Sudah lima belas menit lamanya, Kamelia tak kunjung datang. Gadis itu memang selalu ingkar janji. Tak bisa berbuat apapun selain menunggu kedatangan Kamelia. Ia kini berubah, benar-benar tak seperti Kamelia yang menjadi penyemangat ku dulu. Aku mengetuk meja dengan jemari. Waktu terus berjalan, mempersempit aku kami untuk bercerita dan membahas pernikahan. Mungkin bagi Kamelia, uang lebih penting di bandingkan dengan kisah cinta ini. Mungkin baginya, uang dapat membeli kebahagiaan. Kecewa menghantui perasaanku, dia selalu membuatku merasa tak di pedulikan. "Maaf aku telat." aku mendongak mendapati Kamelia yang berdiri di sampingku. Tentu saja aku senang, namun aku masih marah. "Apa aku boleh duduk?" tanyanya, aku mengangguk. Lalu gadis itu duduk di hadapanku. Waktu yang memisahkan k