Pagi itu, Rosie bangun dengan semangat. Banyak rencana yang sudah tersusun rapi di benaknya. Kemarin, dia mendapat kiriman termos yang dia beli beberapa hari lalu. Mary menatapnya penuh curiga, tapi Rosie sama sekali tidak peduli. “Kakakku memang cukup perhatian. Kamu tidak perlu repot menyiapkan isi termosnya. Lihat! Dia juga mengirim alat memasak air portable untuk memudahkan aku.” Rosie tersenyum lebar, lalu menyimpan semua barangnya di dalam kamar. Dia sudah kehilangan kepercayaan kepada para pelayan di rumah. Dan pagi ini, dengan bersenandung, Rosie mulai merebus air dan menyimpannya di dalam termos saat sudah mendidih. “Kamu sepertinya sedang berbahagia.” Pintu kamar tiba-tiba terbuka dan Alan masuk sambil menyimpan ponsel di sakunya. “Kamu belum berangkat?” Rosie refleks meliha