“Sudah dong, nggak capek apa cemberut terus?” tanya Altha saat Mazida sudah duduk di sampingnya dalam mobil. Mazida mengatur napas. “Bete banget. Sebel banget sama Mas Altha.” Altha lalu melajukan mobil. Ia tidak tahu ada Anggun yang mengikuti. “Masalah wanita kemarin? Sudah kubilang saat itu aku memutuskannya. Kenapa sampai memeluk? Karena mungkin dia syok. Jadi, aku sengaja membiarkannya melakukan itu untuk yang terakhir kali.” “Kenapa baru diputusin padahal kita sudah bersama?” “Karena dia baru punya waktu luang. Apa iya aku harus memutuskannya lewat telepon atau chat? Kan nggak sopan.” “Sesibuk apa dia?” “Dia lagi program dokter spesialis.” Nyali Mazida menciut seketika. “Wah, saingan yang berat.” Altha tertawa. Ia mengelus kepala Mazida lembut. “Kamu nggak punya saingan karen

