Mobil Shaka berhenti di depan sebuah gedung perkantoran yang terletak di kawasan menteng. Pria itu turun dari mobil lalu menyeret Berlin kembali dengan kekuatan yang masih kasar seperti sebelumnya. Tak peduli Berlin harus tertatih-tatih menyusulnya, Shaka tetap membawa wanita itu masuk ke dalam. “Shaka, apa-apaan sih lu? Lepasin gua!” bentak Berlin hingga suaranya menggema di loby yang lumayan senggang siang itu. Tatapan Shaka semakin tajam tanpa mengubah ekspresi sama sekali. “Jangan buat gua lebih marah, buruan masuk kayak lu biasanya datang ke sini,” titah Shaka seraya mencengkram pergelangan tangan Berlin begitu erat seolah ingin meremukkannya. Berlin menelan ludah dengan mata yang menyiratkan ketakutan, Shaka kembali menyeretnya untuk masuk dan memintanya menunjukkan jalan terle