Gea tahu waktunya benar-benar sudah tiba. Dia sudah tidak punya lagi alasan untuk bertahan. Satu hal terakhir—yang masih ia harapkan, akhirnya kandas juga. Gea merasa tubuhnya nyaris lumpuh, ketika harapan terakhirnya pun tak lagi bisa ia genggam. Kedua tangannya bergetar—mencoba untuk tetap berdiri tegak, Gea meremas kuat pegangan tangannya pada kedua sisi krah jas pria yang memberinya kecewa terlalu dalam. Susah payah wanita itu menahan kedua bibirnya untuk tetap tertutup. Untuk tetap menelan semua kata, pun isak yang sebenarnya sulit untuk ia tahan. Hancur! Gea benar-benar merasa hancur. Gea sudah berpikir keras—sepulangnya dari rumah sakit menjenguk Mekka. Sudah tidak ada ragu lagi dalam hatinya—jika memang gadis remaja itu lah orangnya. Pria bodoh itu memang benar Januari Bagaskara,