bc

Cintaku Skakmat!

book_age12+
21
FOLLOW
1K
READ
tomboy
campus
highschool
first love
like
intro-logo
Blurb

Kontes Menulis Innovel II - All The Young

Di cintai dengan sangat mendalam itu adalah impian dari setiap wanita. Sampai-sampai ada ungkapan “Lebih baik di cintai daripada mencintai”, namun jauh lebih indah lagi, jika saling mencintai. Itu sudah pasti!

Kecintaannya pada hobi bermain catur dan seringkali mengikuti perlombaaan, mempertemukan Gaby, gadis kelas X, seorang gadis tomboi penyandang status “sedikit” bad girl, dengan seseorang yang mengaku sangat mencintainya. Archandra, cowok yang usianya sepuluh tahun lebih tua, mencintainya dengan sangat posesif dan sangat memuja. Membuat Gaby berputar haluan menjadi gadis baik yang terlena oleh cinta meskipun banyak onak, duri dan terjalnya perjalanan cinta yang mereka lalui karena perbedaan usia.

Ketika suatu hari Archandra tiba-tiba menghilang dari kehidupannya dan memutuskannya, Gaby tertatih menjalani kehidupan.

Luka hati yang hampir sembuh tiba-tiba terkoyak lagi dengan satu luka lagi. Mama tercinta harus pergi meninggalkan Gaby selama-lamanya. Namun di saat itulah satu semangat muncul di hidup Gaby, Chandra hadir lagi di kehidupan Gaby.

Namun tanya tersemat di hati Gaby, Chandra datang dengan kesungguhan ataukah hanya sementara seolah penghibur semata. Akankah Gaby meraih cinta Chandra kembali?

chap-preview
Free preview
BAB 1 NAMAKU GABY
Hampir jam empat sore. Dengan langkah riang seorang gadis berseragam putih abu-abu memasuki sebuah rumah yang dia tempati bersama mama, seorang adiknya bernama Manda dan kakak satu-satunya, yaitu Mbak Asya. Rumah tempat tinggal mereka berada di sebuah kota di Jawa Timur yang terkenal dengan penghasil buah apel dan hawa dinginnya. Siapapun pasti tahu itu. Benar, gadis itu dan keluarganya tinggal di Kota Malang. Dari depan, rumah tampak sepi, pasti jam segini mama sedang bersih-bersih rumah di bantu Mbak Asya. Sedangkan Manda, cewek kelas dua SMP itu, entah dia sedang main kemana dan di mana, paling juga nanti menjelang jam lima sore dia akan muncul dengan penampilan kucelnya seperti biasa. Seragam sekolah yang menempel di tubuh gadis itu sudah jelas tidak serapi tadi pagi waktu berangkat sekolah, namun hal seperti itu sama sekali tak di hiraukannya. Meskipun sekolah berakhir jam satu siang, tapi begitulah kebiasaannya. Masuk rumah paling cepat selalu di atas jam tiga sore. Gaby, dia seorang cewek, tapi penampilannya sungguh cuek dan tomboi. Entah kenapa gadis itu lebih suka keluyuran dulu setiap pulang sekolah. Ngumpul bersama teman-temannya dahulu daripada harus langsung pulang kemudian membantu mama di rumah selayaknya anak cewek pada umumnya. "Assalammu’alaikum," ucap salam Gaby begitu mendorong pintu rumah yang tidak terkunci. Sepi, tak ada sahutan dari dalam. Gadis itu hanya berfikir mama dan mbak Asya mungkin sedang keluar sebentar berbelanja ke toko sebelah seperti biasa. Tapi ternyata dugaannya salah. Ketika langkah kaki membawanya menuju ke kamar tidur yang melewati ruang keluarga, di lihatnya mama duduk diam di sofa tempat biasanya mereka sekeluarga berkumpul santai sambil menikmati acara televisi. "Assalammu’alaikum, selamat sore, Ma," salam Gaby pada mama yang tumben tetap diam melihat putrinya yang baru masuk rumah ini. Gaby berniat mendekat dan mencium tangan mama seperti biasa ketika akhirnya dia dengar suara wanita yang telah melahirkannya itu. "Wa’alaikumsalam Gaby, duduklah," jawab mama setelah beberapa lama diikuti sebuah kalimat perintah yang memintanya untuk duduk, sedangkan mama sendiri justru bangkit dan berdiri tak jauh dari sofa itu. Gaby menurut. Meskipun mama begitu sabar, tetapi anak-anaknya ini sedikitpun tidak berani melawan perintah. Apapun itu. Bagi mereka, apa yang terucap dari bibir mama adalah titah, kewajiban dan apapun namanya. Intinya, mereka sebagai anak harus menurut. Setelah mama dan papa bercerai -saat itu Gaby masih TK- memang hanyalah mama yang selalu dengan sabar berada di dekat mereka. Yang dengan penuh kesabaran tingkat dewa menjaga tiga orang putrinya, terutama Gaby yang suka berlaku dan berpenampilan tomboi. Anak yang menurut mama paling bandel di banding kakak dan adiknya. "Jam segini baru sampai rumah, hari ini kemana saja, Gab?" tanya mama tidak seperti biasanya. Nadanya dingin terasa mengintimidasi. Padahal ini bukan yang pertama atau yang kedua Gaby pulang jam segini. Hampir setiap hari kejadiannya seperti hari ini, tapi tumben mama sampai menanyainya. "Gaby tadi kumpul dulu sama teman-teman di klub catur, Ma. Sabtu besok mungkin kita harus berangkat ke Surabaya karena ada satu pertandingan yang di mulai hari minggu pagi," jawab Gaby dengan sikap santai. "Benar seperti itu? bukan keluyuran kemana-mana dan hajar anak orang lagi?" Gaby segera mendongak menatap wajah mama. Bagaimana mungkin mama bertanya hal seperti itu? apakah tadi mama melihat dia bersama teman-temannya menuju ke sekolah lain sebelum menuju ke markas klub catur tempat selama ini dia menuangkan hobi dan mencetak prestasinya? "Jangan menatap mama seperti itu. Tadi Ibu Adriane menelepon mama dan mengatakan bahwa kemarin kamu bikin onar lagi. Memang bukan dengan anak sekolah lain tetapi justru dengan teman satu sekolah kamu sendiri, benar begitu?" Akhirnya Gaby kembali menundukkan kepala tanpa berani menatap ke wajah mama di depannya. Ibu Adriane adalah kepala sekolahnya dan beliau adalah teman mama waktu kuliah dahulu. Kebetulan mama juga seorang guru SMA meskipun tidak mengajar di sekolah Gaby. Mengingat hubungan baik mereka selama ini, kepala sekolahnya itu pasti sudah menelepon mama. "Gaby, kamu sudah SMA, sudah tidak waktunya lagi kamu selalu bikin onar seperti ini. Kasihani mama, Sayang. Mama percaya kamu tetaplah putri mama yang terbaik, tolong jaga kepercayaan mama selama ini, Sayang." Mendengar ucapan mama mata Gaby mulai memanas tanpa bisa lagi menahan air mata yang mengambang di pelupuk mata. Hanya suara mama yang selama ini bisa membuatnya menangis, terlebih lagi jika mama sudah mengeluarkan kata-kata putus asanya seperti kalimat terakhir tadi. Gaby sudah tak kuasa menahan isak tangisnya ketika tak lagi dia dengar suara mama. Jika sudah terdiam seperti itu artinya mama sedang marah besar dan sedang berusaha menahan emosi beliau. Dan yang terjadi selanjutnya mama pasti tidak akan mengajaknya bicara lagi selama beberapa hari sampai hati mama benar-benar lega dan hal seperti itulah yang sangat menyakitkan hati Gaby. Mama adalah kelemahannya. Namun sepertinya kali ini Gaby salah. Gaby yang menunduk tak menyadari ketika mama mendekat hingga akhirnya sebuah pelukan hangat Gaby rasakan mendekap lembut tubuhnya. Bau harum mama yang begitu di kenalnya terasa begitu menenangkan. Wanita yang sesungguhnya sulit marah tetapi seringkali harus mengeluarkan kata-kata panjang karena menghadapi kebandelannya selama ini. Entahlah ada apa dengan mama hari ini, bukan mengusir Gaby untuk segera masuk ke kamar seperti biasa setelah mendapat petuah sekaliah omelan, justru yang terjadi mama memeluknya dengan lembut. Gaby yang sungguh terharu dengan sikap mama mencoba menahan isak tangis, namun sepertinya mama terlanjur melihat dia yang sudah menangis tanpa suara isak karena berusaha dia sembunyikan. "Jangan menangis, Anakku. Mama tidak memarahimu. Mama hanya ingin kamu mulai belajar sedikit lebih dewasa. Memberi contoh yang baik untuk adikmu dan lebih rajin belajar untuk menggapai cita-citamu. Mama tidak bisa memberimu apa-apa, jika suatu saat nanti mama harus meninggalkanmu. Hanya ilmu yang bisa mama tinggalkan untukmu, Sayang." Sungguh kali ini Gaby semakin tergugu dalam pelukan mama. Di peluknya dengan erat tubuh ramping mama dan dalam pelukan mama dia benar-benar merasakan sebuah kedamaian dan kehangatan kasih sayang terindah di dunia ini. ***** Gaby POV Sesungguhnya aku bukanlah gadis yang bodoh. Buktinya nilai raportku selalu masuk angka lima besar di kelas. Hanya saja aku bandel, jujur aku mengakuinya itu. Entah apa yang membuatku memiliki sifat itu aku sendiri juga tidak mengetahuinya. Di sekolah ataupun di luar aku lebih merasa nyaman berteman dengan teman lelaki. Bersama mereka aku merasa aman, tidak banyak aturan yang melarang ini dan itu, dan kemanapun mereka juga siap menjadi teman sekaligus bodyguardku. Di bandingkan jika harus berteman dengan sesama cewek yang isinya tak lebih dari curhat mengenai cowok idaman, pacaran, habis itu bertengkar, nangis-nangis karena putus cinta dan sebagainya. Ah ... menurutku itu terlalu membosankan. Eh, tapi jangan di fikir aku nggak punya teman cewek, ya. Teman cewekku juga banyak, aku bisa berteman dengan siapa saja tanpa peduli cewek ataupun cowok. Tetapi untuk teman cewek yang cukup dekat, memang aku nggak punya banyak. Cuma ada satu yang paling baik sama aku, yaitu Si Meta yang teman satu klub catur denganku karena kebetulan kami juga satu sekolah meskipun tidak satu kelas. Satu hal lagi, selayaknya ABG di usiaku, aku juga memiliki seorang pacar. Pacarku kali ini, namanya Zidane. ***** Gaby termenung di kamarnya mengingat-ingat kata nasehat dari mama tadi. "Sebenarnya apa yang salah dengan diriku, ya? Hanya sekedar menyenangkan dan menenangkan hati mama saja rasanya aku nggak pernah bisa. Kenapa susah sekali untuk menjadi anak penurut dan gadis baik hati seperti yang mama inginkan?" Gaby terus merenung dan merenung, berusaha mengoreksi bentuk kesalahan yang telah dia perbuat selama ini. Namun bukannya menemukan satu solusi, yang ada dia justru kembali teringat kejadian di sekolah tadi. Pak Haris, guru BK di sekolah Gaby tiba-tiba masuk ke kelas. Dengan tatapan nanar Pak Haris mengedarkan pandangannya berputar ruang kelas. "Gaby, ikut saya ke ruang BK," terdengar suara Pak Haris yang tegas menggelegar di ruang kelas yang cukup sunyi karena murid sedang mengikuti pelajaran matematika. "Mati aku," rutuk Gaby dalam hati. Setelah Pak Haris meminta ijin pada Bu Windy, guru pengajar matematika saat itu, beliau segera mengajak Gaby keluar kelas. Selama perjalanan menuju ruang BK, Pak Haris sama sekali tidak berbicara apapun. Hingga akhirnya pintu ruang BK terbuka lebar dan bapak guru yang tidak banyak bicara itu mempersilahkannya masuk ke ruangan. "Omaigad, bener-bener mati aku," rutuk Gaby sekali lagi begitu di lihatnya di ruang itu tidak hanya ada dirinya. Tampak Si Reno, Ilham, Farid, Raynold dan Yogi teman satu gengnya di sekolah sudah berkumpul lengkap penuh diam. Gaby satu-satunya cewek di ruang itu. Mereka berenam hanya saling diam dan hanya berani sedikit saling melirik. "Kalian tahu kenapa kalian semua di kumpulkan disini?" tanya Pak Haris dengan nada tegasnya yang terdengar mengancam. Keenam murid itu hanya diam sambil menunduk. Kepala mereka nampak menggeleng pelan. "Kalian tahu apa akibat dari perbuatan kalian pada Jasinta kemarin?" Keenam remaja itu mengangkat kepala kemudian saling berpandangan, saling bertanya dengan bahasa isyarat. Yang teringat di memori otak mereka adalah pertengkaran Gaby dan Jasinta kemarin siang pada waktu jam istirahat yang kedua. Penyebabnya karena gadis itu telah menyebarkan fitnah dengan menuduh Gaby menggoda pacarnya. Jelas saja Gaby yang tidak merasa melakukan itu tidak terima. Gaby sendiri mendengar tuduhan itu dari kasak kusuk murid di kantin pada saat dia menikmati jam istirahat di kantin sekolah. Banyak pandangan aneh dan mencemooh yang tertuju padanya, hingga akhirnya salah seorang dia dekati dan dia tanya dengan nada garang. Siapapun tahu seorang Gaby di sekolah itu hingga gadis tadi dengan wajah ketakutan menceritakan apa yang di katakan Jasinta pada teman-temannya. Hati Gaby panas mendengar itu. Ketika tanpa sengaja melihat Jasinta sedang berjalan sendirian Gaby segera mengejarnya. Dengan emosi tertahan dia meminta Jasinta untuk mengklarifikasi berita bahwa kenyataannya dia tidak pernah menggoda cowok Jasinta, tapi cowok gadis itulah yang suka mendekati dan berusaha menarik perhatian Gaby meski sudah berusaha dia hindari. Jasinta menolak permintaan Gaby dan justru dengan garangnya cewek itu menarik rambut Gaby. Tidak terima dengan perlakuan Jasinta, Gaby membalasnya. Jadilah adu kekuatan dua cewek itu terjadi dan menjadi tontonan banyak siswa. Reno yang mengetahui kejadian itu segera berusaha melerai keduanya. Namun dia kewalahan dengan tingkah dua gadis yang lagi emosi itu. Akhirnya dia di bantu oleh Ilham dan Farid. Dua cowok itu memegangi Gaby sedangkan dua orang temannya yang lain, Raynold dan Yogi memegangi Jasinta. Awalnya dua gadis itu sama-sama saling meronta hingga akhirnya Reno meminta Ilham dan Farid membawa Gaby pergi. Begitu Gaby sudah berhasil di amankan, cowok-cowok itu melepaskan pegangannya pada Jasinta. Dengan sedikit ancaman tiga cowok teman Gaby yang tersisa itu menghardik Jasinta supaya segera pergi. Tampak dalam pandangan mereka saat itu Jasinta berlari pergi tanpa menoleh-noleh lagi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

DENTA

read
17.0K
bc

Head Over Heels

read
15.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
101.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook