Bab 15. Tidur di Kamar Ryan

1022 Kata
"Kirana bangun!" Ryan mendorong kepala Kirana dengan jari telunjuk menjauh dari bahunya. Namun, Kirana masih mengantuk berat. Matanya belum mau terbuka dan dia masih ingin melanjutkan tidurnya. "Perempuan satu ini ngantukan tapi sok-sokan ngajak jalan." Ryan mulai menggerutu. "Kirana, bangun, ayo kita pulang." Kali ini Ryan menggoyang-goyangkan kedua bahu Kirana. "Apaan sih? Aku tuh ngantuk, pengen tidur. Jangan ganggu kenapa sih!" Kirana belum juga bangun dari tidurnya. "Maling! Maling!" teriak Ryan di telinga Kirana yang kemudian membuat perempuan itu hampir lompat dari tempat duduknya. "Di mana malingnya, Pak?" tanya Kirana walaupun kesadarannya belum seratus persen berkumpul. "Malingnya udah pergi. Filmnya udahan. Ayo pulang, kamu mau dianter ke mana?" "Oh filmnya udahan, Pak? Aduh, maaf tadi saya ngantuk banget. Saya jadi enggak enak sama Bapak. Terus sekarang kita pulang, Pak? Pulang ke rumah Bapak aja, yuk." Kirana merasa malu pada Ryan karena tertidur selama menonton film. Pria itu semakin heran dengan Kirana, mengapa dia seperti memaksakan diri untuk datang ke rumah Ryan. Namun, dia ikuti saja semua permainan Kirana. "Kamu pengen banget datang ke rumah saya? Jangan-jangan kamu pengen tidur bareng saya ya? Apa kamu mau me ngulang kejadian kemarin waktu di hotel?" Ryan mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Kirana membuat wajah Kirana memerah dan bulu tengkuknya meremang. "Kamu kok malah keliatan ketakutan sekarang?" "Eh, enggak kok, Pak. Siapa yang takut? Ok, malam ini kita tidur di kamar Bapak, gimana?" Kirana menyembunyikan perasaan takutnya. Dia beranikan diri mengajak Ryan tidur bersama walaupun dia sendiri masih takut membayangkan apa yang akan terjadi di kamar itu. Apa pun yang terjadi dia tidak akan menyerah demi mendapatkan buku nikah itu. Ryan semakin merasa ada sesuatu dengan Kirana. "Ok, ini semua kamu yang minta, ya. Saya tidak memaksa kamu untuk datang ke rumah dan tidur bersama saya. Mulai sekarang kamu enggak boleh mundur lagi. Ikut saya ke mobil!" Kirana mengekor Ryan di belakangnya. Pria itu keluar dari studio tempat mereka menonton tadi menuju parkiran mall. Untuk sampai di parkiran mereka harus naik lift. Mall sudah sepi, toko-toko sudah tutup. Hanya penonton bioskop saja yang tersisa. "Sepi banget ya, Pak?" Kirana dan Ryan hanya berdua di dalam lift. "Kenapa? Kamu takut kalau sepi begini? Tenang kan ada saya." "Saya enggak takut, Pak. Cuma bilang sepi aja." "Saya juga cuma bilang kenyataan kalau kamu memang lagi sama saya, kan?" Lalu keduanya diam. Tak lama kemudian mereka sampai di parkiran mobil. Keduanya masuk mobil dan mobil melaju ke jalanan yang juga mulai sepi. Ternyata Kirana masih mengantuk, dia melanjutkan tidurnya sampai tiba di rumah Ryan. Ryan belum memasukkan mobil ke garasi. Dia parkirkan mobil di halaman depan rumah. Kali ini dia tidak membangunkan Kirana. Namun, dia angkat tubuh perempuan itu lalu dibawa menuju kamarnya sesuai permintaan Kirana. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan Kirana di kamar itu. Tiba di kamar, Ryan membaringkan tubuh Kirana di ranjang. Dia selimuti tubuh Kirana. Malam itu Ryan sedang tidak ingin tidur satu kamar dengan perempuan itu. Dia biarkan Kirana di sana sampai besok. Ryan keluar dari kamar itu menuju kamar lainnya untuk beristirahat. *** Yang tidak diketahui oleh Kirana adalah kamar Ryan sudah dipasang beberapa kamera yang tersambung di ponsel pria itu. Pagi hari saat Kirana bangun pria itu sudah mengawasinya dengan dari kamera. Di kamar Ryan, Kirana mulai membuka mata lalu menggeliat. Kemudian dia mulai memperhatikan kamar tempat dia tidur tadi malam. "Ini pasti kamar Ryan. Kamarnya rapi, tapi dia curiga enggak ya sama aku? Aku maksa ngajak ke kamarnya. Ah, sudahlah, sekarang udah di kamar Ryan, aku harus menemukan buku nikah itu secepatnya." Kirana turun dari ranjang. Berjalan pelan di kamar Ryan. Dia melihat pintu kamar mandi, tetapi belum mau masuk kamar mandi. Dia berjalan lagi dan menemukan satu ruangan khusus yang berisi pakaian dan barang pribadi milik Ryan. Dia masuk ruangan itu. Di sana Kirana melihat ada lemari dengan banyak laci dan sebuah brankas besar. "Mungkin buku nikah itu ada di salah satu laci di sini." Kirana berharap begitu. Satu persatu dia buka laci-laci itu perlahan supaya tidak membuat keributan. Dia terus membuka laci di sana dan mencari buku nikah mereka. Sampai akhirnya tersisa satu laci dan satu brankas. "Kalau buku nikah itu enggak ada dalam laci ini dan tersimpan di brankas, haruskah aku merayu Ryan dan benar-benar tidur dengan dia demi mendapat buku nikah itu? Kayaknya enggak deh." Kirana membuang jauh pikiran itu. Dia membuka laci terakhir dengan perlahan sampai terlihat isinya. Kemudian perempuan itu melompat kegirangan karena berhasil menemukan buku nikah mereka. Dia keluarkan sepasang buku nikah itu dan membaca sampulnya. Dia ambil buku nikah miliknya. "Akhirnya dapet juga buku ini," Kirana tersenyum senang. Dia pegang buku itu lalu mencari tasnya di kamar Ryan. Beruntung Ryan membawa tas milik Kirana ke dalam kamar dan meletakkan di meja. Saat Kirana baru saja menyimpan buku nikah itu, Ryan masuk kamar dan mengunci pintu. Kirana berjalan mendekati pria itu dengan perasaan takut. "Bapak kok ngunci pintu kamar ini?" "Saya mau menagih janji kamu tadi malam." Kirana menelan ludah, dia tidak menyangka Ryan akan menagih apa yang dia janjikan pada pria itu. "Harus sekarang ya, Pak?" "Mestinya tadi malam, tapi kamu malah tidur. Gimana sih? Kamu membiarkan saya kesepian tadi malam." Kirana mulai bingung menjawab ucapan pria itu. "Bapak kok enggak bangunin saya tadi malam? Atau Bapak kan bisa langsung tidur di sebelah saya? Tapi kenapa Bapak malah tidur di kamar lain?" Kirana malah menyalahkan Ryan. "Padahal tadi malam saya berharap kita bisa menghabiskan malam bersama seperti waktu di hotel itu. Waktu itu kamu keliatan berbeda, enggak sama dengan dulu yang hanya bisa pasrah ketika saya menyentuh kamu, tapi kemarin itu kamu sangat luar biasa. Bisa kita ulangi apa yang terjadi malam itu sekarang di kamar ini?" Ryan tersenyum nakal pada Kirana. Sebenarnya dia tidak ada maksud untuk meminta tidur dengan Kirana. Dia hanya menggoda perempuan itu saja. Dia pun sudah tahu jika Kirana mengambil buku nikah itu. "Tapi saya enggak bisa, Pak. Waktu itu kan saya dikasih obat." Kirana menolak. "Kalau gitu kamu sudah ingkar janji dong sama saya? Kamu harus tanggung jawab, Kirana. Sekarang saya cuma mau kamu aja!" Kirana berpikir bagaimana cara dia menghindar dari keinginan Ryan dan keluar dari kamar itu dengan selamat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN