bc

4GLte [ Sequel Because I Love You ]

book_age18+
5.3K
FOLLOW
108.6K
READ
possessive
family
CEO
student
drama
bxg
heavy
campus
highschool
like
intro-logo
Blurb

Waktu terus berlalu, usia pernikahan Anton dan Sein tidak lagi muda, banyak suka cita yang merasa lalui secara bersama-sama dan itu semua tidaklah mudah. Tak terasa kedua buah hati Anton dan Sein sudah menginjak masa remaja. Sean yang saat ini berusia 18 tahun dan Anna yang juga menginjak usia 16 tahun.

Keduanya tumbuh menjadi seperti layaknya anak pada umumnya. Sean yang bisa bersikap layaknya orang dewasa meskipun usianya masih terbilang muda dan Anna yang sangat manja pada Anton. Sein tentu saja bahagia dengan apa yang saat ini sedang ia rasakan, apalagi saat ini ia tengah mengandung untuk yang ketiga kalinya dan usia kandungannya memasuki bulan ke 8 dimana sebentar lagi kedua buah hatinya akan segera lahir. Ya, Sein sedang mengandung dan kembar. Tapi ada satu kejadian yang membuat Sein kesal, marah dan membenci Anton, yaitu saat Anton pergi meninggalkannya tanpa pamit dan saat itulah Sein membenci Anton.

chap-preview
Free preview
01 - Tangisan Sein - √
  Kediaman keluarga Anton.   Dengan langkah terburu-buru, Sean menuruni setiap anak tangga dengan penuh kehati-hatian.   Sean sudah terlambat kurang lebih 15 menit untuk mata kuliah pagi ini, dan itu semua karena pagi ini dirinya bangun kesiangan.   Langkah kaki Sean tiba-tiba terhenti begitu ia mendengar suara isak tangis dari sang Mommy. Sean menghela nafas panjang, lalu kembali melanjutkan langkahnya yang tadi sempat tertunda.   Niatnya untuk pergi berkuliah pupus sudah, karena mana mungkin dirinya tega meninggalkan Sein dalam keadaan seperti ini.   Begitu sampai di undakan anak tangga terakhir, Sean langsung berbelok menuju ruang keluarga, di mana Mommy dan Adiknya berada.   Sepertinya, Sein masih belum merelakan kepergian Anton.   Samar-samar Sean mendengar suara Adiknya yang mencoba menenangkan Sein. Dari nada bicara Anna, sepertinya Anna mulai kehilangan cara untuk membujuk Sein agar mau berhenti menangis.   "Mom sudah dong, jangan nangis terus-terusan. Nanti matanya bengkak dan kepalanya pusing loh." Anna memberi Sein nasehat dengan penuh lemah lembut. Anna juga terus mengusap punggung sang Mommy naik turun dengan gerakan lembut, salah satu cara ampuh menenangkan  Sein saat Sein dalam keadaan seperti ini.   Begitu sampai di ruang keluarga, Sean ingin sekali tertawa saat melihat posisi Sein dan Anna yang terbilang sangat absurd.   Anna yang sadar dengan kehadiran Sean sontak mendongak, menatap Sean dengan raut wajah bingung sekaligus khawatir.   Jujur saja, segala macam cara sudah Anna lakukan untuk membujuk agar Sein mau berhenti menangis. Tapi semua itu sia-sia, karena nyatanya Sein tidak kunjung berhenti menangis.   Dengan gerakan mata, Sean meminta agar Anna melepas pelukannya dari Sein dan bergeser untuk memberinya ruang duduk.   Anna mengangguk, mengerti dengan intruksi yang Sean berikan.   Begitu Anna melepaskan pelukannya dan bergeser menjauh, dengan cepat, Sean duduk di samping Sein.   Dengan penuh kasih sayang, Sean membawa tubuh lemah wanita yang sudah melahirkannya itu ke dalam dekapannya,   "Mommy sudah dong, jangan nangis terus. Matanya nanti tambah bengkak, kepalanya juga pusing loh." Kali ini giliran Sean yang memberi nasehat, dan nasehat tersebut sama sekali tidak jatuh berbeda dengan nasehat yang sebelumnya sudah Anda berikan.   Sean mau agar Seim berhenti menangis, mengingat sudah hampir 1 jam lebih Sein menangis, menangisi kepergian Anton.   "Daddy, Mommy mau Daddy," ujar Sein di sela isak tangsinya.   Sekarang Sein benar-benar membenci Anton, tega sekali Anton meninggalkannya sendiri. Padahal, Anton sudah berjanji untuk selalu bersamanya, lalu kenapa sekarang Anton pergi?   Sama seperti Anna, Sean melakukan hal yang sama, yaitu mengelus punggung Sein naik turun dengan gerakan lembut. Berharap sentuhannya mampu membuat Sein tenang, dan berhenti menangis. Syukur-Syukur kalau Sein tertidur.   "Kita jalan-jalan ke Mall ya, hitung-hitung cari Daddy baru di sana," tawar Sean.   Anna yang sejak tadi duduk di balik punggung Sean sontak melotot begitu mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari mulut sang Kakak. "Daddy baru? Enak saja. Anna tidak mau ya punya Daddy baru," rutuk Anna dalam hati.   Anna mengambil bantal sofa, dan langsung memukulkannya tepat mengenai wajah Sean.   Membuat Sean meringis, tentu saja hidungnya kini terasa sangat sakit. Sean lalu memegangi hidungnya yang baru saja terkena pukulan bantal sofa yang ternyata lumayan keras juga.   "Untung enggak kena wajah mommy," ucap Anna dalam hati. Anna merasa lega, karena pukulannya tidak mengenai Sein. Tamat sudah riwayatnya kalau sampai wajah Sein terkena pukulannya.   Sean sontak menoleh pada Anna, menatap adiknya itu dengan mata melotot. "Sakit tahu," ucapnya ketus.   "Syukurin!" Anna membalas dengan penuh amarah.   "Enggak sopan tahu, Kakak sendiri di pukul," gerutu Sean akhirnya.   "Lagian Kakak kalau ngomong jangan suka sembarangan dong. Anna enggak mau ya punya Daddy baru, dan sampai kapanpun, Anna enggak mau ada orang lain yang menggantikan posisi Daddy."   "Ih, memangnys siapa yang minta persetujuan kamu. Lagian kamu sudah besar, bisa urus diri kamu sendiri, lah kalau Mommy?" Dengan dagu, Sean menunjuk Sein yang masih saja menangis.   "Pokoknya Anna enggak mau punya Daddy baru! Titik!" Tolak Anna penuh ketegasan.   "Salahin Daddy, siapa suruh kabur gitu aja," decak Sean sebal.   "Dad—" ucapan Anna terhenti karena panggilan Sein.   "Kak," celetuk Sein tiba-tiba, dan celetukan tersebut berhasil membuat perdebatan Sean dan Anna terhenti.   Sean dan Anna kompak mengalihkan perhatian mereka pada Sein, yang kini sudah tidak lagi menangis.   "Apa Mom, Mommy mau sesuatu?"   Sein mendongak, menatap wajah tampan sang putra dengan mata berbinar. "Mommy mau ke mall, mau makan es krim rasa coklat," jawabnya  antusias.   "Ok, kita ke mall. Tapi Mommy harus mandi dulu." Untuk sekarang, akan jauh lebih baik kalau Sean menuruti kemaun Sein..   "Kak, Anna ikut ya?"   Sean menggeleng. "Enggak, kamu enggak ikut karena kamu harus sekolah," tolaknya dengan tegas.   "Yah, Anna ikut ya. Sesekali elah, Anna bolos sekolah," pinta Anna memelas. Berharap Sean luluh dengan mimik wajah memelas yang kini ia tunjukan.   "Enggak!" Lagi-lagi Sean menolak dengan tegas permintaan Anna.   "Ih, Abang mah enggak asik," gerutu Anna kesal dengan bibir yang kini manyun.   "Kakak, bukan Abang," koreksi Sean dengan sangat ketus.    Sudah berkali-kali Sean memberi tahu Anna Anna agar tidak memanggilnya dengan sebutan Abang.   "Enggak mau ah, enakan manggil Abang dari pada Kakak." Anna memang sengaja memanggil Sean dengan sebutan Abang, terutama saat ia sedang merasa kesal atau marah pada Sean. Ya, seperti saat ini. Anna kesal karena Sean tidak mengijinkannya bolos sekolah, walau hanya sehari saja.   Sein hanya diam, sejak tadi asik memperhatikan dan menikmati perdebatan antara Sean dan Anna yang hampir setiap hari selalu saja bertengkar.   Sean memilih untuk tidak menanggapi ucapan Anna, kembali fokus pada Sein yang sedang menatapnya dan Anna secara bergantian.   "Kenapa Mom?" tanya Sean bingung, menatap Sein dengan sebelah alis terangkat.   "Lucu," kekeh Sein yang sontak saja membuat Sean tersenyum tapi tidak dengan Anna. Anna masih kesal pada Sean.   "Mom, Anna boleh ikut ya?"  pintanya memelas.   "Enggak Dek!" Tanpa banyak berpikir, Sein menolak dengan tegas permintaan Anna.   "Ih, Mommy sama Abang mah enggak asik." Anna merajuk dengan kedua tangan bersedekap.   "Kakak janji, hari sabtu dan minggu kita jalan-jalan berdua." Sean memberi solusi yang menurutnya akan cukup membuat sang adik tergiur.   Anna yang sejak tadi memalingkan wajahnya sontak menoleh pada Sean, menatap Sean dengan mata berbinar. "Beneran ya?" tanyanya memastikan.   "Iya, tapi hari ini Anna harus sekolah dan enggak boleh bolos."   "Ok." Anna mengangguk, tanda setuju. Tidak masalah kalau hari ini ia tidak ikut pergi ke mall, yang penting pas hari sabtu dan minggu tiba, ia bisa jalan-jalan.   "Pintar," puji Sean seraya mengusap kepala Anna.   Anna tentu saja senang begitu mendapat pujian dari Sean. Terlebih Sean itu sangat jarang memberinya pujian, karena Kakaknya itu lebih sering menjahilinya.   Sean kembali mengalihkan fokusnya pada Sein. "Mommy mandi dulu gih."   "Sekarang saja ya ke mallnya," pinta Sein memelas.   "Ini masih pagi Mom, tokonya pasti masih banyak yang tutup."   "Maunya sekarang," balas Sein tak mau kalah, menatap Sean dengan raut wajah memelas.   "Ya sudah, iya sekarang." Sean menyahut dengan pasrah.   Sean yakin kalau toko-toko di mall belum buka, tapi kalau Sein tetap ingin ke sana sekarang, ya sudah, tidak apa-apa. Paling nanti mereka harus menunggu sampai toko-toko tersebut buka. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CEO Pengganti

read
71.2K
bc

Bastard My Ex Husband

read
383.0K
bc

DRIVING ME CRAZY (INDONESIA)

read
2.0M
bc

Marrying Mr. TSUNDERE

read
380.2K
bc

My Boss And His Past (Indonesia)

read
236.6K
bc

MY DOCTOR MY WIFE (Indonesia)

read
5.0M
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook