Bab 14. Kencan

1134 Kata
Debaran jantung Kirana semakin kencang saat Ryan merasa ada yang aneh dengannya. Namun, dia tidak ingin mundur. Dia teruskan rencananya walaupun memang terlihat aneh dan itu tidak seperti dia yang biasanya. "Kalau saya tiba-tiba berubah sikap jadi baik ke Bapak itu keliatan aneh, ya?" "Iya, tapi saya tetap senang kok." "Anggap aja saya pengen berubah. Saya pengen membuka hati buat Bapak. Kenapa saya harus nyari pria lain kalau Bapak enggak ternyata masih jadi suami saya. Bukannya bagus kalau kita teruskan pernikahan ini seterusnya?" Kirana mulai berbohong pada Ryan. Tanyanya terlihat gemetar, tetapi dia yakin kan dirinya sendiri jika dia harus mendapat buku nikah itu dengan cara apa pun. "Jadi, kamu mau kita buka lembaran baru? Lupakan masa lalu dan mulai lagi semuanya dari awal?" Kirana menganggukkan kepala walaupun Ryan tidak bisa melihatnya. "Iya, Pak. Apa kita bisa?" "Bisa saja, itu artinya kamu sudah memaafkan saya. Saya tahu dulu saya pernah jahat sama kamu, tapi saya yakin kami pasti mau memaafkan saya, iya kan?" "Iya, Pak. Jadi, kita udah sepakat, ya. Kalau gitu saya tunggu Bapak jemput di kosan jam berapa pun karena saya akan mulai siap-siap dari sekarang." "Ok. Jam tujuh malam saya pastikan sudah ada di depan kosan kamu." "Saya tunggu ya, Pak. Nanti kita langsung jalan aja, biar enggak semakin terjebak macet." Kirana akan setuju dengan semua rencana Ryan malam ini, yang paling penting setelah mengikuti semua kemauan pria itu dia harus bisa membujuk pria itu untuk mengajaknya ke rumah. Walaupun Ryan bisa menebak rencananya sekali pun, dia sudah tidak peduli lagi. *** Kirana menunggu di depan kosan lima menit sebelum jam tujuh malam. Dia ingin setelah Ryan tiba di sana, mereka segera pergi, ke mana saja saja dia akan ikut. Lima menit kemudian, mobil Ryan datang. Kirana sudah menyiapkan senyuman untuk pria itu saat dia turun dari mobil. "Kamu keliatannya sudah siap? Kayaknya kamu enggak ada niatan pengen ngajak saya masuk ke kosan kamu?" sapa Ryan pada Kirana yang berjalan mendekatinya. "Yah, kalau saya ngajak Bapak masuk kosan, nanti kita enggak jadi pergi karena terjebak di kosan." Kirana membuka pintu mobil dan segera masuk. "Oh, bener juga sih kata kamu karena di kosan kita enggak bisa ke mana-mana, nanti ujungnya malah ...." "Nah, itu kan Bapak yang sendiri. Ya sudah, Pak, kita jalan sekarang aja. Mudah-mudahan belum ramai jalanan malam ini." Ryan memperhatikan wajah Kirana dengan lekat. "Kamu tuh cantik, kenapa dulu saya menyia-nyiakan kamu, ya?" "Cuma Bapak sendiri yang bisa menjawab pertanyaan itu." "Kamu benar. Ya sudah, kita jalan sekarang." Ryan melajukan mobilnya menuju restoran. Dia ingin mengawali kencan malam ini dengan makan malam. Sebenarnya pria itu menaruh curiga pada Kirana. Daripada hanya menebak-nebak apa yang direncanakan oleh Kirana, lebih baik dia mengikuti permainan perempuan itu agar dia tahu apa yang sebenarnya Kirana inginkan darinya. "Kamu mau makan apa malam ini?" "Apa saja boleh, Pak. Saya ikut Bapak aja." "Barang kali kamu pengen makan sesuatu yang lain." "Emang kalau saya ajak makan nasi goreng pinggir jalan malam ini, Bapak mau?" "Jangan malam ini, saya udah pakai kemeja rapi nih. Saya sengaja pakai kemeja ini buat jalan sama kamu. Jadi, please malam ini jangan ajak aku makan di warung pinggir jalan, ok?" "Iya deh. Saya ikut aja apa maunya, Bapak." Ryan melirik Kirana yang dari tadi dia perhatikan seperti memakai riasan di wajah. "Kamu juga kan sengaja dandan buat saya, kan?" "Iya, Pak. Namanya juga kencan, masa iya penampilan saya biasa aja. Nanti enggak bisa mengimbangi penampilan Bapak. Nanti malah Bapak keliatan lagi jalan sama pembantu." "Bisa aja deh kamu. Terus karena sekarang malam minggu. Kita cari restoran yang enggak jauh dari sini. Jalanan mulai macet. Kita ke restoran yang di depan sana aja. Di sana makanannya enak-enak." "Ok." Kirana menganggukkan kepala. Ryan membelokkan mobilnya di restoran yang dia maksud. Dia parkiran mobilnya di sana. Keduanya turun lalu masuk restoran. Ryan memilih salah satu meja untuk mereka duduk. Pelayan restoran datang untuk mencatat menu makanan yang mereka pesanan. Kemudian dia berjalan menuju dapur agar makanan pesanan Ryan dan Kirana bisa segera disajikan. Ryan tidak melepaskan pandangannya dari Kirana. Dia menatap perempuan itu terus menerus. Hal ini membuat Kirana menjadi salah tingkah. "Jangan ngeliatin saya terus, Pak. Saya jadi enggak enak nih. Rasanya kayak ada yang salah dengan penampilan saya." Kirana menyadari jika Ryan terus menatapnya. "Enggak ada yang salah kok dengan penampilan kamu malam ini. Habis ini kita nonton dulu ya." "Saya akan ikuti ke mana pun Bapak ajak saya malam ini." "Asal saya ajak kamu pulang ke rumah saya malam ini? Ada apa sih di rumah saya sampai kamu harus pengen banget ke sana?" "Enggak ada apa-apa. Saya cuma kangen aja sama suasana rumah itu." "Kok tumben?" "Mungkin saya juga kangen sama pemilik rumah itu?" "Kalau gitu kamu harus sabar. Kita makan dulu." Makanan pesanan mereka diantar dan diletakkan di meja. Keduanya mulai makan dalam diam sambil saling tatap. Mencoba menebak jalan pikiran masing-masing. Selesai makan dan membayar, Ryan mengajak Kirana keluar dari restoran menuju mall terdekat karena dia ingin perempuan itu menemaninya nonton bioskop. Jalanan masih tetap macet, tetapi tidak mengurungkan niat Ryan untuk tetap mengajak Kirana menuju bioskop. Sampai akhirnya mobil yang dikemudikan Ryan memasuki parkiran sebuah mall. Pria itu mengajak Kirana turun lalu meminta Kirana menggandeng tangannya karena malam ini mall pasti penuh. Mereka terus berjalan menuju bioskop yang berada di lantai atas. "Kalau kita jalan berdua begini terus dilihat sama staf kantor Bapak, hari Senin saya bakalan habis di tangan mereka, Pak." "Kenapa? Kok bisa?" "Bapak enggak tahu sih, berapa banyak staf yang pengen jadi pacar Bapak." "Tapi mereka semua tahu status saya kan masih menikah. Semua tahu kalau saya punya istri." "Apa pun status Bapak, enggak ada pengaruhnya buat mereka." "Jadi, mereka tetap suka sama saya walaupun mereka tahu saya sudah punya istri?" "Iya. Pesona Bapak terlalu kuat di hadapan mereka." "Saya enggak tahu loh soal ini kalau kamu enggak ngasih tahu." "Saya enggak percaya, pasti Bapak sudah tahu." Kirana hanya ingin malam ini tidak ada yang melihat mereka jalan berdua dan terlihat seperti sepasang kekasih. Mereka tiba di bioskop. Ryan memesan dua tiket film yang masih ada kursinya. Dia tidak peduli dengan film apa yang akan mereka tonton. Yang dia inginkan hanya bersama Kirana. Tidak lupa juga dia memesan minuman dan camilan untuk teman menonton bioskop. "Masuk, yuk. Bentar lagi filmnya tayang." Kirana berjalan di samping Ryan. Pria itu menggenggam lengan Kirana dengan erat. Mereka masuk studio lalu mencari tempat duduk mereka. Baru saja mereka duduk, film sudah akan tayang. Saat ruangan mulai gelap, Kirana juga mulai mengantuk. Rasa kantuk itu semakin tidak tertahan hingga akhirnya dia tertidur dan kepalanya jatuh tepat di bahu Ryan. "Ada-ada aja perempuan satu ini, tadi bilang kangen, baru jam segini dia udah tidur." Ryan membenarkan kepala Kirana yang bersandar di bahunya agar perempuan itu merasa nyaman. Pria itu akan menunggu sampai film selesai baru dia akan membangunkan Kirana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN