bc

(Bukan) Putri Satu Jam

book_age16+
888
FOLLOW
7.4K
READ
billionaire
love-triangle
possessive
goodgirl
maid
sweet
bxg
city
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

Happy Reading~

Pernahkah kamu merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang putri? Atau, apakah kamu ingin merasakannya meski hanya sekali? Itulah yang seorang Ruby Wynne (19 tahun) rasakan saat ini. Seorang gadis yang harus merelakan sekolahnya untuk bekerja sebagai pelayan di keluarga kaya agar bisa melanjutkan hidupnya.

Hingga kesempatan itu tiba. Kesempatan untuk merasakan bagaimana menjadi seorang putri yang kaya raya. Dan kesempatan itu diberikan oleh Claire Smith (21 tahun) yang merupakan putri semata wayang majikannya.

Dalam kesempatan itu, Ruby harus berpura-pura menjadi Claire dan untuk menghadiri sebuah pesta selama satu jam. Sebuah kesempatan yang mempertemukan Ruby dengan pria bernama Axellion Marvin (24 tahun).

Dan membuat Axellion yang sudah terlanjur menyukai Ruby pada pertemuan pertama itu terus mencari keberadaan Ruby. Lalu, apa yang akan terjadi saat Axellion mengetahui siapa Ruby sebenarnya?

Yuk, ikuti kisah mereka^^

chap-preview
Free preview
Chapter 1
Suara piring yang tengah dicuci terdengar saling bersahutan dari dalam dapur sebuah restoran yang cukup terkenal di Sydney, Australia. Aroma sedap dari makanan yang sedang dimasak mampu membuat orang kenyang kembali merasa lapar. Suara bising yang terjadi di dalam dapur siang itu, serta langkah kaki para pelayan yang mengayun dengan cepat, mampu memperlihatkan betapa terkenalnya restoran tersebut. Tak hanya itu, orang-orang bahkan rela mengantri di depan restoran hanya untuk mendapatkan meja kosong. Kring... “Pesanan meja dua puluh tiga! Dua Sharing Style Baked Camembert, dua Pan Roast Blue Eye Cod, dan satu Oysters!” teriak seorang pelayan dari balik jendela kecil di mana puluhan catatan pesanan untuk siang ini tertempel di sana. “Ok!” balas salah seorang koki bernama Gery yang masih berkutat dengan masakannya. “Ruby!” panggil seorang koki lainnya bernama Leo. “Ya?” tanya Ruby tanpa berbalik karena kedua tangannya sibuk mencuci piring dengan kecepatan tinggi. Masih banyak tamu yang menunggu di depan restoran untuk makan siang, jadi ia harus cepat agar tidak ada perkara koki kehabisan piring bersih. “Tolong ambilkan aku daging di freezer,” pinta Leo. “Cucianku menumpuk!” tolak Ruby yang secara tidak langsung menolak perintah pria itu. “Ayolah, aku tidak bisa meninggalkan ini dan harus memasukkan dagingnya sekarang. Cepat ambilkan aku,” bujuk Leo. Mendengar alasan yang Leo berikan padanya membuat Ruby mendengus. Pria itu selalu memberikan alasan yang sama hingga ia tak bisa menolak. “Tambahkan tipku hari ini,” ketus Ruby kemudian beranjak ke ruang freezer untuk mengambil daging. Sementara itu, terdengar kekehan dari para koki lainnya karena gerutuan Ruby. “Berikan dia lebih banyak tip, Leo,” sahut Troy, seorang koki lainnya. “Ya, benar. Dia sudah melakukan dua pekerjaan sekaligus hari ini. Ah, bukan hari ini saja, tapi setiap hari,” tambah Wildan yang juga merupakan seorang koki. “Baiklah. Akan kuberikan dia dua kali lipat hari ini,” ujar Leo yang lagi-lagi mengundang tawa yang lain. “Daging apa yang harus kuambil?” teriak Ruby setelah berhasil membuka ruang freezer. “Wagyu dan tenderloin!” balas Leo. “Cepatlah!” pintanya. “Iya-iya, aku datang!” teriak Ruby kemudian mengambil pesanan Leo dan segera keluar dari sana. Selain karena diburu waktu, ia juga merasa kedinginan berada di dalam sana. “Ini,” ucap Ruby seraya meletakkan daging tersebut di samping Leo. “Thank you,” ujar Leo. “Sepuluh dolar. Ok,” bisik Ruby yang masih bisa didengar oleh yang lain hingga membuat mereka menahan tawa. “Apa? Kemarin masih tiga dolar. Kenapa naik tiga kali lipat?” tanya Leo. Padahal, ia baru saja memberinya tip dua kali lipat dari biasanya. “Tidak ada harga tetap, buddy,” ucap Ruby lalu beranjak dari sana dan melanjutkan pekerjaannya, mencuci piring. “Tidak ada harga tetap, buddy,” sahut Wildan meniru Ruby yang mengundang tawa seluruh penghuni dapur, kecuali Leo. “Masing-masing sepuluh dolar,” ucap Ruby membuat semuanya seketika terdiam. Dan kini, giliran Leo yang tertawa terbahak-bahak. “Masing-masing sepuluh dolar,” tiru Leo lalu kembali tertawa. “Apa? Tidak adil. Kenapa kami juga sepuluh dolar?” protes Harry. “Justru karena aku adil, jadi kalian semua mendapatkan harga yang sama,” ujar Ruby. “Itu namanya pemerasan,” sahut Troy. Kring... “Pesanan meja lima belas! Dua Braised Pork Belly, satu Charcoal-grilled Paroo Kangaroo, satu Pan Fried Barramundi, dan tiga Grilled Lamp Rump!” teriak seorang pelayan. “Ok!” balas Leo. ------- Ruby Wynne. Seorang gadis berusia sembilan belas tahun yang telah menjadi yatim piatu sejak berusia tiga belas tahun saat Ayah yang menjadi satu-satunya tempat untuk ia bersandar meninggal karena tabrak lari. Kasus yang bahkan langsung ditutup tanpa adanya investigasi lebih lanjut. Ruby yang saat itu masih cukup kecil untuk mengetahui hal-hal seperti itu, hanya bisa menerima tanpa menuntut. Terlebih ia hanya sendirian tanpa ada orang dewasa yang menemaninya. Apalagi, ada hal yang lebih penting yang harus ia pikirkan. Yaitu, bagaimana ia melanjutkan hidupnya setelah itu? Ayahnya hanya meninggalkan sedikit uang yang bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya hingga bulan depan. Belum lagi biaya sewa flat yang harus ia bayar setiap bulan. Sejak saat itu, Ruby memutuskan untuk berhenti sekolah dan mulai bekerja. Pekerjaan pertama yang ia lakukan diusianya yang masih kecil adalah menjadi seorang penyemir sepatu di pinggir jalan. Walau sudah tak banyak lagi orang yang memakai jasa tersebut, tapi Ruby tetap melakukannya. Karena, tak ada orang yang mau menerima gadis di bawah umur sepertinya. Ruby menjalani pekerjaan kecilnya itu selama satu tahun, hingga ia berhasil diterima di sebuah toko bunga. Beranjak lima belas tahun, Ruby menambah pekerjaannya dengan menjadi karyawan di sebuah supermarket. Saat siang, ia akan bekerja di toko bunga dan malam hari ia akan bekerja di supermarket. Akan tetapi, saat berusia delapan belas tahun, toko bunga tempat Ruby bekerja tiba-tiba saja tutup hingga satu-satunya sumber penghasilannya hanya berasal dari supermarket. Ia pun kembali mencari pekerjaan lain yang bisa ia lakukan. Hingga akhirnya ia diterima sebagai pencuci piring di restoran tempatnya bekerja saat ini. Saat pagi sampai siang, Ruby akan bekerja di restoran. Sementara saat sore sampai malam, ia akan bekerja di supermarket dan pulang ke flat-nya saat jam sudah menunjukkan lewat tengah malam. Begitulah Ruby menjalani hidupnya beberapa tahun terakhir. Tanpa mengeluh dan tanpa lelah. Karena ia tahu, jika bukan dia yang bekerja untuk dirinya sendiri, siapa yang akan bekerja untuk menghidupinya? Tidak ada seorang pun yang akan melakukan itu untuknya. Tidak ada. “Ini,” ucap Leo seraya memberikan uang lima puluh dolar pada Ruby dari lima koki yang langsung diterima dengan senang hati oleh gadis itu. “O-yea~ Thank you!” seru Ruby dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Ia lalu mencium uang tersebut sebelum memasukkannya ke dalam saku bajunya. “Apa kau sebegitu sukanya dengan uang?” sindir Leo. “Uang adalah cinta pertamaku,” ucap Ruby lalu mencium uang tersebut membuat Leo menggeleng-gelengkan kepalanya. “Usiamu masih sangat muda, tapi kau sudah tahu cara membuat kami bangkrut. Aku yakin, kau akan cepat jadi orang kaya kalau terus menaikkan harga berkali-kali lipat seperti itu,” sindir Leo. “Yes, I am,” ucap Ruby. “Terserah kau,” ujar Leo. “Selama kau menggunakannya dengan baik,” lanjutnya seraya menepuk sebelah pundak Ruby lalu beranjak dari sana. “Yes, Sir!” seru Ruby yang masih dapat terdengar oleh Leo. Setelah mengganti pakaiannya, Ruby keluar dari ruang ganti. Jam kerjanya siang ini di restoran telah selesai dan sekarang waktunya ia pergi bekerja ke supermarket. “Kau sudah mau pergi?” tanya Jane, seorang pelayan yang cukup akrab dengan Ruby. “Iya,” jawab Ruby seraya tersenyum. “Kenapa kau tidak berhenti saja bekerja di supermarket dan kerja di sini saja?” tanya Jane. “Kebutuhan hidupku masih banyak. Kalau aku hanya bekerja di sini, lama-lama aku akan bangkrut,” ucap Ruby. “Kau ‘kan bisa memeras para koki itu lebih banyak,” gurau Jane membuat Ruby terkekeh. “Kalau aku memeras mereka terus, mereka yang akan bangkrut,” canda Ruby. “Sudah, ya. Aku sudah telat. Aku pergi dulu,” pamitnya kemudian berlalu dari sana. Ruby mengeratkan coat-nya begitu ia membuka pintu restoran. Meski cuaca hari ini sudah dingin sejak tadi pagi, tapi sore ini cuaca di kota Sydney justru semakin dingin. Di tengah udara dingin yang melanda, Ruby melangkahkan kakinya menuju halte bus. Setibanya di halte bus, Ruby duduk di kursi panjang yang telah tersedia di sana. Kaki Ruby terus bergoyang guna mengusir hawa dingin yang menyerang tubuhnya. “Hidup ini keras, ‘kan?” tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja duduk di samping Ruby. Ia lantas menoleh pada wanita paruh baya tersebut. “Saat aku seusiamu, aku bekerja lima kali lebih keras agar ketiga adikku tidak memiliki kekurangan apa pun,” ujar wanita paruh baya tersebut. “Tapi, aku sadar. Sekeras apa pun aku bekerja, tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka yang setiap harinya semakin bertambah. Dan kau tahu apa yang kulakukan setelah itu?” tanya wanita paruh baya itu menatap Ruby. “Aku menitipkan mereka bertiga di panti asuhan dan akan mengambil mereka kembali saat aku sudah memiliki banyak uang. Bukankah aku sangat kejam?” ujarnya. “Tidak,” sahut Ruby. “Kau tidak kejam. Kupikir, aku juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisimu,” lanjutnya. “Semua orang yang mendengar kisahku selalu berkata seperti itu. Kenapa? Apa karena aku seorang wanita tua dan kau kasihan padaku?” tanya wanita paruh baya tersebut. “Tidak. Aku tidak bermaksud seperti itu!” bantah Ruby. Ia lalu menundukkan kepalanya. “Aku ... meski aku tidak memiliki kerabat sepertimu. Tapi, aku juga sudah merasakan bagaimana tinggal di dunia yang keras ini. bekerja siang malam hanya untuk membeli makan tanpa bisa membeli sesuatu yang kuinginkan. Terlebih, Ayahku meninggalkanku saat aku hanya bergantung padanya,” gumam Ruby. Tanpa disangka, wanita paruh baya tersebut meletakkan tangannya di atas paha Ruby dan menepuknya pelan. Mencoba untuk menenangkan Ruby yang tampak sedih. Tak lama kemudian, bus datang dan berhenti di depan keduanya. Ruby pun berdiri dari duduknya. Sebelum beranjak dari sana, ia berbalik kepada wanita paru baya. “Terima kasih,” ucap Ruby yang hanya dibalas senyuman oleh wanita paruh baya tersebut. ------- “Hai, Ruby,” sapa Brianna, salah satu rekan kerja Ruby yang juga seorang karyawan di supermarket tersebut. “Hai, Bri,” balas Ruby. “Bagaimana harimu?” tanya Brianna. “Not bad,” jawab Ruby. “Mendengar jawabanmu, kau pasti belum mendengar beritanya,” tebak Brianna. “Berita? Berita apa? Apa yang telah kulewatkan?” tanya Ruby. “Sebelum aku mengatakannya. Sebaiknya kau persiapkan dirimu terlebih dahulu,” pinta Brianna. “Baiklah. Aku siap,” ucap Ruby. “Hari ini ... akan ada PHK besar-besaran terhadap karyawan,” ujar Brianna. “Apa?!” seru Ruby terkejut. “Kau yakin? Dari mana kau mendengar berita itu?” tanyanya. “Dari sebelah,” jawab Brianna yang merujuk pada karyawan yang bertugas di bagian Utara supermarket tersebut. “Dan dari mana dia mendapat berita itu?” tanya Ruby. “Mana aku tahu. Kenapa tidak kau tanya saja langsung sama orangnya?” ujar Brianna. “Kau mengatakan hal yang paling mustahil untuk kulakukan. Kau ‘kan tahu, aku tidak mengenal siapa pun di sini selain kau,” ucap Ruby kemudian duduk di kursi panjang ruang gantinya. Menyangga kepala dengan kedua tangan yang ia tumpukan di kedua pahanya. “Bagaimana ini? Bagaimana kalau kita juga masuk ke dalam daftar itu?” gumam Ruby takut. “Tenanglah, Rub. Aku yakin, kita pasti tidak akan di PHK. Kinerja kita selama beberapa bulan terakhir lumayan bagus. Jadi, tidak mungkin kalau kita juga termasuk ke dalam daftar itu,” ucap Brianna seraya duduk di samping Ruby. “Tapi, kenapa? Kenapa kita akan di PHK?” tanya Ruby. “Aku juga tidak tahu,” jawab Brianna. “Tenanglah, Rub. Kita pasti akan aman,” lanjutnya menenangkan. Meski begitu, Ruby tetap merasa tak tenang. Selama ia bekerja, ia tak bisa fokus dalam pekerjaannya karena terus memikirkan karyawan yang akan di PHK hari ini. Ia bahkan tidak mengerti kenapa hal itu harus terjadi? Sepengetahuannya, supermarket tempatnya bekerja ini sangatlah besar. Jadi, jika harus memakai alasan bahwa mereka mengalami kerugian, itu sangat tidak mungkin. Ketakutan Ruby bahkan sampai membuatnya menjatuhkan barang berkali-kali karena tidak fokus hingga Brianna menegurnya berkali-kali. Sampai tiba saatnya semua karyawan berkumpul di satu ruangan begitu supermarket ditutup. Para karyawan membuat beberapa barisan, sementara sang manajer berdiri di depan. “Baiklah. Karena, semuanya sudah hadir hari ini, aku akan langsung pada intinya,” ucap sang manajer. “Hari ini, perusahaan membuat sebuah keputusan yang sulit untuk kalian. Karena, adanya restrukturisasi produksi, maka perusahaan memutuskan untuk memberhentikan beberapa orang di antara kalian,” ungkap sang manajer. “Aku akan membacakan nama-nama siapa saja yang akan berhenti malam ini. Siapa pun itu, jangan berkecil hati. Kalian masih bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari ini,” lanjutnya. Ia lalu membuka selembar kertas yang sejak tadi berada di tangannya membuat Ruby semakin gugup. Kedua tangannya bahkan terus mengeluarkan keringat dingin sejak tadi. “Hanna, Teresa, Cindy, Sasha, Kelly, Gabriel, Agustin, Aiden, Michael, Anna, Ellie, Franklin, Damien, dan ...,” ucap manajer tersebut memberi jeda. “Ruby,” lanjutnya membuat para karyawan yang namanya tidak disebut langsung menghela napas lega. Sementara Ruby, gadis itu hanya bisa menunduk. Tak menyangka bahwa namanya akan disebut. Kenapa? Kenapa harus namanya? Apa selama ini kinerjanya tidak bagus? “Ruby,” panggil Brianna seraya menggenggam tangan Ruby. Tapi, Ruby mengabaikan panggilan itu. Karena, yang ia pikirkan sekarang adalah di mana lagi ia bisa mencari pekerjaan baru lagi dengan shift malam dan mau mempekerjakan gadis yang tidak berpendidikan tinggi sepertinya? ------- Hope you guys enjoyed this first chapter^^ Love you guys~

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook