bc

CEO'S SECRET BABIES

book_age18+
11.1K
IKUTI
71.4K
BACA
HE
escape while being pregnant
arrogant
kickass heroine
blue collar
bxg
city
seductive
like
intro-logo
Uraian

Balas dendam membutakan mata siapa saja. Tidak terkecuali Darren Hutomo. Sakit hatinya telah membuat hidup seorang siswa SMA hancur. Darren ingin membalaskan dendam adiknya, Dino, yang telah ditipu habis-habisan oleh Juan, tapi sayangnya korban balas dendamnya ternyata salah. Darren ingin menghancurkan putri Juan, tapi dia justru menghancurkan hidup Amber yang tidak tahu apa pun. Amber merasa hidupnya hancur. Gadis itupun memilih pergi, menjauh dari kehidupan rusaknya dan memulai hidup baru di lingkungan baru dengan sebagian dari diri Darren yang tertinggal di rahimnya. Hingga takdir mempertemukan mereka kembali lima tahun kemudian.

"Aku hanya harus bersabar menunggu satu tahun lagi saat kontrak kerja berakhir, lalu aku akan kembali menghilang dari hadapannya. Aku tidak akan membiarkannya mengenal si kembar. Siapa yang bisa menebak reaksi pria iblis itu jika bertemu dengan mereka?"

(Amber)

"Kau bisa pergi ke manapun, tapi aku akan selalu bisa menemukanmu. Aku tidak akan membiarkanmu menghilang dari pandanganku. Ada banyak kesalahpahaman yang harus diluruskan."

(Darren)

#Program Pembaruan Musim Panas#

Gambar: freepik.com

Edit: Canva

chap-preview
Pratinjau gratis
1. Mata yang Indah
“Sayang, kamu lihat tidak dua anak tadi? Gara-gara mereka tanganku jadi lecet begini. Duh, kenapa juga ada anak-anak nakal seperti mereka? Lihat! Tanganku tergores mainannya tadi. Apa bisa hilang bekasnya nanti? Bagaimana mungkin orang tuanya membiarkan anak mereka berkeliaran seperti itu di mall sebesar ini? Aku benar-benar tidak habis pikir...-“ Amber sedang mengantri di kasir saat dia mendengar rengekan manja seorang wanita yang berdiri tidak jauh di belakangnya. Wanita itu langsung teringat kedua anaknya yang sedang menunggunya di luar. Entah kenapa kedua anak yang dimaksud adalah anaknya. Mendengar bagaimana kedua anaknya yang lucu diceritakan seburuk itu, Amber bermaksud untuk meminta maaf. Dia pun menoleh. Namun, tatapannya justru berhenti pada sosok itu, pria kejam, tidak berperasaan, bengis, jelmaan iblis yang pernah Amber temui selama hidup. ‘Tidak mungkin!!! Di antara semua tempat di dunia ini? Kenapa Tuhan mempertemukan kami kembali di sini??’ Amber terpaku, menatap sepasang mata hitam gelap yang tidak akan mungkin dia lupakan. Pria dengan mata hitam yang sudah membuat hidupnya hancur itu kini berdiri di depannya. Amber bisa melihat raut terkejut di mata hitam itu. Kedua pasang mata itu terpaku tanpa kedip. Waktu seakan berhenti, membekukan semua di sekitar mereka. “Sayang, kamu mendengarkan tidak?” Rengekan manja seorang wanita membuat kesadaran Darren dan Amber kembali. Darren melirik wanita seksi yang berada di sampingnya. “Hmm.” Darren malas menanggapinya. Saat matanya kembali menatap ke depan, Amber sudah menghilang dari antrian kasir. Darren melihat sebuah tas yang tadi dibawa Amber tergeletak di lantai. “Ck!” Darren berdecak dengan kencang. Kakinya melangkah tanpa memedulikan ocehan Gisel. “Lho, Sayang, kenapa kamu ninggalin aku?” Gisel menghentak kakinya dan segera menyusul Darren. Amber yang sedang bersembunyi di balik pilar segera keluar dari persembunyiannya saat Darren berjalan menjauh. Dengan cepat, kakinya melangkah keluar dari toko. Dia harus segera menemukan Alex dan Ana lalu membawa mereka pulang. Darren tidak boleh bertemu dengan mereka. “Ma!” Ana berseru bahagia melihat mamanya mendekat. Amber membalas senyum Ana. Namun, matanya masih terus menatap sekitar. Jangan sampai Darren melihat mereka. “Mana belanjaan mama? Bukannya tadi Mama ingin membeli beberapa baju kerja?” Ana mencari-cari tas belanjaan mamanya. Amber tersenyum kikuk. “Mama tidak jadi membelinya. Harganya terlalu mahal, Sayang. Mama akan menabung terlebih dulu sebelum membeli baju baru,” jawabnya sambil mengawasi sekitar. “Mama kenapa?” Berbeda dengan Ana, Alex merasa mamanya bertingkah sedikit aneh. Wanita yang dia sayangi itu tampak waspada. Amber langsung menoleh padanya. Dia hampir melupakan fakta bahwa Alex memiliki kepekaan yang tinggi. “Mama tidak apa-apa, Sayang. Bagaimana kalau kita pulang saja? Kaki mama sangat capek.” Amber memasang tampang kesakitan sambil mengelus kakinya. Ana tidak sampai hati. “Sebenarnya aku masih ingin bermain bom bom car, tapi aku tidak mungkin membiarkan mama kesakitan,” ucapnya sendu. Batin Amber menjerit. Rasa bersalah membanjiri hatinya. “Kapan-kapan kita ke sini lagi. Bagaimana?” Ana mengangguk dengan cepat. “Mama harus sembuh dulu.” Rambutnya yang dikuncir bergerak seiring dengan anggukan kepalanya. Siapa pun yang melihatnya pasti akan menjerit karena gemas. “Pasti, Sayang. Mama akan menjaga diri dengan baik agar cepat sembuh dan membawa kalian bersenang-senang kembali.” Amber memasang senyum lebar agar kedua anaknya tidak ada yang curiga. Amber segera berdiri dan menggandeng kedua buah hatinya. Wanita itu membiarkan dua anaknya berceloteh riang sementara dia berdoa dalam hati agar dijauhkan dari makhluk berjenis kelamin pria bernama Darren. Jantungnya terus berdegup kencang. Amber terus memasang tampang serius. Hanya ada kata keluar dan menjauh yang terus berdengung dalam benaknya. Ana yang polos dan imut masih saja berceloteh tentang keindahan mall Ambarukmo. Matanya yang hitam dan jernih terus mengagumi salah satu pusat perbelanjaan besar di Jogjakarta ini. Sekali lagi, rambutnya yang lucu bergerak lincah sesuai denga gerakan kepalanya. Ini adalah pertama kalinya Amber membawa kedua buah hatinya berbelanja kemari. Dan Ana begitu menyukai tempat ini. Ana menarik tangan sang mama. Amber segera menunduk. Matanya tepat menatap Ana. Mata Ana yang hitam menghipnotis Amber. Mata yang sama dengan pria itu, pria yang sudah menciptakan neraka di hidup Amber. “Ma, boleh kita secepatnya kemari lagi ya?” tanya Ana dengan polos. Amber tersenyum tipis. “Kalau semua sudah membaik, mama akan mengajak kalian jalan-jalan kembali,” jawab Amber penuh arti. Sayangnya, Amber tidak ada keinginan untuk membawa Alex dan Ana kembali kemari. Tidak selama Amber belum yakin pria iblis itu sudah meninggalkan Jogjakarta dan kembali ke asalnya. Ana berteriak kegirangan. Matanya yang hitam bersinar seperti langit malam yang dipenuhi bintang. Gadis berusia empat tahun itu kembali berceloteh. Sesekali Amber menimpali ucapan sang putri, tapi fokusnya bukan itu. Nafas Amber masih memburu karena gugup. Matanya yang cantik berwarna kuning keemasan memancarkan rasa takut dan kecemasan yang tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Alex merasa genggaman mamanya lebih kuat dari biasanya. Langkah kaki mamanya juga lebih cepat dan lebar seolah ingin berlari dari sesuatu. Alex juga menyadari kalau sang mama sering menoleh ke belakang. Entah mamanya ini mencoba lari dari siapa atau apa. Rasa penasarannya membuncah. Keinginannya -sebagai satu-satunya anggota keluarga yang berjenis kelamin laki-laki- untuk melindungi mama dan adiknya mengalir cepat dalam darahnya. Alex mendongak, mencoba menganalisa wajah sang mama. Jika Ana memiliki mata hitam yang mampu menghipnotis dan menyeret jiwa seseorang, maka Alex kebalikannya. Mata Alex begitu teduh dengan warna kuning kecokelatan seperti mamanya. Namun, putranya itu cenderung dingin dan kejam seperti ‘dia’. Dan juga kecerdasannya yang di atas rata-rata, Amber yakin itu juga karena bibitnya yang baik. Melihat mamanya yang tidak tenang membuat Alex juga merasa hal yang sama. Matanya terus saja beredar, mencari hal-hal yang mencurigakan. “Ma, aku harus buang air.” Suara Ana mengagetkan Amber, begitu juga dengan Alex. Amber mengela nafas. Keinginannya untuk segera keluar dari sini harus ditunda terlebih dulu. “Ana, kenapa tidak di rumah saja? Apa kamu tahu kalau toilet umum itu sangat kotor dan penuh dengan jutaan kuman? Lebih baik kita langsung pulang saja. Bagaimana?” Alex mencoba membujuk saudara kembarnya. Padahal dia tahu tidak ada toilet jorok di mall ini. “Tapi ini sudah di ujung. Aku takut tidak bisa menahannya lebih lama lagi.” Mata Ana sudah berkaca-kaca. Amber jadi tidak tega melihatnya. “Baik, baik, jangan menangis, Sayang. Kasihan pipimu nanti basah karena air matamu yang asin,” ucap Amber sambil terkekeh. Wanita yang sedang gugup dan cemas itu berusaha menghibur putrinya agar secepatnya bisa keluar dari mall ini. Ana mengerjap. Gadis lucu itu berusaha menghalau air matanya yang hampir turun. “Aku tidak menangis. Pipiku akan tetap mulus sampai rumah.” “Gadis pintar. Ayo kita berjalan ke sana.” Amber mengajak kedua buah hatinya menuju toilet terdekat. “Mama tunggu di sini. Aku gadis pemberani,” ucap Ana saat mereka sudah berada di depan toilet. Amber mengangguk. “Mama akan berada di sini saat kau keluar.” “Ana, tunggu!” seru Alex. “Ada apa lagi? Aku sudah tidak tahan lagi, Alex!” “Ayo kita berlomba! Siapa yang terlambat kembali pada mama, harus membawakan tas yang menang saat sekolah besok,” tantang Alex. “Baik! Aku akan berusaha keras agar besok kau membawa tasku ke sekolah.” Ana tertawa lalu berlari memasuki toilet. Alex menggelengkan kepalanya. “Kau tidak jadi ke kamar mandi?” tanya Amber penasaran. “Oh, itu. Tentu saja,” jawab Alex gelagapan. “Ma, tunggu sebentar ya.” Amber mengangguk. Alex segera berlari masuk. Sebenarnya anak cerdas itu tidak ingin buang air. Dia hanya ingin Ana tidak membuang waktu di toilet. Mama mereka tampaknya sudah tidak sabar untuk pulang. Amber tersenyum melihat tingkah kedua buah hatinya. Namun sedetik kemudian, senyum itu memudar saat dia lagi-lagi melihat sosok bengis itu berada di sana, di sebuah rumah makan tidak jauh dari tempatnya berdiri. Amber sontak memalingkan muka sebelum Darren menyadari kehadirannya. Amber sama sekali tidak ingin bertemu lagi dengannya apalagi sampai bercakap. Tidak! Amber tidak sudi. Selain itu, Amber juga tidak ingin Darren bertemu Alex dan Ana. Kedua tangan Amber saling meremat. Sesekali dia mengembuskan nafas dan menggigit bibirnya untuk meredakan kegugupan dan kecemasannya. Amber membuka kuncir rambutnya dan menunduk, membiarkan rambutnya menutupi wajahnya. Amber yakin, dari tempat duduknya, Darren tidak akan menyadari kehadirannya. “Ternyata kau di sini.” Suara pria yang dalam dan dingin menyapa telinga Amber. Tubuh wanita itu sontak membatu. Tidak lama kemudian, dia mulai gemetar. Bayangan kekejaman Darren menari di matanya. “Kenapa kau pergi, Amber?” Suara Darren kembali terdengar. Amber masih setia dalam kebisuannya. Dia takut salah bicara dan akhirnya justru mengungkap hal yang paling dia rahasiakan dari siapa pun terutama Darren. Pria kejam itu menjadi tidak sabar. Darren menyentak lengan Amber, memaksa wanita itu untuk menatapnya. “Jawab, Amber!!” Gemetar di tubuh Amber meningkat. Darren tercengang. Dia bisa merasakan bagaimana lengan itu bergetar. Mata Amber berkaca-kaca. Bayangan kekejaman Darren di masa lalu membuat tubuhnya bergetar hebat. Amber tidak menyangka dia akan bereaksi sehebat ini saat bertemu dengan Darren kembali. “Lepas!” ucapnya penuh penekanan. Mata Amber yang jernih menatap Darren dalam-dalam. Pria yang terkenal jahat itu tidak bisa memalingkan matanya dari manik Amber. Bagi Darren, mata Amber adalah sebuah ancaman mutlak. Karena sekali Darren menatapnya, dia tidak akan bisa berpaling. Bagai terhipnotis, Darren melepaskan tangannya. Amber tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia segera berlari. Darren ingin mengejar, tapi... “Sayang! Kamu kejam udah ninggalin aku di sana.” Suara Gisel yang manja lagi-lagi membuat Darren berdecak. Tanpa kata, Darren segera meraih ponsel dan menghubungi anak buahnya. “Antar wanita ini pulang!!” Darren segera berlalu tanpa memedulikan Gisel yang terus meneriakkan namanya. Sudah lima tahun Darren mencarinya, wanita dengan mata tercantik yang pernah dia lihat. Dan Darren tidak ingin kehilangan dia lagi. Pria itu berhutang banyak penjelasan padanya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
167.4K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.2K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.3K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.8K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook