Bab 8. Istri Tangguh

1146 Kata
Sumpah demi apa pun kesabaran Rania seperti diuji oleh pria yang statusnya sudah menjadi suami itu. Terang saja Rania sama sekali tidak cemburu, lebih ke muak melihat kelakuan Shaka yang terang-terangan berbuat dosa. Tidak bermaksud sok suci juga, setidaknya jangan sampai dirinya melihat dengan gamblang apa yang pria itu lakukan karena hal itu membuat ketidakpercayaannya pada laki-laki semakin bertambah saja. “Mas Shaka jangan terlalu percaya diri, saya begini karena tidak ingin menodai mata dan telinga saya. Kalau Mas Shaka masih mau kayak gitu terus mendingan di luar, banyak uang 'kan? Pakai check in sana!" seru Rania kesal namun tetap tegas. Najwa sampai bengong melihat Mamanya yang dinilai lemah lembut bisa berbicara seperti itu hingga mata bulatnya terus menatap Rania dengan intens. “Baru sehari kamu jadi istri aku udah berani ngusir?" Mata Shaka menyipit, mulai mencium gelagat menyebalkan dari wanita yang baru dinikahinya itu. “Kalau nggak mau, aku aja yang pergi sama Najwa. Gampang 'kan Mas?" Shaka terperanjat hingga kedua netranya terbelalak lebar, bibirnya mendesis geram karena Rania ternyata benar-benar tidak bisa dikendalikan seperti bayangannya. Ia heran kenapa Rania tidak bisa seperti istri kedua sahabatnya yang lemah lembut dan penurut? Shaka semakin penasaran saja. "Kita taruhan deh, siapa yang tahan lebih lama. Aku dengan pendirian aku atau kamu." Shaka memasukan kedua tangannya ke dalam saku mengangkat dagu menantang Rania. Bukannya takut Rania justru tertawa. "Ah ternyata benar, uang memang bisa mencerminkan watak seseorang ya? Terima kasih atas tawarannya Mas Shaka tapi maaf waktu saya terlalu berharga itu taruhan yang tidak penting," tukas Rania. "Kamu—" "Oh ya satu lagi, Mas Shaka kemarin ngomong kalau mau menjalani rumah tangga ini seperti pada umumnya 'kan? Ya sudah, ini adalah saya Rania Azzahra seorang istri yang tidak akan menurut sebelum suami saya berhenti jajan sembarangan. Saya mungkin miskin tapi saya nggak murahan seperti Mas Shaka," sergah Rania. Shaka ternganga kaget bercampur tak percaya ingin membantah lagi tetapi Rania malah beranjak pergi begitu saja melewatinya. Shaka geram, ingin sekali memaki namun masih ia tahan di dalam hati. "Dia pikir bisa membuatku tunduk dengan mudah? Lihat saja, jika aku kalah aku yang akan bersimpuh di bawah kakinya," gerutu Shaka dalam hati. Pria jangkung itu kemudian berlalu menghampiri Erika yang sudah menunggunya. Ia sudah tahu apa yang wanita ini inginkan, apalagi kalau bukan uang dan kesenangan. Ia tidak merasa rugi toh ia juga mendapatkan feedback yang memuaskan dari wanita muda itu. "Sayang, habis kuliah ya kita perginya. Minggu depan aku long weekend, kita bakalan puas sama-sama," kata Erika yang kini menggelayuti lengan Shaka yang tengah menyetir mobil. Wanita itu sangat bangga karena ke kampus diantar menggunakan mobil kuda jingkrak. Shaka melirik Erika sekilas sambil tersenyum tipis, wanita ini sangat mudah ia dapatkan. Awalnya sih sok-sokan menolak, tapi hanya melihat jam tangan yang dikenakan Erika bisa langsung naik ke atas ranjangnya dan membuka kaki. Tiba-tiba ada perbandingan dalam diri Shaka karena sikap Rania yang sok menolak dirinya. Padahal wanita itu belum tahu saja bagaimana service-nya. "Kalau udah tahu rasanya pasti minta nambah, dasar Rania!" "Ehm, kayaknya kita harus pindah lokasi. Nggak bisa main di Apartemen." Shaka teringat akan ucapan Rania tadi. “So easy, dimana aja bisa asal sama kamu." Erika menjawab santai, dengan gerakan nakal mengendus leher Shaka. “Hari ini gimana? Makin pinter nggak?” goda Erika. “Sangat luar biasa." Shaka balas menggoda dengan mengedipkan sebelah matanya. Mobil mereka berhenti pada lampu merah dan Erika memberikan service tambahan dengan saling melumat bibir serta membelai tubuh masing-masing seolah menjadi hal lumrah meski keduanya belum terikat dalam hubungan suami istri. Toh keduanya sama-sama ingin dan tidak ada yang dirugikan disini karena Shaka pun tak ingin menyentuh wanita yang belum pernah dijamah oleh siapa pun. Karena Shaka sadar dirinya juga sudah rusak, tidak ingin merusak apalagi berharap mendapatkan yang lebih baik. *** Meski hati Rania masih sangat kesal dengan sikap Shaka yang terang-terangan bercinta di depannya ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri yang baik. Masa bodoh dengan suaminya yang bertingkah seperti itu selagi ia tidak dirugikan ia akan tetap diam. Lagipula ia malah ingin sekali Shaka kesal dan menceraikannya sekalian. “Jadi istrinya dan enggak sama aja cuma jadi tukang beres-beres rumah," cibir Rania dalam hati. Apa yang dikatakan Rania sepenuhnya benar, dimana pun tempatnya dan mau setinggi apa pun seorang wanita bersekolah ujung-ujungnya juga akan di dapur. Meskipun wanita berkelas bisa bekerja tetap tidak bisa menampik kodrat wanita yang tak akan jauh-jauh dengan urusan dapur dan sumur. Rania membereskan seluruh ruangan di Apartemen termasuk ranjang yang super berantakan itu. Kini bahkan ia melihat benda menjijikan yang sebelumnya disimpan di dalam lemari ada di samping ranjang. Rania yang sudah geram mengambil kotak itu lalu membuangnya ke tong sampah. “Rasakan ini," maki Rania sengaja ingin mengerjai Shaka yang pasti akan membutuhkan benda itu nanti. Rania tersenyum santai, begitu selesai membereskan ruangan ia memasak sebelum nanti membersihkan diri. Tak tahu kapan kembalinya, Shaka sudah masuk ke dalam Apartemen tanpa suara. Di luar langit sudah gelap dan ia baru kembali dari gudang melihat siaran live para karyawannya. Ia mencium aroma masakan yang harum membuat langkah kakinya mendekat, melihat sosok Rania yang fokus di depan kompor. Shaka melepaskan kancing kemeja di bagian tangannya lalu menggulung sampai ke siku. Tiba-tiba terlintas ide jahil dalam benaknya, ia mendekat lalu memeluk Rania dari belakang, "Babe, aku datang ... " Shaka berbisik dengan suara serak penuh godaan. Rania terjingkat hingga spatula yang dipegang jatuh begitu saja. Tubuhnya gemetar saat merasakan dekapan kuat dari arah belakang. “Mas Shaka!" Shaka tersenyum kecil saat merasakan tubuh Rania yang gemetar, ia semakin nakal dengan mengecup leher Rania yang masih terbungkus jilbab dengan kedua tangan membelai perutnya. “Aku baru pulang, kenapa tidak menyambutku, hm?" Suara Shaka semakin berat, aroma masakan itu lenyap berganti aroma lavender dari wanita yang berada di pelukannya. “Mas Shaka lepas!" Rania menarik kedua tangan Shaka hingga terlepas lalu menjauhkan tubuhnya. Menatap pria itu dengan penuh kekesalan. “Jangan dekat-dekat!" Ia buru-buru mundur dan menjauh saat Shaka ingin mendekatinya lagi. Shaka mengangkat aslinya dengan seulas bibir menggoda. Dengan sengaja mengusap bibirnya yang basah dengan mata yang terus menatap Rania dengan tajam. “Sok polos banget sih, Ran. Aslinya kamu 'kan mau," celetuk Shaka seenaknya saja. “Gila!" Rania mengeram kesal. “Emang aku gila, kamu mau tahu nggak gilanya aku gimana?" Dengan tiba-tiba Shaka menarik pinggang Rania hingga berada di pelukannya lagi. “Kamu itu istri aku, jadi nggak bisa nolak." Shaka berniat jahil, ia mendorong Rania ke tembok lalu menenggelamkan wajahnya pada leher wanita itu. Rania semakin ketakutan dan ia reflek mendorong Shaka dan menampar pria itu dengan keras hingga pria itu kaget begitu pun Rania sendiri. Ia menutup mulutnya, tangannya terasa kebas karena tamparan itu sangat kuat. Tanpa mengatakan apa pun Rania berlari masuk ke kamar dengan air mata yang mengalir. Rania takut, benar-benar takut jika tidak bisa menjaga dirinya dan akan bernasib sama dengan ... “Kakak ... tolong bantu aku." Bersambung~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN