Sila mendorong pintu kaca kafetaria rumah sakit—yang terletak di lantai 1 rumah sakit. Rumah sakit yang ia datangi adalah rumah sakit ibu, dan anak terbesar di Ibu kota. Tidak heran, kantin rumah sakitnya pun terlihat exlusive. Ruangan ber AC yang terasa begitu dingin begitu ia memasukinya. Tempatnya pun di tata sedemikian rupa hingga tak kalah dengan kafe-kafe zaman now yang menjamur di ibu kota. Sila mengedarkan mata, mencari tempat yang sekiranya nyaman untuknya, sembari menunggu Dokter Banyu. Melangkah perlahan menuju sebuah meja, dengan 4 kursi—dengan posisi yang memberi akses pemandangan ke luar bagi penghuninya. Menarik kursi, Dokter muda tersebut menjatuhkan bokongnya ke atas kursi yang meskipun berkerangka besi, namun memiliki bantalan yang cukup empuk. Dalam hati ia berdecak kagu