“Sudah adzan, Mas.” Sera beranjak dari duduknya dengan hati yang kecewa sebab menit demi menit yang telah berlalu masnya ternyata memilih bungkam. Pria itu seolah menegaskan jika memang masih enggan terbuka pada Sera, dan mungkin perasaannya masih stuck di tempat meski kelakuan pria itu mengatakan yang sebaliknya. Namun, lengan Sera ditahan, didekap erat lebih tepatnya. Tatapan masnya pun terlihat sendu. “Kita solat dulu lalu lanjut mengobrol, ya? Mas akan jujur, karena Mas memang sudah berniat menceritakannya pada kamu, Dek.” Kini Renjana mengecupi punggung tangan Sera, dan Sera hanya mengangguk dengan senyum tipis, hal itu justru membuat hati Renjana pias. Dia penuh pertimbangan tadi, bukan sebab ingin menyembunyikan fakta tentang Cantika. Dia hanya takut, saat fakta terucap