Kirana baru saja pulang dari sekolah diantar sama gurunya karena tempatnya dekat saja sih.
"Papa, kita ke toko tante Bella yuk...!" Kirana berhenti tepat berada di depan pintu melihat dua orang dewasa sedang berduaan posisi seharusnya tidak boleh dilihat oleh anak seusia Kirana.
Kirana malah terdiam, sepertinya ia kesal sama Heni. Kirana langsung masuk ke dalam ruangan Fendy didorong tubuh Heni kasar.
"Tante Heni kecentilan! Pergi! Jangan dekati Papa?!" Kirana langsung peluk Fendy.
Fendy sendiri juga kaget sama sikap Kirana kasar sama Heni. Heni sendiri juga terkejut sama sikapnya tadi.
"Kirana! Kenapa kasar sama Tante Heni!" tegur Fendy pada putrinya.
"Papa kok mau sih sama Tante Heni! Pakai cium segala?! Kan, belum resmi jadi istri!" celoteh Kirana.
Fendy sendiri bingung sama putrinya kenapa bisa bicara seperti itu. Siapa yang ajari kata-kata dewasa. Setahu Fendy tidak ada yang ajari bahasa seperti ini.
"Siapa ajari kamu bicara seperti itu. Papa sama tante Heni hanya kelipan cabai di mata Papa saat makan," kata Fendy mencoba menjelaskan.
"Sama saja Papa kasih kesempatan untuk dia. Pokoknya Kirana nggak mau dia jadi Mama aku!" teriak Kirana sudah mulai menangis dan berkaca-kaca di matanya.
Heni diam mendengar pengajuan putri-Fendy. Heni sih kesal saja, sudah kesempatan mendekati malah di pergoki sama anak kecil. Tentu Heni tidak akan menyerah sampai mendapatkan hati Fendy yang lembut itu.
"Loh, kenapa? Bukannya kamu suka sama Tante Heni saat buat makanan kesukaan kamu?" tanya Fendy mulai mencoba hibur Kirana.
"Buat kesukaan Kirana pasti ada maunya. Kata temanku punya mama tiri itu menakutkan. Nanti Papa malah jauh Kirana dan sayang sama mama tiri! Kirana enggan mau!" jawabnya menangis senggukan memeluk leher Fendy begitu erat.
Fendy menatap Heni, Heni ya tentu ambang sedih. Sedih karena akting kali ya. Tapi entah deh, wanita selalu begitu.
****
"Uuhhh ... akhirnya! Selesai juga," erang Bella mengangkat kedua tangannya ke atas.
"Hari ini baju kamu terjual banyak nih!" kata Leni menghitung stock ada beberapa bagian.
"Iya, sudah bisa THR-in nih! Kira-kira liburan mau ke mana?" senyum Bella ancang untuk refreshing tiap tahun selalu ada saja jalan-jalan..
"Penginnya ke Singapura. Tapi nantilah tahun depan saja."
"Hem ... jalan - jalan ke danau toba yuk! Mau nggak?" ajak Bella.
"Sama siapa?" tanya Leni.
"Sama suamimu lah. Keluargamu juga, soal villa nanti aku yang urus deh," jawabnya
"Aduh ... jangan deh terlalu repotin!"
"Enggak apa-apa kalian sudah seperti keluarga."
Tak lama perbincangan mereka, Heni datang ke toko Bella. Tumbenan saja sih ke tokonya.
"Hai, Hen. Tumben datang! Ada gerangan apa ini?" sapa Bella memberi instruksi pada Leni.
"Enggak, aku cuma mampir saja, boleh, kan." balasnya.
"Oh ..."
Lama ada bahasan untuk bicara, Heni mulai mengajak Bella keluar ada sesuatu yang mau ia ngomongin penting. Tentu Bella oke saja sih.
****
Tempat nongkrongan yang paling praktis yaitu pajak Sambas doang.
"Kamu mau bicara apa?" tanya Bella mulai bersuara.
"Kamu kenal Fendy dari mana?" Heni balik bertanya pada Bella.
"Oh itu. Kenal sih enggak, cuma baru kemarin saja tahu dia Fendy. Ketemu di mall gara-gara putrinya minta aku jadi istri-papanya. Kenapa memangnya?" jawab Bella lalu kembali bertanya. Bella sih tidak terlalu mencurigai pertanyaan dari Heni.
"Tidak kok. Sepertinya itu putri-Fendy suka banget sama kamu. Lengket banget dan akrab lagi."
"Biasalah anak-anak. Kamu kayak nggak tahu aku bagaimana orangnya. Suka sama anak-anak. Wajar saja sih. Cuma ya nggak tau juga sih kenapa bisa akrab sama putrinya. Heran saja menurutku."
"Terus bagaimana hubunganmu dengan Boby?" Heni malah mengalihkan pembicaraan.
"Biasa saja. Tidak ada perkembangan pusing juga sih sama mamaku. Ngotot banget biar aku sama Boby. Padahal rasa saja enggak," jawab Bella mengadu minumannya.
Heni tahu, Bella tidak akan mudah jatuh cinta pada seseorang walaupun berapa kali mencoba mendekati.
"Apa karena Hendrik? Kamu jadi tertutup sama lelaki?" tebak Heni.
Heni tahu banget hubungan Bella dengan Hendrik saat mereka kuliah barengan. Meskipun saat SMA Heni adalah saingan Bella. Tetap saja teman sekolah pasti tahu segala informasi.
Karena Heni paling dekat dengan Bella daripada yang lainnya. Bella tidak pernah menceritakan masalahnya kalau tidak dipaksa untuk ceritakan.
"Begitulah. Aku sulit untuk pindah hati ke lelaki lain. Kamu tahu sendiri bagaimana perasaanku terhadap Hendrik. Meskipun dia sudah menghianatiku," lirih Bella
Mata sayu milik Bella jelas banget bisa Heni rasakan. Heni juga takut jika Fendy memilih perempuan lain. Perjuangan Heni tentu harus mengambil hati Fendy apa pun. Biar orang mengatakan dirinya egois tetap Heni cinta banget sama Fendy.
"Sulit itukah kamu melupakan Hendrik? Aku dengar dia bakalan pulang ke kota ini. Dia sedang buka cabang kantor sekitar sini. Apalagi dia sudah tidak bersama istrinya. Mereka bercerai bagaimana perasaanmu jika kalian bertemu?"
Bella diam tidak berani untuk menjawab, karena ia juga bingung harus berikan perkataan apa yang cocok jika mereka bertemu nanti.
"Mungkin sulit ya, kalau aku jadi kamu mungkin lebih memilih menghindar. Daripada rasa sakit hati makin bertambah walaupun dia tidak bersama istrinya lagi. Bisa saja nanti salah paham terjadi. Apa tidak rugi di diri kita sendiri," kata Heni kemudian.
"Ya mungkin, bisa saja. Thank's ya sudah hibur aku. Entahlah bagaimana jadinya nanti."
Cukup lama percakapan mereka di tempat nongkrong, Heni kembali ke jualan mamanya di pasar ramai. Sedangkan Bella masih duduk setia di tongkrongan warung. Masih merenung perkataan Heni.
Jika pun bertemu mungkin Bella juga akan menghindar, menghindar kemana. Tidak ada yang bisa mengerti keadaanya sekarang.
Bella menghela napas panjang berat banget bebannya. Kayak orang tua saja, beban berat.
"Berat banget ya!"