Pagi yang sunyi, Shanum isi dengan kecanggungan yang membuat dadanya berdebar-debar. Alasannya masih sama. Masih karena suaminya, dan juga kemajuan hubungan mereka. Memang belum sampai ada sentuhan fisik lebih. Namun pelukan dan ciuman yang mereka lakukan sudah didasari kesadaran sekaligus kemauan. Shanum yang bangun lebih dulu, berangsur melepaskan diri dari dekapan sang suami. Posisi terakhir mereka masih saling memeluk sekaligus menghadap satu sama lain. Bima Ardelio terbangun akibat pemisahan diri yang Shanum lakukan. Ia menghela napas dalam sembari melakukan peregangan. Beberapa bagian tubuhnya berbunyi pleketuk, Shanum yang duduk selonjor di sebelahnya refleks terdiam ngeri menatapnya. “Mau aku kretek, Om?” tawar Shanum. “Takut patah!” balas Bima Ardelio, dan disambut cekikikan