“Sayang, dengerin penjelasanku dulu!” Altha akhirnya berhasil mengejar dan mencekal pergelangan tangan Mazida. “Lepas!” Mazida berusaha membebaskan tangannya, tetapi tidak berhasil. “Kenapa kamu selalu menghindar? Kamu di mana selama ini? Kenapa nomormu nggak aktif?” cecar Altha tanpa jeda. “Penting ya? Bukankah Mas juga sibuk sama wanita lain?” Altha tersenyum. “Kamu cemburu?” Mazida berdecih. Ia melengos. “Kamu kemarin salah paham, Sayang. Justru kemarin aku memutuskan wanita itu. Aku memilih kamu.” “Bohong!” “Aku nggak bohong. Setelah kuputuskan, dia menangis. Makanya aku tenangkan. Ayo kita berdoa dulu di makam ayah. Setelah itu, akan kujelaskan semuanya.” “Enggak! Aku mau pulang.” “Sayang ... jangan kayak gini.” Mata Mazida memerah, siap meluncurkan lahar air mata. “Kamu ya

