8

2199 Kata
Lucien selalu terganggu pada fakta bahwa ia belum mengetahui jati diri Serena yang sebenarnya walaupun ia sudah bercinta dengan wanita itu dua kali dalam satu malam. Serena menolak untuk menjawab pertanyaan pria itu. Wanita itu membalikkan tubuhnya, membelakangi Lucien. Membuat pria itu semakin penasaran. Tangannya meraih bahu Serena untuk memutar tubuh itu supaya menghadapnya kembali. “Jawab aku, apa semua ini hanya permainanmu? Kau tidak gila.” Pria itu menyatakan dirinya tidak gila. Serena membuka matanya untuk memandang Lucien. Ia ingin tertawa melihat pria itu frustasi karenanya. “Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku gila.” “Kalau begitu mengapa semua orang berkata demikian?” “Tapi, apa kau juga lupa bahwa semua orang gila tidak akan pernah mengaku dirinya tidak waras.” Pernyataan itu membuat Lucien semakin bingung. Benar apa yang dikatakan Serena. Tidak akan pernah ada orang gila yang mengatakan dirinya sakit jiwa. “Jadi, kau sendiri yang memutuskan apakah aku gila atau tidak.” “Kau tidak membantu.” Gerutu Lucien pada Serena yang sudah kembali memejamkan matanya. Pria itu tahu Serena tidak tertidur karena wanita itu masih menyeringai dengan sombong. Selagi melihat ekspresi wajah wanita itu, Lucien memandanginya sekali lagi. “Mengapa kau menyembunyikan dirimu?” Serena tidak membuka mulutnya lagi dan membiarkan pertanyaan Lucien menggantung di udara. Setelah Lucien yakin bahwa wanita itu tidak akan menanggapinya lagi, Lucien menyerah untuk bertanya pada Serena. Ia melingkarkan lengannya pada tubuh wanita itu yang langsung di tepis kasar oleh Serena. Mata wanita itu kembali terbuka, dan menatap datar pada Lucien. Tatapan itu kembali lagi, batin Lucien. “Para tamu masih berada di bawah dan menunggumu. Sebaiknya kau pergi dari sini.” Perintah wanita itu membuat Lucien marah. “Kau tidak punya hak untuk mengusirku.”  “Untuk apa kau membuat perayaan seperti ini jika kau tidak menyambut tamu dengan baik.” “Andrew akan menggantikanku di sana.” Lucien dengan keras kepala meletakkan lengannya lagi di sekitar pinggang wanita itu. Membuat Serena semakin kesal padanya. “Kau punya kamarmu sendiri, sana pergi!” Lucien bangkit dari tidurnya dan menindih tubuh Serena dalam hitungan detik. “Saat aku ingin memelukmu, aku akan melakukannya. Begitu pula jika aku ingin bercinta denganmu, kau akan melakukan apa yang kuminta.” “Tidak, kita melakukannya tadi karena aku bosan dan menginginkanmu. Bukan karena kau yang menginginkannya. Lain kali, aku tidak akan melakukannya lagi denganmu.” Sorot mata Lucien mengeras. Pria itu kesal dengan cara bicara Serena yang merendahkan dirinya. Lengannya naik untuk menahan dagu wanita itu lalu merenggut ciuman kasar dari bibir Serena hingga wanita itu terengah dan kehabisan napas. Setelah ia meronta dan memukuli d**a Lucien akhirnya pria itu melepaskan bibirnya. “Dasar berengsek!” Lucien menaikkan sudut mulutnya ke atas karena puas membuat wanita itu kesal. “Sudah kubilang aku akan menciummu saat aku ingin. Tidak perlu persetujuan darimu.” “Kau tidak pernah menginginkan itu sebelumnya dariku!” Bentak Serena. Lalu setelahnya Serena kembali memunggunginya dan tidak berbicara apapun lagi walau pun Lucien sudah mencoba memancing wanita itu agar mengeluarkan argumennya. Hembusan napas milik Serena sudah berubah menjadi pelan dan teratur menandakan wanita itu benar – benar tidur. Ia menghela napas lalu mulai berpakaian, setelah itu Lucien meninggalkan Serena yang sudah terlelap dan kembali untuk menemui tamu undangannya yang sebagian sudah mulai berpamitan. Hanya beberapa teman yang ia anggap dekatlah yang masih menunggu dan melanjutkan pembicaraan mengenai bisnis mereka. Saat Lucien turun menghampiri mereka Andrew menyeringai padanya. “Kau akhirnya berhasil menaklukan wanita itu?” “Sebaliknya. Wanita itu yang menaklukanku. Memalukan.” Dia tidak berbohong pada Andrew. Jika Serena tidak menggodanya, dia tidak akan menyentuh wanita itu malam ini. “Suruh mereka semua bubar, Andrew.” Andrew terkejut, karena acaranya masih belum selesai seperti yang mereka rencanakan. “Acara puncak belum terlaksana.” “Aku tidak peduli. Aku ingin mereka semua keluar dari rumah ini.” “Tapi, Lucien.. Memangnya ada apa? Ada sesuatu yang harus kau lakukan malam ini?” Tanya Andrew penasaran karena bosnya itu tidak pernah membatalkan sebuah pesta sebelumnya. Apalagi sisa tamu yang masih hadir di sana adalah kawan dekat Lucien yang sedang menantikan acara puncak tapi Lucien berkeras untuk membubarkannya. “Tidak ada. Aku hanya ingin kembali ke atas.” Tanpa sadar Andrew langsung melihat ke atas dan ia mengernyitkan dahinya. “Maksudmu. . Ah!” Andrew mengerti. “Kau akan kembali menemui Serena?” “Aku akan menghabiskan waktuku dengannya. Bukan dengan mereka.” Tunjuk Lucien pada sisa tamu yang ada dengan dagunya. Andrew menggaruk tengkuknya karena ia bingung apa yang Lucien dapatkan dari wanita yang otaknya tidak waras. Apakah wanita itu mengerti apa yang mereka lakukan berdua, atau justru karena Serena tidak mengerti maka wanita itu mau meladeni permainan Lucien? Karena jika ia melihat wajah Lucien saat ini, ia jelas telah mendapatkan apa yang ia mau dari wanita itu. Sangat tidak mungkin jika Lucien dan Serena tidak bercinta selama mereka mengurung diri di kamar wanita itu setelah kejadian perkelahian antara Lucien dan Guzman, pria yang menggoda Serena. Atau lebih tepatnya, pria yang di goda oleh Serena karena semua orang tentu melihat dengan jelas wanita itu menggoda Guzman lebih dulu. “Baiklah aku akan menyuruh mereka pulang.” Lucien mengangguk pada Andrew lalu ia bergegas menuju ke kamar Serena. Saat tangannya mencoba membuka pintu itu, papan kayu berat itu tidak bergerak sedikitpun. “Sialan, Serena! Buka pintunya!” Teriak Lucien dari luar. Di dalam kamar itu Serena terkekeh pelan mendengar Lucien mencoba masuk ke dalam. Tapi tentu saja pria itu tidak bisa, karena setelah Lucien keluar dari kamarnya Serena langsung mengunci pintu itu. Kini Serena mencoba untuk tidur, mengabaikan ketukan keras di daun pintu kamarnya. Ia rasa dirinya sudah hampir tertidur ketika suara keras tertangkap telinganya dan membuat ia terhenyak. Serena langsung menahan badannya dengan siku dan melihat apa yang terjadi. Lucien berhasil masuk ke dalam kamarnya, pria itu membongkar kunci pintu karena saat ini ia melihat sebuah perkakas di tangannya yang sedang di lemparkan Lucien ke lantai dengan asal. Wajah pria itu menyeramkan sehingga membuat Serena tidak dapat berpikir, ia hanya menatap Lucien dengan ngeri. Lucien menghampirinya, satu lutut pria itu naik ke atas tempat tidur dan tangannya menarik dagu Serena. “Aku sudah bilang, jangan permainkan aku.” Pria itu mendesis di hadapan wajah Serena yang masih membisu. “Kuperingatkan kau sekali lagi, jangan menguji kesabaranku.” Saat kesadarannya mulai kembali, Serena malah mengangkat dagunya lebih tinggi. Mendekatkan wajahnya dengan Lucien. “Aku sudah selesai bermain denganmu. Kau bisa kembali berpura – pura seolah aku tidak ada di rumah ini. seperti biasanya. Aku tidak keberatan dengan itu, justru itulah yang kuinginkan.” Lucien menggeram dalam hati, bagaimana bisa ia berpura – pura menganggap wanita itu tidak pernah ada. Sedangkan bayangan wajah Serena saat berada di bawah tubuhnya terus berputar di kepalanya. Tidak, jauh sebelum ia bercinta dengan Serena pun Lucien sudah dihantui rasa bersalah karena menginginkan wanita yang mentalnya tidak waras seperti Serena untuk memuaskan gairahnya. Tuhan dan Andrew lah saksinya. Ia berulang kali mengingatkan diri sendiri bahwa yang ia ingin lakukan dengan Serena adalah salah karena gadis itu polos dan tidak mengerti apa – apa mengenai hubungan suami istri. Namun setelah ia sekarang tahu bahwa wanita itu tidaklah gila dan bahkan sangat pandai melakukan hal itu, Lucien tidak dapat menahan dirinya lagi.   =-=   Semalam Serena kalah dalam berdebat dengan Lucien sehingga ia menyerah dan membiarkan pria itu tidur di sampingnya. Mungkin pria itu masih berada dalam euphoria bahwa istrinya bukanlah seperti orang yang Lucien kira selama ini. Jadi, Serena menganggap perilaku posesif Lucien semalam adalah hal yang wajar. Hari ini, pria itu pasti akan kembali seperti biasanya dan mengabaikan dirinya. Cukup dengan memberi ucapan selamat tidur di malam hari lalu mereka akan tidur di dalam kamar masing – masing. Pria itu masih tertidur dengan posisi tengkurap, satu tangan yang bertato menjadi bantalnya. Serena memandang Lucien saat tertidur. Sesekali mencoba untuk mengartikan gambar rumit yang tergambar di lengan pria itu tapi gagal. Ia memang tidak memiliki jiwa seni sehingga tidak dapat menebak apa sebenarnya yang terdapat dalam gambar itu. Dengan perlahan, Serena pergi ke kamar mandi untuk mandi sebelum Lucien bangun. Tapi sepertinya Serena berpikir terlalu berlebihan karena pria itu tidak terganggu sama sekali dengan suara keran air. Mungkin Lucien tipe orang yang susah bangun pagi, pikirnya. Serena mengambil tumpukan buku yang ia pinjam dari kantor Lucien, ia turun menuju tempat itu untuk mengembalikan bacaan yang sudah selesai ia habiskan dalam waktu satu hari. Saat membuka ruangan itu, ada sedikit perasaan was – was karena takut apa yang pernah ia lihat tempo hari terulang lagi. Namun, itu tidak mungkin karena Lucien masih berada di dalam kamarnya saat ini. Serena menghembuskan napas saat ia tidak melihat apapun. Wanita itu menaruh buku – buku itu ke dalam rak lalu melarikan matanya ke jajaran buku lain milik Lucien. Pria itu ternyata mempunyai selera bacaan yang menarik. Tapi, jangan harap dapat menemukan novel fiksi di sana karena Serena tidak menemukan satupun. “Tuan, aku baru saja akan. .” Sebuah suara terdengar dari pintu. Serena menoleh dan mendapati Andrew di sana, keduanya sama – sama terkejut. Tapi Andrew bereaksi lebih dulu. “Maaf aku kira tuan Lucien sudah mulai bekerja.” Pria itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan barangkali dapat menemukan Lucien di sudut lain. “Lucien masih tidur, kau bisa bangunkan dia di kamarku.” Serena menjawab kebingungan Andrew. “Tuan Lucien masih tertidur hingga saat ini?” Serena mengangguk sementara Andrew mengerutkan kening karena tidak biasanya Lucien bangun sesiang ini. “Apa dia sakit, nona?” Alis Serena naik. “Tidak, mengapa kau berpikir demikian?” “Tuan Lucien selalu bangun pagi. Terkadang dia lebih dulu bangun di banding pelayan yang ada di sini. Karena tidurnya tidak pernah nyenyak.” Serena mendengar itu dengan heran namun tidak ingin mengetahui lebih lanjut. “Oh, kalau begitu kau periksa saja keadaannya.” Andrew sedang menimang apakah ia lebih baik membangunkan Lucien atau membiarkannya? Karena jika bosnya belum bangun itu artinya Lucien tidur sangat pulas dan itu merupakan suatu keajaiban dalam diri Lucien. Andrew belum sempat mengambil keputusan namun sebuah teriakan sudah membelah udara pagi hari di dalam rumah besar itu. Suaranya menggema dan terdengar ke segala penjuru arah di dalam rumah. “Serena!” “Sepertinya pria menyebalkan itu sudah bangun sekarang, Andrew.” Andrew mengangguk sambil meringis mendegnar teriakan itu semakin dekat. Beberapa detik kemudian Lucien sudah berada di belakang Andrew. Pria itu melongok ke dalam dan menemukan Serena di depan lemari buku sedang bersandar untuk menunggu Lucien tiba. Lucien masuk dan menyerbu kea rah Serena, menarik lengan wanita itu lagi entah untuk ke berapa kali sejak hari kemarin. “Kali ini kau menggoda Andrew?” Tuduhnya pada Serena. Serena mendengus pada pria itu tidak percaya dengan kalimat yang baru saja ia dengar. Namun ia memutuskan untuk tidak menanggapi Lucien. Serena melepaskan lengan pria itu dengan tangannya yang bebas. “Kau seperti singa yang baru bangun tidur Lucien, kelaparan dan mengamuk.” Sindir Serena. “Bagaimana aku bisa tidak marah jika istriku berkeliaran menggoda setiap pria yang ia temui.” Serena yang sudah bersiap meninggalkan pria itu kini berbalik menghadap Lucien, “Pertama, kau tidak pernah menganggapku sebagai istri sebelumnya. Tidak usah repot mengubahnya sekarang, aku lebih suka keadaan kita seperti sebelumnya. Kedua, aku tidak berkeliaran untuk menggoda pria lain. Aku dan Andrew hanya berbincang – bincang. Apa kau pria kuno yang terlahir di jaman batu sehingga menganggap aktivitas berbincang – bincang dengan lawan jenis sebagai perilaku menggoda?” Serena melongokkan kepala mencari Andrew untuk meminta pria itu ikut menjelaskan pada Lucien tapi ia lihat Andrew sudah tidak berada di tempat sebelumnya lagi. Pria itu kabur begitu melihat bosnya sedang memarahi istrinya dan membawa – bawa namanya ke dalam pertengkaran mereka. Andrew masih ingin hidup dengan selamat dan sehat. “Lalu apa yang sedang kau lakukan di sini sekarang?” “Kau tidak lihat aku sedang berada di depan lemari bukumu?” Balas Serena balik bertanya. Lucien tidak berkata lagi karena ia tahu kemarahannya tidak berdasar pada wanita itu. Ia hanya kesal ditinggalkan saat dirinya masih tertidur. Dan Lucien tidak akan pernah mengakui itu pada Serena maupun Andrew karena ia telah bersikap konyol dan kekanakan seperti ini. “Terserah kau saja.” Ucap Lucien menutup pertengkaran mereka. “Kau berjanji akan membelikanku buku bacaan yang baru.” Serena tiba – tiba menagih janji yang dikatakan Lucien kemarin. “Aku akan memberikannya untukmu.” “Bolehkah aku memilih judul yang kuinginkan?” Serena memasang wajah memelas. “Kau ingin membelinya sendiri ke toko buku?” “Bagaimana biasanya kau membeli?” “Aku menyuruh pelayanku untuk membelinya.” “Kalau begitu aku akan bicara pada pelayanmu untuk memberitahu judul apa saja yang aku mau.” “Katakan padaku. Akan aku sampaikan.” Ada beberapa judul yang tidak ingin Serena beritahu pada Lucien karena buku – buku tersebut merupakan novel dewasa erotis tapi ia sangat penasaran karena banyak teman – temannya membaca buku itu. ia melihat komentar pembaca di internet sangat menarik saat menceritakan kesan dan pesan dari buku itu. Serena menggeleng. “Aku akan berbicara langsung padanya.” “Tidak boleh.” “Kenapa?” “Pelayan yang kumaksud adalah laki – laki.” “Lantas kenapa?” “Aku tidak akan membiarkanmu berbicara dengan laki – laki lain lagi.” “Lucien!”    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN