“Duduk!” Bima Ardelio menghela napas dalam dan makin sempoyongan. Tatapannya yang sayu, menatap sang istri penuh peringatan. Di pinggir tempat tidur, Shanum yang menangis berusaha berdiri, meski kedua tangan Bima Ardelio menyodorkan telapak tangan kepadanya. Telapak tangan yang menjadi bagian dari peringatan dari Bima Ardelio. “Sayang!” seru Shanum ketika suaminya buru-buru masuk ke dalam kamar mandi, sembari mual bahkan muntah-muntah. Sudah lima menit lebih kondisi tersebut berlangsung. Namun, Bima Ardelio tetap menolak uluran tangan Shanum. Bima Ardelio tetap tidak mengizinkan istrinya mengurusnya, meski sekadar berdiri, Shanum sudah bisa. Melangkah pun meski kaki kanan harus diseret, Shanum sudah bisa. Walau semua yang Shanum bisa tersebut, memang belum diperbolehkan oleh dokter ma