Romy langsung menunduk sedikit, mencoba bersikap hormat. “Assalamualaikum, Pak.” ucapnya pelan, suaranya nyaris bergetar. Farid menatap Romy beberapa detik tanpa menjawab, kemudian berkata dengan nada tenang tapi tegas, “Waalaikumsalam. Ada apa kamu ke sini?” Romy menelan ludah. Ia mencoba tersenyum, meski wajahnya jelas tegang. “Saya… mau ketemu Gia, Pak. Ada urusan yang mau saya selesaikan.” Farid berdiri sejenak di ambang pintu, menimbang-nimbang. Tatapannya tajam tapi tidak sepenuhnya dingin. Ia kemudian menghela nafas pelan dan berkata, “Baiklah. Kamu duduk dulu.” Ia menyingkir sedikit, memberi jalan. Romy melangkah masuk perlahan, mencium aroma khas rumah yang dulu pernah ia datangi. Ada perasaan aneh di dadanya — campuran gugup, nostalgia, dan sesal yang sulit dijelaskan. Ru

