Shila berjalan ke arah Theo dan memberikan piring berisi nasi goreng dengan lauk yang cukup lengkap.
Theo berdecak kagum melihat masakan Shila yang terlihat sangat enak itu.
"Wah ... Ini sih enak banget pastinya," ucap Theo sambil memegang piring itu.
"Makan aja Kak. Shila ke kamar dulu ya, mau siap -siap," ucap Shila dengan cepat. Ia memindahkan sayur sop ke wadah dan bakwan jagung sebagai pelengkap.
"Oh iya. Mau siap -siap kemana?" tanya Theo penasaran.
"Mau kerjalah. Bye, Kak Theo." Shila sudah pergi menuju kamar Arga. Pintu itu di tutup rapat dan tiba -tiba saja, suara volume televisi Arga di besarkan. Siapa yang tidak curiga dengan hal ini?
"Kerja apa? Bercinta? Aneh banget sih. Udahlah yang penting makan gratis. Lumayan belum gajian dapat sarapan gratis," ucap Theo tak peduli.
Theo pun kembali ke kamarnya dan melewati kamar Arga. Sempatng telinganya di pasang dengan tajam untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam. Tidak ada yang aneh kecuali suara TV dengan volume besar.
"Jadi penasaran," ucap Theo di dalam hati.
Theo masuk ke dalam kamar dan membuka seluruh korden dan jendela agar hawa udara pagi masuk ke dalam kamarnya. Sambil minum kopi dan sarapan nasi goreng pemberian tetangganya.
"Jangan -jangan Shila itu simpenan lagi," ucap Theo masih saja kepikiran tenang Shila yang tadi buru -buru ke kamar karena mau kerja.
"Ahh ... Bodolah. Makan aja dulu, dari pada sibuk mikirin orang lain ..."
Theo pun segera menghabiskan kopi dan sarapannya.
Shila sudah menyiapkan menu makan siang untuk Arga. Shila pun masuk ke dalam kamar mandi untuk segera membersihkan diri dan bersiap untuk bekerja.
"Astaga! Kenapa Shila lupa bawa baju sih! Lupa bawa handuk pula! Argh!" umpat Shila kesal pada dirinya sendiri.
Shila membuka pintu kamar mandi sedikit dan mengintip apa yang sedang dilakukan Arga di sofa. Apakah lelaki setengah tua itu sudah masuk ke dalam alam mimpi atau masih setia melihat televisi? Apa harus berteriak meminta tolong? Ah ... Jangan, dia pasti capek, yang ada malah ngamuk -ngamuk gak jelas. Maklum kalau sudah jadi Om -om kan suka baperan gitu.
Shila mengeluarkan kepalanya dan melihat ke arah luar kamar mandi. Lelaki itu terlihat sudah memejamkan kedua matanya. Shila pun kegirangan.
"Yes! Dia sudah tidur. Mending sekarang keluar lalu ambil handuk lalu cepat -cepat ambil baju." Shila pun membuka pintu kamar mandiagak lebar dan keluar dari kamar manid sambil berjingkat pelan dan berlari ceoat menuju sisi ranjang sambil berjongkok.
"s**t! Kemana lagi itu handuk!" umpat Shila mencari handuknya yang sama sekali tidak bisa ditemukan.
Shila terus berjongkok sambil berputar mencari handuknya.
"Cari ini?" tanya Arga yang sudah berada di depan Shila sambil menenteng handuk Shila.
Shila melotot dan menutup sebagian tubuhnya dengan kedua tangannya.
"Ah! Om kok cari kesempatan sih! Om lagi tinggi ya?" ucap Shila menatap tajam ke arah Arga.
"Enak saja! Saya gak nafsu lihat punya kamu yang kerempeng kayak tulang! Lag pula, saya itu dokter! Udah biasa lihat daleman pria atau wanita!" ucap Arga dengan tegas.
"Masa? Dasar pencuri kesempatan!" umpat Shila begitu kesal.
Shila menarik handuk dan menutup sebagian tubuhnya.
Arga pun berbalik. Jujur, jantungnay berdegu keras saat ini. Anehsekali. Dia kan seorang doker sudah biasa melihat hal seperti tadi. Kenapa harus deg -degan sih? Arga membatin
Arga menjatuhkan tubuhnya kembali di atas sofa dan memunggungi Shila.
Dengan cepat Shila mengganti pakaian dan memakai seragam kafe lalu bersiap untuk berangkat.
Shila mengikat rambutnya yang panjang ke atas seperti ekor kuda. Kaos yang di pakai juga sedikit ketat dengan rok pendek dan memakai apron bertuliskan nama kafe tempat Shila bekerja.
Shila membawa kotak bekal yang berukuran kecil untuk makan siang nanti.
"Om ... Shila berangkat dulu ya?" pamit Shila dengan suara lembut.
"Hmm ... " jawab Arga hanya berdehem.
"Oke. Bye." Shila menenteng tas bekalnya dan tas ransel kecil yang ia beli kemarin di toko pakaian.
"Hmmm ..." Arga hanya berdehem kembali seolah tak peduli.
Shila membuka pintu kamar dan berjalan ke arah anak tangga lalu turun. Baru saja kakinya melangkah dan Theo berteriak keras memanggil Shila.
"Shila! Mau kemana?"
"Mau kerja, Kak."
"Kerja dimana? Aku anter aja. Mau?"
"Ekhemm ..." Shila nampak bingung sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah. Ia belum kenal denagn penghuni kost di sini. Jadi jangan sampai ia masuk jebakan betmen. Tapi, Theo sepertinya orang baik. Kalau di kasih kesempatan boleh juga. Biar gak jalan kaki juga. Lumayan, kan irit tenaga.
"Kenapa? Ragu? Apa takut sama Arga?" goda Theo pada Shila.
Shila menggelengkan kepalanya pelan.
"Enggak."
"Aku antar ya? Tapi naik motor. Gak apa -apa, kan?" tanya Theo memastikan.
Shila mengangguk kecil dan tepat di waktu yang sama Arga keluar dari kamar dengan kunci mobil di tangannya.
"Ayo Shila, berangkat sekarang. Nanti kamu telat," titah Arga yang berjalan melewati heo begitu saja dan menggandeng tanagn Shila dengan erat menuruni anak tangga bersama.
Shila melirik ke arah Theo sekilas seolah kedua matanya yang sayu sedang meminta maaf.
Shila menuruni anak tangga dengan langkah kecil mengikuti Arga yang memang selalu berjalan pelan dan santai.
"Om ..." panggil Shila lirih.
Arga tetap diam dan masih menggenggam tanagn Shila menuju ke arah mobilnya.
Arga membukakakn pintu mobil untuk sila dan ia memutar lalu msuk ke dalam mobilnya dari sisi yang berbeda.
"Saya gak suka lihat kamu bicara dengan tetangga kamar. Apalagi dengan The. Paham?" tegas Arga sambil melirik ke arah Shila yang terdiam menelan air liurnya.
Tatapan Arga begitu tajam dan sangat menyeramkan sekali. Shila hanya mengangguk kecil saja bahwa ia paham dengan perintah Arga barsan.
Mobil Arga sudah keluar dari garasi kostnya dan ternyata, jalannya di hadang oleh Selvira, kekasih Arga.
Tok ... Tok ... Tok ...
Vira mengetuk kaca jendela mobil Arga. Arga menghentikan mobilnya dan menurunkan kaca jendela itu sambil menatap ke arah Vira.
"Ada apa?" tanya Arga ketus.
"Ada apa? Pertanayan aneh! Kamu yang kenapa Ga! Aku minta jemput gak bisa, giliran dia mau kerja, kamu anter! Sebenarnya yang jadi pacar kamu itu siapa sih? Dia atau aku?" sentak Vira penuh emosi.
"Kamu kenapa sih? Aneh?! Aku gak ada waktu lagi, Vira. Shila bisa terlambat kerja," jelas Arga yang bersiap melajukan mobilnya lagi.
"Aku sakit, Ga!" ucap Vira cari perhatian.
"Makan, minum obat lalu istirahat," jelas Arga menitah.
"Kamu Ga! Mau kamu apa? Semenjak ada dia nih. kamu jadi aneh! Udah di cuci otak kamu sama dia!" ucap Vira kasar.
"Jaga mulut kamu, Vira. Kita putus!" jelas Arga lantang lalu menutup kaca jendela dan melajukan moil itu dengan kecepatan tinggi.
Vira sempat mengejar moil itu namun gagal karena terlalu cepat.
Shila teriam dan menunduk. Ia merasa bersalah. gara gara dia, hubungan Arga dan Vira malah runyam.
"Maaf ya, Om."
"Maaf untuk apa?"
"Karena Shila, Om jadi putus sama Kak Vira."
"Berhenti panggil saya, Om." jelas Arga.