Hari ini pesta ulang tahun Arisa. Halaman belakang rumah keluarga Aliya pun sudah di hias dengan berbagai macam dekorasi ulang tahun. Para tamu undangan mulai berdatangan baik dari teman-teman sekolah Arisa bahkan para Om dan Tantenya pun sudah mulai datang.
Sejak tadi Arisa tidak berhenti bergerak, Aliya yang sedang menguncir rambut Arisa mulai kesal dengan tingkah anaknya itu, "Icha diem dulu doong, kan jadi susah inii."
Setelah meresa semuanya beres Aliya langsung menggandeng Arisa ke halaman belakang dimana acara di gelar. Melihat banyak sepupu-sepupu dan teman-temannya datang, Arisa langsung menghampiri mereka.
10 menit lagi acara di mulai, Aliya langsung menyiapkan kue ulang tahun Arisa, menaruh lilin angka 5 dan beberapa lilin kecil di atas kuenya dan meletakan kue itu di meja kecil yang sudah di siapkan.
Aliya memanggil Arisa untuk berdiri di sebelahnya karena acara ulang tahun segera di mulai. A liya mengambil mic yang sudah di siapkan dan mengetukan jarinya agar para tamu undangan memperhatikannya. Setelah perhatian para tamu tertuju padanya,
Aliya tersenyum dan berdeham pelan, "Selamat sore semuanya. Terima kasih sudah mau datang ke acara ulangtahun putri saya Arisa yang ke 5. Mari semuanya mendekat! Kita nyanyi selamat ulang tahun buat Arisa yaaa! Tu wa ga!"
Para tamu undangan pun langsung menyanyikan lagu ulang tahun untuk Arisa.
Setelah selesai acara di lanjutkan dengan acara tiup lilin yang di akhiri tepuk tangan meriah. Aliya mencium kening Arisa memeluknya erat. "Selamat ulang tahun ya putri kesayangan Bunda! Bunda sayaaangg banget sama Icha!" Arisa tertawa dan langsung memeluk bundanya.
Setelahnya acara potong kue yang sedikit kacau karena Arisa hampir menjatuhkan kuenya yang hendak ia berikan untuk Aliya. Semua susunan acara sudah dilakukan, para tamu pun sedang menikmati hidangan yang sudah di sediakan.
Arisa yang sedang bermain dengan sepupunya, melihat Rio yang sedang menghampirinya,
Arisa pun langsung berlari mendekatu Rio.
"Bang Rio baru dateng ya! Icha kan udah tiup lilin sama potong kue tadi. Kok Bang Rio baru dateng sih?!" rajuk Arisa sambil menggembungkan pipi mungilnya.
Rio menggeleng, "Bang Rio liat kok! Tadi Bang Rio dateng telat jadinya Bang Rio berdiri di belakang deh."
Arisa mangguk, matanya langsung tertuju pada pria yang ada di belakang Rio, "Om itu siapa?" tunjuk Arisa pada Revan
"Om aku. Namanya Om Revan." kata Rio.
Revan pun langsung berlutut agar tingginya sejajar dengan Arisa.
Revan tersenyum dan mengulurkan tanganya "Halo Arisa, nama Om Revan. Selamat ulang tahun ya."
"Icha, ini kado dari Bang Rio sama Om Revan. Selamat ulang tahun ya Icha!" kata Rio sambil menepuk kepala Arisa pelan.
Arisa tertawa "Makasih ya Bang Rio, Om Revan."
Aliya yang sedari tadi sibuk berbincang dengan para tamu, ia mulai mencari Arisa karena acara sebentar lagi selesai. Tubuhnya mendadak kaku, dan ia yakin wajahnya juga mungkin sudah pucat saat ini. Aliya melihat seseorang yang sudah sangat ia kenal, orang yang sudah benar-benar menyakiti hatinya, yang sudah mengkhianatinya dengan cara yang kejam.
Aliya melihat Revan tengah bercanda dengan Arisa dan Rio, ia bimbang apakah ia harus ke sana dan bertemu langsung dengan Revan atau tidak.
Aliya yang masih dalam lamunannya tidak sadar jika Reva sudah melihat Aliya. Demi apapun Revan benar-benar merindukan perempuan itu. Jika saja Revan bisa memeluk Aliya, Revan ingin sekali memeluk Aliya saat ini juga.
Arisa yang menyadari ada sang bunda langsung tersenyum lebar dan berlari ke arah Aliya di susul dengan Rio di belakangnya.
Dengan memantapkan hati, Revan pun menghampiri Aliya, ia tersenyum kaku pada wanita itu.
Bagaimana tidak saat ini Aliya mengeluarkan aura membunuh siap menikam. Jujur saja Revan sedikit takut pada Aliya, tapi ini lah momen yang sudah ia tunggu selama ini.
Revan tidak ingin melewatkannya. Revan tidak ingin lagi kehilangan Aliya. Revan kembali berdeham untuk mengembalkan suaranya, baru saja Revan ingin membuka mulut.
Aliya sudah lebih dulu bersuara, "Mau apa kamu ke sini? Kenapa bisa tahu aku ada di sini?" tanya Aliya
"Hai, apa kabar ka-?"
"Gak usah basa basi Revan, jawab pertanyaan aku."
Revan menghembuskan napas pelan "Aku ke sini nemenin Mbak Nisa, aku juga tau dari Mbak Nisa.
Tapi kamu jangan marah sama dia. Al apa kita bisa bicara sebentar?"
Aliya mendengus "Enggak ada lagi yang perlu di bicarain, Revan."
"Aku mohon Aliya.."
"Gak!"
"Bunda sama Om Revan lagi ngomog apa sih?" Aliya dan Revan langsung melihat Arisa yang dari tadi hanya menyaksikan Bundanya dan Revan.
Aliya menghembuskan napasnya dan mengusap sayang pipi Arisa "Enggak lagi ngomong apa-apa kok. Yuk kita kedepan lagi. Rio juga yuk."
Arisa, Rio dan Aliya pun langsung pergi meninggalkan Revan.
***
Acara pun usai dan saat ini Revan sedang mengobrol dengan Nisa dan orang tua Aliya, sedangkan Aliya sendiri lebih memilih menyibukan diri membersihkan piring-piring kotor.
"Om, tante. Makasih sudah mau memaafkan Revan, walau Revan tau pasti berat untuk memaafkan Revan."
"Papah memang kecewa sama kamu, orang tua mana yang mau melihat anaknya tersakiti. Tapi itu semua sudah terjadi. Manusia memang tempatnya dosa, asal kamu sudah berubah menjadi lebih baik, sudah papah maafkan" kata papah sambil meminum tehnya.
Arisa yang sedari tadi sedang bermain dengan Rio, menghampiri Revan sambil tersenyum lebar.
"Om Revan! Makasih ya kadonya! Icha sukaa, lihat deh Omaa." Arisa menunjukan seperangkat alat tulis dan mewarnai itu kepada neneknya.
Mamah Ira tersenyum melihat cucunya itu.
"Syukur deh kalau Arisa suka. Om jadi seneng deh." kata Revan sambil mengacak pelan rambut Arisa.
"Om revan sama Bang Rio sering-sering main ke sini ya? Biar icha ada temennya. Icha bosen tiap pulang sekolah mainnya sama oma terus." rajuknya
"Iyaaa, nanti Om Revan sama Bang Rio sering-sering main ke sini dehh"
"Janjii yaa?? Asiiikkk" ujar Arisa sambil berlari mengelilingi ruang tamu.
Revan dan semua yang ada di sana langsung tertawa melihat tingkah Arisa. Entah kenapa Revan merasa wajah Arisa sekilas mirip dirinya.
Melihat Arisa seperti melihat Revan kecil. Sebenarnya sejak tadi Revan benar-benar ingin bertanya apakah Aliya sudah memiliki kekasih atau bahkan mungkin sudah menikah lagi, tapi masih ada rasa tidak enak jika ia menanyakan itu.
Mamah Ira yang melihat raut wajah Revan yang sedang mengamati Arisa, seakan mengerti apa yang sedang di pikirkan oleh mantan menantunya itu.
"Dia anak kamu, Revan"
Revan yang merasa kalau dia salah mendengar langsung menghadap ke arah wanita paruh baya itu yang tengah santai meminum tehn ya.
"Maaf, apa tante? Revan enggak dengar."
"Arisa anak kamu Revan, anak kamu sama Aliya."
Jika di film-film mungkin di belakang Revan sudah ada petir yang menyambar. Dan saat ini hal itu lah yang benar-benar tengah di rasakan Revan, dia merasa sangat syok namun bukan dalam konitasi yang negatif.
Revan syok karena benar-banar tidak menyangka kalau Arisa adalah anaknya.
Ada sebuncah kebahagiaan di hati Revan mendengar fakta itu tapi juga sedikit merasa sedih kenapa selama ini Aliya tidak pernah memberitahunya?
***