Dalam perjalanan pulang dari Bandung menuju Jakarta, suasana di dalam mobil terasa begitu tegang. Tidak ada percakapan, hanya keheningan yang menyelimuti mereka semua, masing-masing larut dalam pikirannya sendiri. Denis, yang duduk di kursi depan di samping Pak Tono, sang sopir, bersandar di pintu mobil dengan mata terpejam. Meski terlihat seperti ingin tidur, pikirannya berkelana jauh ke tempat lain, ke wajah Kanaya yang mungkin saat ini sudah bersiap menuju bandara di Milan. Dalam hatinya, Denis tahu, esok siang ia akan segera bertemu dengan gadis yang menjadi pusat segala perjuangannya. Namun, di balik kerinduannya pada Kanaya, ada kepedihan yang tak bisa ia hindari. Ia menyadari bahwa restu mamanya, Sinta, tampaknya mustahil didapatkan. Semua usaha mereka, Kanaya dan dirinya, untuk men