Janu segera meraih ponsel—di dalam saku jas yang sudah tidak terkancing, saat benda persegi empat itu bergetar. Matanya membelalak melihat satu gambar yang baru saja dikirim satu nomor yang tidak ia kenal. Telinganya berdenging. Kepalanya terasa berasap. Umpatan-umpatan kasar sudah mengumpul di ujung lidah—yang untungnya masih bisa ia tahan. Shaba, pria itu sudah lumpuh, dan juga bisu. Tidak mungkin Shaba masih bisa menggerakkan seseorang untuk melakukan tindakan keji. Apalagi, sudah bisa dipastikan—pria itu sudah tidak memiliki rupiah untuk membayar para algojo. “Ada apa??” tanya Alka penasaran, melihat perubahan raut wajah Januari setelah melihat layar ponselnya. Semua mata kini tertuju ke arah pria tersebut. Janu susah payah mengatur nafasnya yang memburu. Terlalu sulit menahan emosi