pernikahan dan anak, untuk sementara hal itu ia geser dalam benaknya. Sekarang yang penting baginya adalah keselamatan ibunya. *** Gisna duduk di samping tempat tidur ibunya. Dokter sudah mengatakan bahwa operasi ibunya berjalan lancar, namun karena masih dalam pengaruh obat bius, ibunya belum sadarkan diri. Dan ini sudah lebih dari dua puluh empat jam sejak ibunya keluar dari ruang operasi. Ibunya masih tinggal di ICU karena masih perlu dipantau. Sementara ia dan Bik Minah bergiliran menjaga ibunya. Gisna sudah memutuskan akan kembali bekerja besok. Meskipun Lucas mengatakan bahwa ia memberikannya ijin sampai ibunya dinyatakan sembuh, namun ia merasa malu jika harus cuti bekerja terlalu lama. Ia tidak ingin ditanyai oleh rekan kantornya mengenai alasan ketiadaanya beberapa hari terakhir ini. Terlebih ia memiliki hutang yang harus dibayar pada perusahaan dan ia malu juga jika harus membebani Meta dengan pekerjaan yang seharusnya jadi tanggung jawabnya. Tiga hari ini dilaluinya dengan rasa cemas. Bukan hanya karena memikirkan kondisi ibunya, tapi juga karena memikirkan Lucas dan ucapannya tempo lalu. Ia tahu bahwa ia sudah melakukan sebuah perjanjian tak tertulis dengan atasannya itu. dan sebenarnya saat ini ia menunggu kelanjutan dari rencana atasannya. Ibu Pengganti. Kata itu terus saja terngiang dalam pikirannya. Saat ia sedang menunggu operasi ibunya, ia akhirnya menghilangkan rasa penasarannya dengan membuka situs internet dan mencari arti dari Ibu Pengganti yang dimaksud Lucas. Betapa terkejutnya ia ketika hasil dari internet menjelaskan mengenai apa itu arti dari Ibu Pengganti. (Baca Ibu Pengganti dari Wikipedia). Jadi Lucas mengajukan pernikahan hanya sekedar untuk menyewa rahimnya saja? Apa dia seputus asa itu ingin memiliki anak? Pertanyaan lain muncul bertubi-tubi dalam benaknya. Apa memang perlu seperti ini? Diluar sana pastinya tidak sedikit wanita yang bersedia menikah dan mengandung anak pria itu, kenapa pria itu repot-repot membayar orang untuk melakukannya? Orang kaya memang memiliki cara berpikir yang beda. Dan apa yang akan mereka lakukan nantinya?? Melakukan program inseminasi? Bayi tabung? Atau ada prosedur lain? Itulah jawaban yang saat ini ingin ia dengar. Namun sampai jam makan siang selesai, ia sama sekali tidak mendapatkan panggilan apapun dari atasannya ataupun dari Ganjar, asisten atasannya yang juga merupakan kekasih sahabatnya, Meta. Mungkin Lucas sedang sibuk? Atau mungkin pria itu tidak tahu kalau Gisna sudah kembali bekerja? Kenapa Gisna bisa begitu bodoh? Tentu saja Lucas tidak akan mengetahui kehadirannya. Lucas itu bos besar, mana mungkin dia memedulikan hal remeh seperti absensi karyawan. Gisna kembali mengingat pembicaraannya dua hari yang lalu. Flashback Setelah ia mendapatkan transferan dari Lucas, ia langsung berlari ke rumah sakit dan menyelesaikan administrasi ibunya dengan pihak rumah sakit. Saat kembali ke ruang ICU, ia melihat sahabat baiknya Nadira sedang duduk bersama dengan Bik Minah. Ketika Gisna sampai di hadapannya, sahabatnya itu menghujaninya dengan tatapan cemas dan bingung. Tanpa kata, wanita cantik bertubuh tinggi itu memeluknya. Ikut menangis bersamanya dan meminta maaf atas ketidakhadirannya saat Gisna merasa bingung dan membutuhkan bantuannya. Karena memang beberapa hari terakhir sahabatnya itu sedang bekerja di luar kota karena proyek yang sedang dikerjakannya. "Darimana kamu dapat uang sebanyak itu, Na?" tanyanya setelah mereka tenang dan duduk kembali.. "Perusahaan memberikan aku pinjaman, Ra." Jawabnya, meskipun tidak sepenuhnya jujur. Tapi baginya uang yang didapatnya dari Lucas memang ia anggap sebagai uang perusahaan yang harus ia kembalikan. "Bagaimana bisa perusahaan memberikanmu pinjaman sebesar itu, Na? Kamu gak bohong kan sama aku? Kamu gak ngelakuin hal aneh kan supaya dapat uang pinjaman itu?" dahi Nadira berkerut tajam. Kedua tangannya mengenggam tangan Gisna dengan kuat. Gisna menggeleng. "Aku belum bisa bilang sama kamu, karena aku juga belum benar-benar pasti, Ra. Tapi yang jelas, aku dapat uang itu dari Sir Lucas, kau tahu kan. Wakil Direktur Coskun Company?" Nadira mengangguk. "Dia memberikanku pinjaman, dan aku gak tahu itu uangnya pribadi atau uang perusahaan. Tapi yang jelas dia mengirimkanku uang itu langsung dari nomor rekeningnya." Gisna membuka kembali ponselnya dan menunjukkan transaksi yang diterimanya. "Dia tidak mungkin begitu saja ngasih kamu pinjaman kan, Na?" Nadira mengembalikan ponsel Gisna. Jelas memang tidak mungkin bagi seorang pebisnis selevel Lucas memberingan pinjaman tanpa pertimbangan, terlebih uang yang dikeluarkan tidak sedikit. Gisna menatap Nadira dengan takut, tapi jelas kebingungan juga terlihat di wajahnya. Bingung antara harus memendam ini sendirian atau bersikap jujur, Gisna menatap sahabatnya. "Dia..." ucapnya dengan jeda yang cukup lama. Nadira masih menatapnya tajam, "Dia bilang aku harus menikah dengannya dan melahirkan anaknya." Jawabnya pada akhirnya, dan memilih menutup mata untuk menghidari reaksi apapun yang kan ditunjukkan sahabatnya. Benar saja, pekikan Nadira terdengar sedetik kemudian. "Apa?!" Gisna membuka mata dan melihat sedang menatapnya tak percaya. "Aku gak salah denger, Na?" Tanyanya mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Gisna menggelengkan kepala. "Aku juga gak tahu jelasnya apa yang dia maksud. Saat itu yang ada di pikiranku hanya  bagaimana caranya aku bisa dapat uang itu, dan kupikir apa yang diajukan oleh Sir Lucas bukan hal yang aneh. Dia bilang..." "Dia bilang apa?"  Nadira memotongnya. "Dia bilang dia butuh aku untuk jadi Ibu Pengganti." Ya, memang itu kan yang dikatakan Lucas? "Ibu Pengganti? Apa maksudnya itu? Maksud kamu jadi ibu tiri?" Nadira semakin mengerutkan dahinya. "Bu-bukan." Jawab Gisna lagi. "Ibu pengganti itu tidak sama dengan ibu tiri." Gisna kembali mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pencarian di internet mengenai ibu pengganti. Setelah Nadira membacanya, gadis itu membekap mulutnya sendiri untuk menahan pekikan yang hendak keluar dari mulutnya. "Kamu udah gila, Na?” Tuduhnya tajam. “Maksud kamu dia mau kamu ngandung anak dia, gitu?" Gisna menggelengkan kepala. Dia sendiri tidak mengerti dan belum tahu apa maksud dari ibu pengganti menurut Lucas. "Trus habis anak itu lahir gimana? Kalian pisah? Anak itu dibawa sama bapaknya?" kembali Gisna menggelengkan kepala karena dia memang tidak tahu apa yang diinginkan Lucas darinya. "Aku gak tahu, Ra. Aku bener-bener gak mikir sampai sejauh itu. Aku hanya mengiyakan saja apa yang tadi Sir Lucas bilang." "Kamu dah gila?!" Pekiknya tajam. "Bahkan jika ibumu tahu bahwa ini demi menyelamatkan nyawanya, kamu pikir dia akan bahagia?!" Nadira memandangnya dengan wajah marah dan tak percaya. Mau tak mau airmata Gisna kembali merebak. "Ra..." ucapnya dengan nada memelas. Ia tahu apa yang ia lakukan ini salah. Ia bahkan melakukan perjanjian yang ia sendiri tidak jelas dengan ketentuannya. Ia hanya mencoba mencari pembenaran saja atas semua tindakannya. Entah apakah ia akan jadi orang yang dirugikan atau diuntungkan. Yang ada di dalam pikirannya saat ia menerima bantuan Lucas hanyalah ibunya, bagaimana caranya ia mendapatkan uang itu hingga ia bisa menyelamatkan ibunya. Hanya itu. tidak ada yang lainnya. Dan sekarang, setelah mendengar reaksi sahabatnya, ia merasa bahwa ia telah melakukan sebuah kesalahan yang teramat fatal yang ia sendiri tidak tahu kesalahannya ada di mana. Ia tahu—sangat tahu—hanya ia enggan mengakui. Bahwa sebenarnya ia telah menggadaikan dirinya pada Lucas demi kesembuhan ibunya. "Temui dia dan perbaiki keadaan.” Perintah Nadira tegas. “Kalau dia meminta kamu melakukan hal yang absurd, katakan padaku. Kita memang membutuhkan uang itu untuk menyelamatkan ibumu. Tapi tidak berarti kau harus menjadi pihak yang dirugikan, Na. kalau dia meminta uang itu kembali, aku akan membantumu untuk mencarikan pinjaman di tempat lain." Ucapnya dengan nada tegas. Gisna hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Flashbak Off Dan kini kepala Gisna berdenyut hebat. Bukan hanya karena kurang istirahat, tapi juga karena ia bingung harus bicara apa pada Lucas nantinya. Sampai pada jam kerja berakhir, ia masih juga tidak mendapat panggilan dari Lucas. Ia sendiri ingin menghubungi pria itu terlebih dulu. Namun ia tidak memiliki nomor ponselnya. Dan jika ia menghubungi langsung ke lantai di mana pria itu bekerja, ia takut dianggap lancang dan bahkan mengganggu pekerjaan pria itu. Baiklah, mungkin hari ini ia tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan pria itu, pikirnya. Saat ia sedang merapikan mejanya, ia melihat Meta. Tiba-tiba saja pikirannya tertuju pada pacar gadis itu. "Ta." Panggilnya. Meta mengangkat kepalanya dari kubikelnya. "Ganjar lagi sibuk?" tanyanya lagi. "Tumben nanyain Ganjar?" Meta memandangnya dengan dahi berkerut. Bukan karena cemburu, lebih karena penasaran sepertinya. "Aku ada perlu sama dia, bisa minta nomornya?" pintanya. Lalu ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk. Dari Meta yang mengirimkan kontak kekasihnya. "Thanks." Ucap Gisna yang dibalas dengan anggukan dari Meta. Gisna yang awalnya berniat pulang, kini memilih kembali duduk dan mencoba menghubungi Ganjar. Gisna : Sore, Ganjar. Ini Gisna. Aku mau nanya, Sir Lucas sibuk? Pesan dikirim. Ceklis satu, ceklis dua, lalu berwarna biru Ganjar : Sore, Na. Sir Lucas lagi gak di tempat. Ada urusan ke Bandung. Lusa baru balik. Ada masalah? Gisna : Engga juga. Ada sesuatu yang mesti dibahas aja. Ganjar mengirimkan kontak. Nama 'Sir Lucas' tercetak jelas di layarnya. Ganjar : Chat atau call aja langsung, Na. Sir Lucas gak bakalan marah kok kalo emang urusannya urgent. Gisna : Ok! Thanks ya! Ganjar : Yups! Gisna memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Ia kemudian berdiri dan setelah pamit pada Meta ia memutuskan untuk pulang. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN