“Mama mungkin. Aku juga nggak ngundang mereka,” jawab Altha. “Kuusir aja mereka, ya?” “Nggak usah. Udah telanjur datang juga. Tapi kalo mereka nanti ngomong macem-macem, segera suruh pergi. Nggak tahu kenapa aku ada feeling nggak enak sama mereka.” “Iya, Sayang.” Bagas menatap Mazida sendu. Wanita itu tambah cantik. Harusnya dirinyalah yang menjadi pendamping hidup Mazida, mengingat mereka dulu berpacaran cukup lama. Namun, takdir berkata lain. Mereka bertakdir sebagai kerabat sekarang. Meskipun sudah memiliki Risa, tetap saja di hati terdalamnya masih tersimpan nama Mazida, sang mantan terindah. Risa dan Bagas mendekat. “Selamat, ya. Semoga ibu dan dedeknya selalu sehat,” ujar Risa. Mazida tersenyum, mengangguk. “Zi, sekalian aku mau minta maaf sama kamu. Selama ini aku terlalu ang

