Sila nyaris frustasi. Alle menjauhinya. Meskipun tidak ada kata-kata bahwa pria itu meminta putus, tapi Sila sadar, hubungannya dengan pria itu sudah mengarah ke sana. Ke akhir perjalanan yang bahkan belum lama mereka tapaki bersama. Di saat hatinya sudah yakin, dan dia sudah bisa berdamai dengan traumanya, Alle justru menjauh. Apa yang harus ia lakukan sekarang. Sudah lelah rasanya mencoba mengajak Alle berbicara berdua, saat yang pria itu jadikan alasan adalah kesibukan pekerjaannya. Satu minggu mereka bahkan sudah tidak pernah lagi bertemu. Telepon pun sudah tidak pernah ada. Hanya beberapa chat yang masih Alle jawab dengan kata-kata pendek—yang sudah Sila hapal di luar kepala. ‘Maaf, aku sedang sibuk.” Selalu kalimat itu yang ia dapati dari banyak chat yang ia kirim—dan hanya beberapa