Boby kembali ke mobil dengan hati panas. Ia membanting pintu hingga suara dentumannya menggema di parkiran. Napasnya memburu, dadanya naik turun tidak terkendali. Begitu menatap kaca spion, ia melihat jelas bekas merah di rahangnya, sebuah penghinaan yang tidak bisa ia terima begitu saja. Dengan geram, tangannya mengepal lalu menghantam setir mobil berkali-kali. “b******k!” makinya lirih, suaranya bergetar menahan emosi. Kepalanya menunduk, namun sorot matanya memancarkan api dendam. Hatinya bergejolak, bukan hanya karena rasa sakit di wajahnya, tetapi juga karena harga diri yang tercabik. Boby sempat terpikir untuk menuntut Sebastian. Namun bayangan ancaman Valenia kembali terngiang, membuat niat itu langsung goyah. Ia cukup mengenal tabiat Valenia yang keras, liar, bahkan kadang tera