"Arya."
Terdengar suara wanita yang memanggil namanya. Dan saat membalikkan tubuhnya, Arya mendapati Clara sedang berdiri di depannya, sambil tersenyum.
Tapi, ada yang aneh dengan tampilan Clara saat ini. Wanita itu mengenakan pakaian yang sangat tipis, bahkan saking tipisnya, benda yang ada di balik kain itu terlihat dengan jelas.
"N - nona." Arya gugup sendiri, melihat atasannya itu.
Clara yang sangat anti dengan pakaian seksi, bahkan untuk mengenakan rok saja dalam sebulan dapat dihitung dengan jari. Clara lebih sering menggunakan celana bahan, yang dia padukan kemeja dan blazer.
"Arya."
Lagi-lagi Clara memanggil dirinya dengan sangat lembut, dan membuat bulu kuduknya meremang. Arya terus mundur, saat Clara mencoba untuk terus mendekatinya.
Hingga akhirnya tubuh lelaki itu tak bisa lagi menghindar, karena punggungnya sudah menempel pada dinding.
"N - nona!" Arya gugup sendiri, saat Clara mencoba untuk mengikis jarak di antara mereka.
Hembusan nafas Clara menyapu permukaan wajahnya. Hangat, dan juga aroma pasta gigi menyeruak di indera penciumannya.
"N - non -"
Belum sempat Arya menyelesaikan ucapannya, mulutnya sudah ditutup oleh bibir ranum milik Clara. Benda kenyal itu melumat habis bibir Arya.
Sedangkan lelaki itu masih terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh atasannya. Tak ingin larut dalam permainan yang dibuat Clara, Arya mencoba untuk mendorong tubuh wanita itu.
Tapi sia-sia. Clara malah mengunci tubuh Arya dengan lengannya, agar lelaki itu tak bisa menghindar.
"N - nona! Anda kenapa?" tanya Arya saat Clara melepaskan pagutan bibir mereka.
"Aku? Memangnya aku kenapa?" Clara malah menjawab pertanyaan Arya dengan pertanyaan.
"K - kenapa Nona melakukan hal yang tidak senonoh seperti ini?" pekik Arya dengan wajahnya yang memerah, menahan malu. Tidak mungkin jika harus mengalami kejadian mengerikan seperti ini dua kali, di waktu yang berdekatan.
Clara tersenyum, lalu mendekatkan bibirnya pada telinga Arya.
"Nikmati setiap sentuhan yang akan aku berikan nanti," bisik Clara sambil meniup telinga Arya.
Arya terkejut saat Clara membisikkan kalimat itu. Bagaimana bisa atasannya itu mengatakan hal yang sangat v****r dengan begitu mudahnya?
Arya merasa bibirnya kembali dilumat oleh Clara. Tiba-tiba saja tubuh Arya terasa lemah tak berdaya. Untuk sekedar menolak apa yang Clara berikan saja, dia tak mampu. Hingga akhirnya Arya memasrahkan seluruh tubuhnya pada Clara, menikmati setiap sentuhan yang Clara berikan.
Kringgggg
Suara jam weker berdering dengan sangat nyaring, memaksa Arya agar cepat bangun dari mimpi indah yang sedang ia alami.
"Hah!" Arya membuka matanya, menatap langit-langit kamarnya. Napasnya memburu, seolah-olah sudah lari maraton.
Kemudian melihat ke samping tempat tidurnya, dan detik berikutnya dia mengumpat. Merutuki dirinya sendiri, bagaimana dia bermimpi seperti itu?
Arya merasa jika celananya basah, dan saat ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dia melihat celananya basah, oleh cairan putih nan kental.
"Sialan!" umpat Arya sambil menggigit bibir bawahnya, kesal sendiri.
********
Setelah selesai mandi, Arya langsung bergegas menuju rumah Clara, untuk menjemput atasannya itu. Saat dirinya sedang menuruni anak tangga, Arya melihat Joni dan Tania sedang sarapan bersama.
"Mau berangkat sekarang, Ar?" tanya Tania sambil menatap anak lelakinya.
"Iya, Ma."
"Nggak sarapan dulu?"
"Nggak, nanti aja di kantor," tolak Arya.
Dia malas jika harus sarapan bersama, yang pastinya akan terjadi adu mulut nantinya. Untuk mencegah hal itu agar tidak terjadi, Arya memilih untuk melewatkan sarapannya.
Arya masuk ke dalam garasi, duduk di belakang kemudi. Memanaskan mobil terlebih dahulu, sebelum akhirnya dia berangkat menuju kediaman Nugroho.
Selama dalam perjalanan menuju rumah Clara, pikiran Arya selalu dipenuhi oleh ingatan dalam mimpinya tadi pagi.
Bisa-bisanya dia bermimpi hal yang tidak senonoh seperti itu. Ah, tapi bagaimana pun juga, mimpi itu terasa nyata. Dia masih ingat, bagaimana jemari lentik milik Clara berselancar di dadanya, menyentuh adiknya dengan hati-hati dan menggenggamnya dengan tangan lembut miliknya.
"Ah, sialan!" umpat Arya dengan wajah yang memerah.
Mobil yang ia kendarai sudah tiba di kediaman Nugroho. Dia masuk ke dalam, dan menyapa beberapa asisten rumah tangga yang ia temui.
Hingga akhirnya dia tiba di ruang makan, di mana Alex, Jessy, Clara dan Barack sedang menikmati sarapan mereka. Arya jadi sedikit tidak enak, karena datang di waktu yang kurang tepat.
"Ar, sini sarapan bareng!" ajak Alex sambil melambaikan tangannya.
Arya hanya mengangguk, lalu tersenyum. "Terimakasih, Om. Tapi saya sudah sarapan." Arya berbohong.
"Nggak apa-apa, sarapan dua kali nggak akan bikin kamu gendut, kok," ucap Jessy hangat.
Arya sempat menatap ke arah Clara sejenak, melihat reaksi atasannya. Karena dia tak ingin membuat atasannya itu merasa tak nyaman. Dan Clara hanya cuek, tak memberikan reaksi apa-apa. Lalu matanya menatap Arya, dan menunjuk kursi kosong di sebelahnya dengan menggunakan dagunya.
Akhirnya Arya pun berjalan menuju meja makan, menarik kursi dan duduk di sebelah Clara. Mengambil nasi dan beberapa lauk yang ia sukai, dan mulai memakannya.
Tak ada obrolan pagi itu, semuanya sibuk dengan sarapan mereka. Arya sedikit iri dengan keadaan keluarga Clara. Keluarga yang sempurna, membuatnya ingin masuk ke dalam sana.
'Kamu pengen jadi bagian keluarga Nugroho? Gampang! Tinggal nikah aja sama Clara! Gampang, kan? Dapet keluarga yang sempurna, belum lagi bonusnya dapet istri cantik kayak Clara, yang jago di ranjang!'
Sialan! Arya mengutuk sisi batinnya yang mengatakan hal itu. Bisa-bisanya batinnya itu mengatakan hal lancang seperti itu?
Hingga akhirnya sarapan pun selesai, semuanya pergi ke perusahaan mereka masing-masing. Clara menuju GW Group bersama Arya, sedangkan Barack menuju perusahaannya sendiri, dan Alex pergi bersama sopir pribadinya.
*******
Selama dalam perjalanan menuju GW Group, Clara lebih banyak diam. Dia sedang tidak memiliki mood bahkan untuk sekedar menimpali jalanan yang terlihat macet pagi ini.
Arya sempat curi-curi pandang melalui kaca spion atas, melihat apa yang sedang dilakukan oleh atasannya itu.
"Kenapa, Ar? Ada yang mau kamu sampaikan?" tanya Clara, dengan mata masih menatap jalanan melalui jendela.
"T - tidak, Nona!" Arya jadi merasa bodoh, karena terciduk sedang memperhatikan Clara.
"Bersikaplah seperti biasanya, Ar. Lupakan kejadian malam itu, dan anggap tidak pernah terjadi." Clara mengatakannya dengan ekspresi wajah yang sulit Arya mengerti.
Tapi ada yang lebih penting. Kenapa hatinya terasa sakit? Saat Clara memintanya untuk melupakan kejadian malam itu. Ah, bagaimana bisa Arya melupakan kejadian malam itu? Kejadian yang berharga untuk Arya, sesuatu yang sudah ia jaga selama 29 tahun hilang.
Alih-alih meminta maaf, Clara justru meminta Arya untuk melupakannya. Apakah kejadian malam itu tidak berkesan sama sekali untuk Clara? Bukankah kejadian itu hal yang pertama kalinya untuk Clara?
Ah, tak perlu ambil pusing. Arya cukup melakukan apa yang Clara minta. Jika wanita itu memintanya untuk melupakannya, ya lupakanlah.
Hingga akhirnya mobil sudah tiba di GW Group. Clara turun dari mobil, saat pintunya dibukakan oleh Arya.
Wanita itu berjalan menuju lobby dengan langkah yang elegan. Sepatu hak lima centimeter itu mengetuk lantai marmer, sehingga menimbulkan suara yang sangat indah. Suaranya dapat membuat siapa saja langsung menundukkan kepalanya.
Mereka berdiri di depan lift, menunggu lift yang akan membawanya menuju ruang kerjanya. Hingga akhirnya lift tiba, dan membawa dua orang itu menuju lantai delapan belas.
Kedua sama-sama diam, mengunci mulut mereka rapat-rapat. Hingga akhirnya keheningan di antara mereka berakhir, saat lift yang membawa mereka tiba di lantai delapan belas.
Clara masuk ke dalam ruangannya, sambil disusul oleh Arya di belakangnya. Dan duduk di kursi kerjanya, menatap setumpuk pekerjaan yang harus ia kerjakan hari ini.
Arya membacakan jadwal Clara hari ini. Jadwal wanita itu cukup padat, dari pagi hingga sore nanti.
"Apakah ada yang Anda perlukan lagi, Nona?" tanya Arya saat dirinya selesai membacakan jadwal milik Clara.
"Tidak ada. Kamu bisa kembali ke ruangan kamu."
"Baik, saya permisi, Nona."
Arya keluar dari ruang kerja milik Clara. Sepeninggalan Arya, wajah Clara langsung berubah merah. Ah, ada apa dengan dirinya? Kenapa jantungnya berpacu lebih cepat seperti ini? Bahkan saat dia ditatap oleh Arya. Kenapa? Padahal ditatap oleh Arya adalah hal sudah biasa, bukan? Tapi kenapa, degup jantungnya jadi cepat seperti ini?