Renjana mematung untuk sesaat seperti masih butuh waktu untuk mencerna apa yang baru saja terjadi dengan debaran di d**a yang sudah berdetak brutal. Dia merasa linglung, seolah dijungkir balikkan oleh sesuatu yang masih belum mampu dinalar. Satu detik dia melihat wajah tersipu dan tatapan penuh cinta sang istri, detik selanjutnya dia disuguhkan oleh air mata dan raut kecewa istrinya. Renjana sedang menerka-nerka di mana letak salahnya? “Dek!” Renjana bahkan tidak sempat menenggak minumannya saat melihat istrinya melesat begitu saja meninggalkan meja makan. Dia ikut beranjak dan mengejar, dengan kepala yang sibuk mengabsen setiap detail kejadian di antara senyum dan tangis istrinya. Untuk mencari di mana kesalahannya. Tidak mungkin dia menanyakan pada Sera, yang ada amarah wanita

