“Ok, Tuan Barnett. Sekarang, apa lagi yang harus kita lakukan?” tanya Livia keesokan harinya usai menjenguk Mario lagi. Di dalam mobil yang tenang itu, Malvin meliriknya sambil sibuk menggeser tablet miliknya. Sudut bibirnya tertarik misterius dengan sangat memesona. “Karena terakhir kali kamu ngambek, bagaimana kalau kamu sesekali melihatku bekerja? Sekalian saja mengenalku lebih dalam. Bagaimana?” “Apa? Aku tidak mau! Jika tidak ada kegiatan penting lainnya, aku ingin pulang saja,” balas Livia dingin dan angkuh, bersandar bersedekap di sisi jendela. Kening Malvin mengerut dalam. “Baiklah. Kalau begitu, karena kamu suka uang, bagaimana kalau aku membayarmu setiap kali menemaniku? Aku tidak menawarkanmu sebagai seorang pendamping murahan jika itu yang kamu pikirkan, aku ingin kamu seba

