3

1060 Kata
Melisa, Arga dan Shila pun akhirnay sarapan bersama. Melisa tidak bertanya macam -macam dan fokus pada makanannya. melisa malah peduli pada shila. Ia mengambilkan nasi dan lauk pauk yang di bawa Melisa dari rumah. "Habiskan. Tenaga kamu pasti habis," hucap Melisa tersenyum sumringah. Arga hanya bisa memutar kedua bola matanya dengan malas. Bisa -bisanya Mama meambil kesimpulan sendiri. Arga memang sedang dekat dengan seorang perempuan, tapi bukan Shila. Perempuan itu seorang perawat yang sering membantu Arga saat tugas di rumah sakit yang sekarang menjadi tempat ia bekerja. "Ma ... Kita berdua ..." "Iya. Kapan kalian akan meresmikan hubungan kalian? Bawa Shila ke rumah, kenalkan pada Papa, Opa dan Oma, mereka pasti senang sekali, calon cucu mantunya sangat cantik," jelas Melisa memuji. "Gak gitu Ma. Kita ini ..." Arga terdiam saat Melisa menyela ucapannya. "Udah ya, Ga. Mama udah capek denger alasan kamu. Gak mau, masih pengen sendiri, belum pengen. Mama harap, kamu dan Shila sesegera mungkin menikah. Mama itu sudah pengen punay cucu. Satu hal lagi, Kalian mending tinggal bersama kayak begini," titah Melisa pada putra semata wayangnya. "Apa? Enggak Ma. Gak mungkin," jelas Arga menatap Shila dengan geram. Shila memilih menunduk. '"Arga! Kamu gak boleh natap Shila kayak gitu. Awas kamu kalau bikin Shila nangis atau pergi dari sini. Mulai hari ini, Mama bakal video call kamu, biar Mam tahu keadaan kalian berdua," jelas Melisa pada Arga. "Tan ... Tante ... gak mungkin tinggal bersama juga," jelas Shila tergagap. "Udah Shila. Kamu aman sama Arga. Lagi pula panggilnya Mama bukan Tante," titah Melisa pada Shila. Entah ini suatu keberuntungan atau malah menjad malapetaka. Niatay tidak mau berbohong dan menjelaskan semuanya. Tetapi kenapa malah jadi begini. Shila melirik ke arah Arga yang terlihat sangat kesal sekali. Arga terdiam lalu menunduk dan menghabiskan makanan yang ada dipiringnya. Rasanya malas sekali menceritakan suatu kebenaran tapi sama sekali tidak di dengar. Melisa tidak lama berada di kamar kost Arga. Ia memilih segera pulang setelah selesai sarapan bersama Arga dan Shila. Melisa menurunkan semua bawaanya dari mobil untuk Arga dan Shila. Semua kardus itu berisi makanan dan cemilan yang sengaja Melisa beli untuk kekasih Arga. Saat Melisa mau pulang, ia memberikan gelang miliknya untuk Shila. Gelang emas dengan permata yang berwarna warni. Shila sempat menolak, tetapi Melisa bersikeras agar Shila menerimanya karena ia adalah calon menantunya. Melisa sudah pulang, mobilnya pun sudah menjauh dari pandangan dan sudah menghilang di ujung jalan simpang tiga. Shila terdiam melirik ke arah Arga yang terlihat marah padanya. "Puas?" tanya Arga ketus. Sikap Arga begitu dingin sekali. Tatapannya begitu tajam seolah ingin mencekik Shila kalau tidak takut akan dosa. Kedua tangan Arga masuk ke dalam saku celana trainingnya dan masuk ke dalam rumah kost menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Shila masih terdiam di jalan gang yang terbilang sepi itu. Entah pada kemana warga di sini, apa memang seperti ini bentuk komunitasnya. Saling cuek, dan sibuk dengan kehidupannya sendiri. Tanpa sengaja Shila melihat sebuah poster yang ditempel di tembok tentang lowong kerja. Shila mengambil poster itu dan membaca. Ia cukup berminat sekali dengan lowonga kerja yang di tawarkan. Kalau hanya menjadi pramusaji, Shila pasti bisa. Shila akan mencoba menghubungi bagian admin dan datang untuk melamar kalau masih ada kesempatan. "Heh! Ngapain masih berdiri di situ! Ayo masuk!" titah Arga pada Shila. Shila mengangkat wajahnay dan mengangguk pelan lalu masuk ke dalam rumah kost yang memang nampak sepi itu. Shila menutup pntu depan an naik ke atas lantai dua, diamna kamar Arga berada. Suasana hening itu membuat beberapa suara aneh terdengar jelas. Desahan seorang perempuan di ikuti dengan suara ranjang yang mentok di dinding. Suara itu timbul tenggelam. Tak lama, suara teriakan seorang lelaki. Bukan teriakan lebih etpatnya sebuah erangan yang kuat seperti sedang melepas sesuatu yang sangat nikmat. Shila terdiam sebentar di tengah -tengah anak tangga untuk meyakinkan dirinya bahwa apa yang ia denger itu benar. Tak lama, sebuah kamar itu di buka pintunya. Seorang laki -laki hanya memakai celana pendek berjalan ke arah dapur umum dengan membawa dua mangkuk kosong dan satu plastik berisi dua telur dan mie instant. Jelas terlihat apa isinya karena plastiknya memang transparan. Seorang perempuan muda juga keluar sambil menenteng sebuah alat pengaman yang basah. Alat pengaman itu berwarna pink dan menetes. Perempuan itu membuang ke tempat sampah besar. Shila bergidik ngeri. Ia memang polos, tapi ia pernah melihat hal yang speerti itu saat ia bekerja menjadi tukang bersih -bersih di sebuah hotel. "Heh! Naik!" panggil Arga dengan suara tertahan. Shila pun langsung naik ke atas menuju kamar Arga. Jantung Shila berdegup keras, perempuan tadi sempat melihat ke arahnya. Tapi, Shila berpura -pura tak melihat dan terus berjalan sampai di depan kamar Arga. Shila mengembuskan napasnya perlahan. "Kamu kenapa?" tanya Arga. Shila menggelengkan kepalanya pelan, "Gak apa -apa." "Kalau dengar sesuatu itu langsung naik bukannya malah dengerin. Nanti kamu mupeng sendiri," titah Arga yang sudah membuka beberapa kardus dan mengeluarkan isinya ke lantai. Kedua maat Shila melotot tajam lalu ikut duduk di depan Arga. Kenapa Arga bisa tahu? jangan -janagn tadi dia juga denger lagi. Tapi wajahnya biasa saja. Apa memang Arga sudah biasa. "Ada yang mau di omongin?" tanya Arga pada Shila. "Soal tempat tinggal?" tanya Shila gugup. Arga mengangkat wajahnya dan teringat akan kata -kata Melisa tadi. "Kamu bisa tinggal disini. Inget, saya tidur di kasur saya, dan kamu tidu di sofa! Ngerti?" ucap Arga tegas. Shila mengangguk paham. Sykurlah kalau bisa tinggal di sini dengan gratis. Ini yang diharapkan Shila sejak tadi. Sekarang shila tinggal fokus mencari pekerjaan dan mengumplkan uang sebnayak -banyaknya. "Eum ... Boleh saya pinjam uang?" tanya Shila tergagap. "Uang? Buat apa?" tanya Arga dengan tatapan tajam. "Shila mau beli baju sama ponsel. Shila mau cari kerja," jelas Shila pada Arga. Arga terlihat mengerutkan keningnya. Shila kemarin berlari dengan tangan kosong. "Nanti kalau Shila dapat kerja dan sudah gajian langsung Shila kembalikan," ucap Shila dengan cepat untuk meyakinkan Arga yang masih bingung menatap Shila. "Kamu tidak punya komplotan orang jahat kan? Jangan -jangan kamu sedang bikin rencana untuk mengambil uang saya lalu membunuh saya?" ucap Arga menuduh Shila. "E -enggak. Shila berani sumpah. Shila gak punya komplotan apa -apa. Shila perempuan baik -baik yang sedang cari kerja. Itu aja," jelas Shila berusaha meyakinkan Arga. Shila menyodoran poster lowongan pekerjaan pada Arga. "Om tahu alamat ini? Shila mau melamar ke sana?" ucap Shila lembut. Terlihatdari binar matanay, Shila sangat bahagia melihat lowongan pekerjaan itu. Walaupun hanya sebagai pramusaji.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN