“Jadi, gimana proposal investasi yang saya ajukan, Pak? Apa Bapak berminat?” tanya seorang gadis bernama Zahwah Eliza Adikusumah yang sedang mencari investor untuk merenovasi hotel keluarganya. Perempuan itu menunggu jawaban dengan perasaan gelisah karena khawatir akan ditolak tawarannya.
Pria bernama Dafi Putra Adiwilaga yang duduk di hadapannya itu belum menjawab. Dia menatap layar ponsel di hadapannya. Menunggu kabar dari sang asisten–Raka–tentang sosok perempuan yang ada di hadapannya. Senyuman pria itu melebar saat ponselnya berdenting. Ada pesan masuk dari sang asisten.
Raka : Zahwah Eliza Adikusumah. Anak dari pemilik hotel Andez yang kabur karena hutang miliaran. Saat ini hotel itu disita dan pihak keluarga menanggung utang mereka.
Dafi mengangkat kepala menatap perempuan yang terlihat gelisah di hadapannya. Dia pun tersenyum lalu bicara pada perempuan itu, “Saya setuju untuk memberikan investasi untuk hotel kamu, tapi saya tidak tertarik dengan nominal keuntungan yang kamu coba tawarkan pada saya.”
“Kalau Bapak tidak tertarik dengan keuntungan yang saya tawarkan, lantas apa keuntungan yang Bapak harapkan dari investasi ini?” tanya Zahwah bingung karena dia belum paham apa maksud di balik ucapan Dafi.
“Saya punya penawaran lain.”
“Penawaran apa yang Bapak coba tawarkan pada saya?”
“Pernikahan. Menikahlah dengan saya, maka saya akan berikan investasi pada hotel kamu.” Dafi pun tersenyum.
Zahwah terperanjat. Perempuan itu pun bingung. Investasi macam apa yang timbal baliknya sebuah pernikahan? Aneh bukan?
“Pernikahan? Pernikahan apa yang Bapak harapkan? Pernikahan kontrak tanpa cinta dan setelah sekian tahun kita akan bercerai?”
“Perjanjian pernikahan itu bisa kita bicarakan. Yang penting kamu setuju untuk menikah dengan saya.”
“Maaf, Pak, saya tidak bisa menikah kontrak dengan Bapak. Bagi saya menikah itu hanya satu kali seumur hidup.”
“Kamu menolak tawaran saya?”
“Saya datang ke sini menawarkan investasi dengan keuntungan besar, Pak."
“Sudah saya bilang sama kamu, saya tidak tertarik dengan uang yang kamu tawarkan. saya bisa menghasilkan uang sebanyak yang saya mau tanpa harus melakukan investasi ke hotel kamu itu. Saya cuma mau kamu menikah dengan saya.”
“Tapi, saya tidak bisa, Pak.”
“Ya sudah, saya tidak jadi memberi investasi ke hotel kamu. Hotel kamu itu sudah disita bank. Kamu yakin bisa merenovasi hotel itu? Bank tidak akan membiarkan kamu melakukan itu. Silakan cari investor di luaran sana yang mau investasi ke hotel kamu, saya pastikan tidak ada yang mau melakukan investasi ke hotel yang sedang disita oleh bank.”
Zahwah terdiam. Perempuan itu merasa ditampar oleh kenyataan yang diucapkan oleh Dafi tadi. Namun, dia tidak mau menukar penawaran investasinya dengan pernikahan. Setiap perempuan punya pernikahan impian dengan pria yang dia cintai dan Zahwah tidak mau menggadaikan impiannya itu pada pria bernama Dafi yang dia sendiri tidak kenal siapa pria itu.
“Jadi, apa jawaban kamu?”
“Saya menolak penawaran dari Bapak.”
“Ok kalau begitu, kamu simpan nomor ponsel saya karena saya yakin kamu akan mencari saya pada hari ini juga. Saya sangat yakin soal ini.” Dafi memberikan kartu namanya pada Zahwah.
Perempuan itu menerima kartu nama Dafi lalu menyimpannya dalam tas. “Baik, Pak. Terima kasih.” Zahwah pun meninggalkan ruangan direktur Adiwilaga Grup.
Perempuan itu terus berjalan meninggalkan gedung Adiwilaga Grup itu dan berdiri di depannya. Dia mengeluarkan ponsel lalu menghubungi sahabatnya yang memberikan informasi tentang Adiwilaga Grup. “Halo, Rena.”
“Halo, Za, gimana proposal investasi kamu? Diterima enggak sama pak Dafi?”
Zahwah menghembuskan napas kasar kemudian menjawab pertanyaan sahabatnya itu. “Kayaknya aku enggak jadi deh kerja sama dengan Pak Dafi.” Ada sedikit rasa penyesalan Zahwa karena sudah menolak penawaran Dafi tadi.
“Loh, kenapa? Apa pak Dafi nurunin nilai investasinya?”
“Enggak kok, Ren, dia mau investasi dengan jumlah yang aku tawarkan, tapi dia minta aku menikah dengannya.”
“What?” Terdengar suara tawa bahagia dari Rena mendengar ucapan Zahwah. “Ya sudah kamu terima aja. Pak Dafi itu masih muda, ganteng, single dan uangnya banyak. Kamu enggak mau, Za?”
Zahwah menghela napas. “Iya, aku enggak mau menikah dengan pak Dafi itu, aku enggak tahu dia orangnya seperti apa, Ren.” Wajah Zahwah terlihat bersedih.
“Kamu masih nungguin pacar kamu ya, Za?”
“Iya. Aku masih ngarep Mas Arsen balik ke Bandung, sampai saat ini aku masih hilang kontak sama dia.”
“Ngapain sih kamu masih ngarepin dia?”
“Dia sudah janji bakalan balik ke Bandung setelah lulus kuliah dan melamarku.”
“Jangan-jangan dia sudah lupa sama kamu, Za. Buktinya, sampai sekarang dia masih enggak ada kabar, kalau dia inget sama kamu, harusnya dia usaha dong buat hubungi kamu atau balik ke Bandung buat cari kamu.” Nada bicara Rena terdengar kesal.
“Entahlah. Terus kamu ada saran lagi enggak siapa lagi yang harus aku temui untuk ngajuin investasi ini?”
“Belum ada sih, Za. Mending gini deh, kamu coba pertimbangkan tawaran dari pak Dafi itu. Nikah aja sama dia, jangan kebanyakan mikir. Utang-utang papa, mama kamu siapa yang mau bayarin? Coba kamu pikirin deh.”
“Nanti kita bicarain lagi, aku mau pulang dulu ke rumah.”
***
Zahwah baru sampai di rumah. Perempuan itu tadi pulang dengan ojek. Baru selesai membayar biaya ojeknya, empat orang pria berbadan besar sudah menunggunya di depan pagar. Zahwah terdiam di tempat. Tidak jadi melangkah menuju rumahnya.
“Bayar utang sekarang! Atau rumah ini juga akan kami sita!” Salah satu dari debt collector itu yang bicara.
Hanya tersisa rumah itu yang Zahwah miliki sekarang. Jika rumah itu juga ikut disita, harta orang tuanya habis tak bersisa.
“Saya tidak punya uang sekarang.”
“Apa? Tidak ada uang? Kalau berani berutang harus mampu bayar! Kamu mau rumah ini kami sita hari ini juga?”
“Jangan, Pak!”
“Makanya! Bayar utang!”
Pria-pria itu terus menagih utang pada Zahwah dengan cacian dan makian yang membuat Zahwah merasakan sesak di d**a. Di saat genting seperti ini, dia teringat pada Dafi. Tanpa memedulikan cacian dan makian debt collector di hadapannya dia pun mencari kartu nama Dafi di dalam tas. Kemudian dia masukkan nomor ponsel Dafi lalu menghubungi nomor itu. Setiap detik menunggu panggilannya diterima oleh Dafi terasa lama.
Zahwah merasa lega saat Dafi akhirnya menerima panggilannya dan dia pun langsung bicara tanpa basa basi lagi. “Halo, Pak Dafi, saya terima tawarannya, saya mau menikah dengan Bapak.”