Elena meremas kaos di dadanya saat mendengar pintu kamar ditutup menandakan Bari sudah tidak ada lagi di kamar itu. Bahkan dia pukuli dadanya, seiring tangisan yang semakin kencang. “Hentikan Nona, hentikan!” Sebuah teriakan menghentikan Elena memukuli dadanya yang semakin menjadi. Elena sungguh berharap itu adalah suara Bari, bukan simbok, memang hati perempuan itu seringnya plin-plan, sedetik marah tapi di detik kedua minta disayang-sayang. Kali ini memeluknya erat dan juga ikut menangis adalah simbok. “Hentikan Nona, jangan menyakiti diri sendiri. Ada apa? Apakah Bari menyakiti Nona?” Simbok mengelus lembut punggung Elena yang menangis kencang di pelukannya. “Kenapa Mbok, kenapa semua laki-laki itu tidak ada yang tulus padaku? Salahku apa Mbok? Kukira… hiks hiks… kukira Bari juga